3. Pertemuan Tidak Sengaja

3.7K 392 17
                                    

"Di kemiliteran siapa yang tidak mengenal Aras Respati, tentu saja aku mengenalnya, Dara. Yang membuatku heran adalah sejauh mana hubungan kalian sampai kamu harus setakut sekarang ini hanya karena aku tahu tentang kamu dan Aras?"

Aku menunduk, memainkan buku jariku enggan untuk melihat ke arah Bang Benny yang ada di balik kemudi, sungguh aku merasa menyesal sudah menerima tawaran Retno karena kini aku harus di hadapkan pada pertanyaan yang enggan untuk aku jawab. Kediamanku yang enggan untuk menjawab seharusnya membuat Bang Benny mengerti, tapi sikapnya yang kurang lebih sama seperti Retno justru membuatnya semakin mencecarku.

"Kalaupun pacaran kenapa wajahmu setakut ini sih? Normal kali Ra seseorang itu menjalin hubungan, lagian nggak cuma sekali dua kali aku melihat Aras mengantarmu ke kantor, nggak perlu sepucat ini saat orang lain tahu hubunganmu dengan putra Anggota DPR tersebut, aneh banget ngejalin hubungan tapi di sembunyiin."

Lidahku benar-benar kelu mendengar kalimat Bang Benny yang terasa menyindirku habis-habisan, seandainya saja aku bisa menampik ingin sekali aku membungkamnya, sayangnya apa yang Bang Benny katakan semuanya kenyataan. Aku memang di sembunyikan oleh Mas Aras, tidak seorang pun di kota ini yang tahu jika aku dan Mas Aras sudah menikah. Mas Aras pun mewanti-wanti agar tidak seorang pun yang tahu sampai kami bisa meresmikannya jika tidak kariernya yang mentereng akan terancam.

Lama aku menata jantungku yang serasa ingin lepas dari tempatnya sampai akhirnya aku kembali sanggup berbicara. "Ada beberapa orang yang keep silent soal hubungan pribadi mereka, Bang Benny. Salah satunya saya dan Mas Aras. Soal aku yang agak kaget ya karena nggak nyangka saja Bang Benny kenal dengan Mas Aras. Hanya sekedar itu."

"Aku nggak percaya cuma sekedar itu." Seringai terlihat di wajah Bang Benny sekarang ini seakan dia tengah mengejek apa yang menjadi pembelaanku membuatku buru-buru untuk melemparkan pandangan ke arah luar jendela mobil enggan untuk berbicara lebih jauh lagi.

Syukurlah, tidak perlu berlama-lama bersama dengan Bang Benny dengan pembicaraan yang sangat tidak nyaman, akhirnya kami sampai di tujuan, tanpa berpamitan atau berterimakasih pada Bang Benny atas tumpangannya aku buru-buru berlari pergi meninggalkannya turut bergabung dengan yang lain.

Tatapan heran pun terlihat dari rekanku melihatku lari terbirit-birit, tapi mengingat sikapku yang introvert dan jarang bersosialisasi dengan orang lain membuat mereka maklum dan nggak ambil pusing dengan sikapku yang aneh ini. Bahkan aku pun sama sekali tidak menoleh ke arah Bang Benny lagi, aku benar-benar tidak ingin ada percakapan yang menyinggung tentang Mas Aras.

Sayangnya saat tepat kami memasuki Golden Resto tempat Retno membooking untuk acara makan-makan ulangtahunnya, seorang yang menjadi topik utama pembicaraanku dan Bang Benny ada di sana membuatku seketika menghentikan langkah.

Pandanganku terpaku, ada rasa sesak yang terasa mencabik ulu hatiku saat melihat seorang yang bahkan tidak bisa leluasa membalas pesanku kini ada tepat di hadapanku, dia tidak sendirian, ada keluarganya yang terhormat dan juga tiga orang asing salah satu di antara mereka adalah perempuan cantik yang memandang suamiku dengan penuh damba serta kekaguman. Ya, benar. Kalian tidak salah baca, entah kebetulan macam apa di dunia ini hingga sekarang aku harus di pertemukan dengan suamiku dan keluarganya.

Sama sepertiku yang tidak sanggup lagi melangkah, tawa yang sempat menghiasi wajah ayu yang mulai menua itu pun perlahan lenyap saat pandangannya tertuju padaku, ingin rasanya aku menghilang dan berbalik pergi, tapi Ibu Mertua yang tidak pernah menganggapku ada ini justru berteriak memanggilku keras-keras.

"Hei kamu, Dara. Mantan pacarnya Aras, sini kamu."

Pengantin Simpanan Where stories live. Discover now