50. Pengakuan Tanpa Suara

1.6K 229 8
                                    


Jissiana duduk tak dengan ekspresi tak bernyawa dibangku kantin. Wajahnya gelap dengan mata linglung yang menyiratkan syok besar. Iloania yang duduk disampingnya menggigit sendok dan menatapnya dengan jejak kebingungan. Zalion adalah yang pertama kali membuka mulutnya, menanyakan keadaan temannya itu.

"Jissiana, ada apa denganmu?" Tanya Zalion. Namun karena terlalu terlarut dengan keterkejutannya, Jissiana tidak merespon.

Zalion memandang Iloania dan Miaka. "Ada apa dengan teman kalian ini?"

Iloania mengedikan bahunya. Sementara Miaka, memberanikan dirinya membuka bibirnya. "Se-Sepertinya Jissiana terkejut ketika dia mendapatkan pernyataan cinta dari seseorang."

Brak!!

"Itu bukan pernyataan cinta!! Itu bukan pernyataan cinta, ahhh!!!" Pekik Jissiana sembari menggebrak meja.

"Jie, Jie, tenanglah. Ada apa sebenarnya, bukankah kakak itu hanya mengutarakan perasaannya kepadamu? Ah, bukankah itu romatis. Ditengah kelas yang ramai, pangeran berkuda putih datang dengan karangan bunga ditangannya. Berlutut didepanmu, dan menyatakan cinta dengan tulus dan murni. Kya, itu sangat manis. Benarkan Miaka?" Tanya Iloania.

Miaka menganggukkan kepalanya dengan pipinya memerah. "Itu-Itu memang sangat manis."

Lasius yang mendengarkan ucapan Iloania sedikit tercengang dan merenung dengan wajah datar andalannya. "Apakah Ilo memang senang dengan hal-hal manis seperti itu? Haruskah aku melakukannya juga? Tapi bagaimana jika aku ditolak? Didepan umum menolakku akan membuat Ilo dianggap buruk. Tetapi Ilo, senang dengan hal romantis. Astaga, aku tidak tahu standar keromantisan itu seperti apa..."

Jissiana memerah, bukan karena malu tetapi lebih kepada rasa kesal saat mengingat seseorang. "Ilo! Kamu tidak tahu rasanya! Ingat anak laki-laki yang aku ceritakan padamu saat kita kecil?"

"Anak laki-laki yang katanya pernah berbuat nakal kepadamu, dan justru berbalik mengejarmu? Tapi harus pindah karena masalah keluarga?" Tanya Iloania.

Jissiana mengangguk. "Dewa! Itu adalah dia!!"

"Wah, takdir cinta macam apa itu~" Kata Zalion membuat Jissiana membelalakkan matanya.

"Sudah kubilang itu bukan cinta! Atau bahkan takdir!"

"Annnaaaa!!" Teriakan panjang yang menggema dikantin itu membuat Jissiana yang tengah meneguk minuman digelas dengan marah tersedak dan menyemburkannya langsung kewajah Zalion yang langsung tercengang. Jissiana dengan panik menoleh kebelakang dan mendapati seorang pemuda kurus bertubuh setinggi dirinya. Maniknya coklat cerah dan sewarna tanah, adalah rambutnya.

"Si*lan!!" Jissiana mengutuk dan dengan cepat meloloskan diri dari antara bangku, dan berlari meninggalkan kantin.

Deltain Bart, adalah namanya. Pemuda itu terkejut dan dengan segera mengejar Jissiana. "Annaa!!! Jangan lari!! Aku hanya merindukanmu!"

Suara bergema lambat laun menghilang. Tetapi suasana kantin masih tercengang. Iloania bahkan membuka mulutnya karena tercenang. Tidak menyangka jika sahabatnya bahkan akan berlari secepat itu untuk menghindari seseorang dari masa kecilnya. Ketika seseorang tertawa, yang lain dikantin tidak bisa menahan tawa dan ikut terbahak. Mentertawakan betapa konyolnya Jissiana dan yang Deltain. Iloania menyunggingkan senyum senang, sementara Lasius disampingnya hanya tersenyum tipis.

"Kak Zalion ti-tidak apa?" Suara Miaka menyadarkan Iloania dan Lasius bahwa sebelum pergi, Lasius telah menjadi korban semburan air Jissiana.

Wajah Zalion hitam dengan alis yang tertekuk. "Bocah-bocah itu!"

"Kak Zion jangan marah, jangan marah. Jissiana hanya refleks terkejut. Bagaimana jika aku bantu mengeringkannya dengan sihir anginku?" Tawar Iloania.

Zalion membuka bibirnya. "Bo-"

Legenda Bulan Kristal [√]Where stories live. Discover now