16. Keputusan dan Kesempatan

3.4K 362 33
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kondisi Bu Dara benar-benar fatal, Pak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kondisi Bu Dara benar-benar fatal, Pak. Benturan keras di kepala bagian belakang membuat beliau gegar otak, kita perlu operasi besar untuk menyelamatkan nyawa beliau, sebab itu kami perlu tanda tangan Anda secepatnya untuk mengambil tindakan."

Dua kakak beradik tersebut merasa dunia mereka runtuh dalam sekejap, bukan hanya membawa satu kabar buruk, bagian paling menyedihkan dari semuanya baru saja datang.

"Dan mohon maaf sebesarnya nyawa janin Bu Dara tidak bisa kami selamatkan."

Retno dan Benny saling adu pandang, kengerian tergambar jelas di wajah kakak beradik keluarga Malik tersebut, janin dokter bilang? Itu artinya ada yang meninggal? Astaga, tidakkah cukup hanya tubuh Dara yang remuk tapi dia juga harus kehilangan sesuatu yang berharga darinya? Bagaimana nanti Retno dan Benny memberitahukan kabar buruk ini jika Dara bangun?

Banyak hal berkecamuk di dalam benak mereka sampai akhirnya dokter yang bertanggungjawab kembali bersuara, "apa korban tidak tahu kalau sedang hamil? Janinnya sudah berusia 16 minggu."

Lidah Benny terasa kelu, rasanya ada yang mengganjal di tenggorokannya hingga tidak bisa berkata-kata, benar Dara bukan siapa-siapanya namun kini Benny merasakan duka yang tengah menimpa Dara. Tahu jika perasaan Kakaknya tengah campur aduk tidak karuan mendapati ada nasib manusia yang sangat mengenaskan seperti Dara, akhirnya Retno mengambil alih pembicaraan dengan dokter.

"Bukan begitu dok, kakak saya dan istrinya pengantin baru, mereka berniat menunda kehamilan eeeh ternyata malah di luar dugaan....."

Ya, apa lagi yang bisa Retno dan Benny lakukan selain menjadi kerabat untuk Dara melihat betapa carut marutnya hidup Dara yang hanya sendirian, tanpa ada kesepakatan antara Retno dan Benny mereka berdua setuju untuk merahasiakan hal ini dari Aras, bagi mereka berdua Araslah sumber masalah bagi Dara dan kehadiran Aras tidak akan membantu apa-apa. Aras menyeret Dara dalam sebuah hubungan tanpa legalitas, dan Aras terbukti tidak bisa melindungi Dara atas pilihan yang dia berikan.

Biarkan saja orang-orang mengira Bennylah suami Dara, setidaknya Benny dan Retno bisa bertanggungjawab atas apa yang akan terjadi pada Dara, tepat saat Benny bisa menguasai keterkejutannya, Retno kembali memberitahukan hal yang membuat lutut Benny lemas seakan tulangnya baru saja di lolosi begitu saja.

"Abang, Abang di sini buruan urus apa itu yang di suruh sama dokter, biar Retno ambil dedek bayinya, udahlah kita makamin aja di pemakaman keluarga kita, kasihan tahu si Dara, gini amat hidupnya."

Tidak menunggu persetujuan dari Benny, Retno berbalik pergi meninggalkan Kakaknya yang masih menata hatinya yang awur-awuran sebelum keduanya akhirnya berpisah jalan tapi dengan satu tujuan untuk menyelamatkan apa yang tersisa di diri Dara.

Tangan Benny terasa gemetar saat dia meraih bolpoin untuk tanda tangan, seumur hidupnya Benny tidak pernah merasakan ketakutan tapi sekarang karena seorang yang sangat asing baginya seluruh langkah yang di pijaknya membuatnya merasa takut. Benny takut jika apa yang dia putuskan untuk Dara hanya akan semakin menambah getar derita wanita sebatang kara tersebut.

Namun meyakinkan apa yang di putuskannya, sebuah pesan dari Aras yang muncul di pop up pesan dalam layar ponsel Dara yang terkunci menepis semua keraguan tersebut.

"Hana cuma mau bikin kita berdua ribut, dek. Percayalah sama Mas, nggak akan ada yang berubah, kamu tetap wanita yang Mas cintai sedangkan dia cuma seorang yang tertulis di atas kertas."

Percayalah, jika membunuh orang bukan satu kesalahan, maka detik itu juga Benny ingin mematahkan leher Aras dan mengirimnya ke Neraka saat itu juga. Terserah mau di sebut ikut campur atau bagaimana, tapi Benny sudah memutuskan jika dia akan menjauhkan Dara sejauh mungkin dari Aras, tidak perlu untuk berpikir dua kali, Benny langsung mematikan ponsel Dara.

"Bini satu saja nggak bisa legalin, sok-sokan mau nambah bini lagi pakai alasan ina-inu, menuh-menuhin sampah di bumi aja Lo, Ras. Heran gue kenapa manusia sedajjal kayak Lo selalu beruntung dapat cewek tulus."

".............."

"Bikin iri aja!"

...................... ...................... ......................

Dara's POV

"Dara..........."

Lama aku terdiam dan terduduk sendirian dalam gelap yang mencekam, segalanya menakutkan dalam ruang sepi tanpa berbatas ini, entah ada di mana aku sekarang ini tapi sejak aku bisa membuka mataku aku terlempar pada satu tempat asing yang tidak aku ketahui apa ini tepatnya, tidak peduli seberapa jauh aku melangkah untuk pergi menemukan jalan keluar, tetap saja aku terjebak dalam tempat aneh ini, sampai akhirnya aku mendengar suara yang sangat familiar untuk telingaku.

Suara yang lama tidak aku dengar dan suara yang sangat aku rindukan, begitu rindu hingga rasanya aku nyaris menangis tidak percaya jika aku kembali mendengarnya.

"Ibu, Ayah, kalian ada di mana?"

Aku berteriak keras, memanggil kedua orangtuaku berharap mereka akan menarikku dari kesunyian dan kegelapan yang begitu pekat ini, namun sekuat tenaga aku memanggil mereka, tidak aku lihat sesuatu apapun selain keheningan dalam kegelapan yang semakin menusuk. Kembali untuk kesekian kalinya aku merasa telah di tinggalkan, tangis meluncur dari bibirku menyadari segala hal yang aku dengar tadi hanyalah ilusi semata, aku begitu putus asa hingga akhirnya aku bisa terdiam di tempatku dengan tangis sesenggukan yang bergema menambah kesakitanku.

"Bu, Yah, tolongin Dara. Dara mau ikut kalian. Jangan tinggalin Dara sendirian. Dara takut."

Aku memeluk lututku erat-erat, menyembunyikan wajahku dalam-dalam karena kegelapan ini sangat menakutkan hingga membuatku sulit untuk bernafas, segala bayang menakutkan tentang mereka yang satu persatu meninggalkanku terbayang kembali, di mulai dari Ayah dan Ibu yang pergi tanpa berpamitan dalam sebuah kecelakaan, saudara-saudara Ayah dan Ibu yang mencecarku tentang warisan, dan akhirnya sosok suamiku, Aras Respati, seorang yang begitu aku percaya untuk menjaga hatiku pada akhirnya dia meninggalkanku demi sebuah bakti karena cinta yang dia miliki untukku melukai hati Ibunya.

Rasa sakit atas ingatan tentang Hana yang pada akhirnya bersanding dengan pria yang aku cintai itu membuatku mendongak, dalam kegelapan yang menyelimuti kesendirianku aku melihat sebuah gambar jelas tentang Hana dan Aras, priaku yang aku jadikan pusat dunia tersebut memang tidak meninggalkanku, tapi cinta yang dia miliki akhirnya terbagi untuk seorang yang kini menggenggamnya erat-erat, mereka berdua saling melempar senyuman bahagia memamerkan kesempurnaan sebuah keluarga, dan pelengkap dari semua hal membahagiakan tersebut adalah kehadiran dua orang bertubuh mungil dengan wajah yang sangat mirip dengan Aras.

Berempat mereka tersenyum bahagia kearahku, sosok antagonis yang akan dunia sebut sebagai orang ketiga tanpa pernah tahu jika aku adalah yang pertama dan yang di paksa untuk merelakan.

Andai saja, andai aku di berikan kesempatan kedua untuk memperbaiki segalanya, aku ingin hidup dengan cara yang benar terlepas dari belenggu yang menyiksaku. Tidak akan aku biarkan orang-orang merusak hidupku yang berharga, sayangnya harga yang harus aku bayar teramat mahal.

Saat kegelapan perlahan memudar dari penglihatanku, aku melihat sosok lain di antara Ayah dan Ibu yang menatapku dari penghujung lorong penuh cahaya, sosok cantik berwajah sama seperti Aras yang melambaikan tangannya dengan senyuman indah yang tidak akan pernah aku lupakan.

"Dadah Mama, Mama harus bahagia."

Pengantin Simpanan Where stories live. Discover now