25. Calon Mantan Suami

5K 444 28
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hollaaaaa, Pengantin Simpanan udah full Part on playbook, KaryaKarsa dan juga KBM ya, Happy reading semuanyaEnjoooyyy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hollaaaaa, Pengantin Simpanan udah full Part on playbook, KaryaKarsa dan juga KBM ya, Happy reading semuanya
Enjoooyyy

Untuk beberapa saat aku menatap suamiku, sungguh aku sangat sakit hati mendengar hinaannya terhadapku. Murahan dia bilang? Entahlah bagaimana perasaanku sekarang, hinaan yang baru saja dia lontarkan membuat sisa cinta yang aku miliki untuknya lenyap dan menyadari betapa bodohnya aku selama ini berjuang menunggu janjinya namun hanya kesakitan yang dia berikan.

Mendapati Mas Aras begitu terpukul saat melihat foto buah hati yang tidak akan pernah di lihatnya, alasan kenapa aku tidak mau bersusah payah menemuinya, aku merasa sangat puas. Sungguh yang aku inginkan adalah penyesalan darinya tidak akan pernah berakhir, sama sepertinya yang menghempaskan harap, aku ingin dia tersiksa seumur hidupnya dan tidak akan pernah merasakan bahagia.

"Ayo....." Kalimat yang terucap dari Bang Benny membuatku mengalihkan perhatianku dari Mas Aras kepada Hana, sosok dokter cantik putri seorang yang terhormat tersebut menatapku penuh kebencian di sikapnya yang berusaha tenang.

Sama seperti senyuman yang aku berikan kepada Suamiku, senyuman yang sama pun aku berikan kepada maduku, ingin rasanya aku tertawa keras-keras di depan wajahnya melihatnya sedari tadi di acuhkan oleh Mas Aras, bahkan sekarang di bandingkan menggubrisnya, Mas Aras sibuk meratapi apa yang telah pergi darinya, sesuatu yang seharusnya membuatku bertahan namun kini menjadi pemutus hubunganku dengannya.

"Selamat untuk pernikahan megahnya, pesta ini sangat menggambarkan dirimu, dokter Hana. Nikmati baik-baik pesta ini karena sekarang adalah kesempatan terakhirmu untuk bisa tersenyum." Aku melirik ke arah Mas Aras, mendapati betapa tersiksanya suamiku sekarang sebelum aku bergerak memeluk maduku, tepat saat aku menunduk ke arahnya aku berbisik ke telinganya, begitu lirih namun terdengar jelas untuknya, "betah-betah ya dalam pernikahan kalian nantinya, percayalah tinggal satu atap dengan pria yang di dera rasa bersalah itu sangat menyiksa. Kamu mempunyai status sebagai istri sahnya namun kamu tidak akan pernah memiliki raga, hati dan cintanya. Jangan sampai cerai, karena jika hal itu sampai terjadi aku adalah orang pertama yang akan menertawakanmu keras-keras."

Baik bukan aku ini, bahkan aku mendoakan kelanggengan hubungan suami yang beberapa saat lagi akan menjadi mantan dan juga istri barunya, di saat istri pertama lainnya akan membuat kerusuhan dan memaki-maki mereka dengan kalimat jahat, maka aku sebaliknya.

Aku datang dengan damai dan senyuman, bahkan saat di hadapan Orangtua Hana yang menatapku dengan cara pandang yang sama aku bisa membalas mereka dengan sikapku yang sopan. Aku ingin membuktikan kepada mereka jika seorang yang mereka pandang begitu rendah karena harta nyatanya jauh lebih baik dalam bersikap.

"Kamu hebat." Puji Bang Benny yang membuatku memberikannya jempol saat kami turun dari panggung pelaminan, langkahku terasa ringan, segala hal yang aku katakan pada Mas Aras membuatku lega, aku tahu dia mencintaiku dan berat meninggalkanku tapi jika harus memilih antara aku dan kariernya, tentu Mas Aras akan memilih cita-cita yang susah payah dia kejar sedari dia muda. Sayangnya perkiraanku meleset jauh, aku dan Bang Benny hampir sampai di pintu keluar Ballroom saat tiba-tiba saja kericuhan terjadi di tengah pesta.

Penasaran aku dan Bang Benny menoleh ke belakang ingin melihat apa yang terjadi, namun tepat saat aku berbalik, sosok yang sebelumnya tampil gagah di pelaminannya berlari cepat ke arahku, gandengan tanganku pada Bang Benny terlepas dan kini aku setengah di seret untuk mengikuti langkah kaki panjangnya.

Otakku serasa berhenti berputar, seperti orang bodoh aku menurut untuk berlari di iringi dengan pandangan mata puluhan tamu undangan pernikahan megah dua putra anggota dewan di daerahku ini.

Dalam mimpi pun aku tidak pernah membayangkan jika Mas Aras bisa senekad hal ini, mengacaukan acara resepsi pernikahannya sendiri dan membawaku lari keluar, menegaskan bisik-bisik yang terdengar jika dia memang terpaksa menjalani semuanya.

Dalam langkah tergesaku aku memperhatikan sosok punggung tegap yang membawaku berlari untuk pergi ini, dulu aku pernah berharap hari di mana Mas Aras akhirnya menunjukkan seberapa serius hubungan kami di mata dunia seperti yang tengah akan tiba, sayangnya sekarang ini saat akhirnya Mas Aras berani menunjukkannya tanpa banyak pertimbangan, semuanya terasa begitu terlambat.

Aku sudah tidak menginginkan pengakuan atas pernikahan kami selama ini. Bahkan aku sudah lelah menjalani kehidupan serba rahasia sementara dia pun tidak mampu membawaku menjadi istrinya yang sah. Aku lelah terus di tuntut untuk memahaminya sementara dia tidak mau tahu bagaimana sakitnya menjadi aku.

Satu hal yang aku inginkan adalah berakhirnya hubungan kami sekarang ini secepat mungkin. Tidak ingin terus berlari bersamanya tepat saat sampai di parkiran aku menyentak tangan yang menggenggam tanganku tersebut kuat-kuat, tidak hanya itu, aku pun melayangkan tamparan keras di wajahnya agar tersadar dari keegoisannya.

"APA-APAAN KAMU INI, MAS?"
Teriakan kerasku membuat Mas Aras seakan tersadar dari sikapnya yang menggila, nama baik yang selama dia agungkan kini hancur, orang-orang sama sekali tidak tahu jika aku adalah istri sahnya sekali pun menikah di bawah tangan, yang mereka tahu hanyalah pengantin pria pergi meninggalkan pelaminan dan istrinya demi wanita lain. "BERHENTI BERSIKAP EGOIS DAN SEENAKNYA SENDIRI, MAS. BERHENTI KORBANIN AKU UNTUK SIKAP SERAKAHMU! AKU HANYA MEMINTA KAMU UNTUK MELEPASKU, BERHENTI MENYAKITIKU, KENAPA SULIT SEKALI MENGABULKAN APA YANG AKU MINTA INI, HAAAH?!"

Aku istri sahnya, aku yang pertama dalam hidupnya dan sebentar lagi aku yang akan di cerca habis-habisan sebagai orang ketiga yang merusak di acara pernikahannya.
Apalagi melihat sikap tidak tegas dan plin-plan pria yang sama sekali tidak bisa melindungiku ini, sungguh aku benar-benar murka, aku sudah cukup baik tidak membuat masalah tapi dia justru mendorongku pada jurang penghinaan lainnya.

Mas Aras kira sikapnya barusan adalah sikap heroik di mataku, tidak, sikapnya barusan adalah wujud egoisnya yang membuatku kembali menjadi bahan bulan-bulanan hinaan orang lain yang menonton.

Alih-alih tersadar saat mendengar luapan isi hatiku, cengkeraman erat justru aku dapatkan di bahuku, seperti kesetanan dia tidak mengizinkanku untuk pergi, matanya melihatku dengan nyalang marah karena aku meminta perpisahan kembali untuk kesekian kalinya.

"Dengar Dara, Mas nggak akan melepaskanmu. Kita sudah kehilangan buah hati kita, tidak seharusnya kita berpisah setelahnya. Ayo kita perbaiki semuanya, Ra. Ayo kita mulai semuanya dari awal. Kamu ingin melegalkan pernikahan kita, kan? Ayo kita lakukan, tidak apa karier Mas hancur asalkan kamu nggak pergi dari hidup, Mas. Kamu tahu, rasanya Mas hampir gila karena kamu menghilang begitu saja, seandainya saja Mas tahu kalau kamu koma di rumah sakit, Mas nggak akan pernah meninggalkanmu sendirian."

Suara langkah kaki yang tergesa dalam jumlah yang banyak datang mendekat, membuat wajahku yang sebelumnya di liputi kekesalan kini berganti dengan seringai jahat. Ini adalah puncak kemuakanku pada seorang Aras Respati yang plin-plan.

"Lantas apa kamu mau menceraikan istri yang baru kamu nikahi tadi pagi? Jika iya, silahkan langsung talak dia sekarang juga mumpung ada banyak saksi."

"................"

"Jangan pernah mengumbar omong kosong yang tidak bisa kamu penuhi, calon mantan suamiku."

Pengantin Simpanan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang