11. Janji Seorang Yang Terluka

2.8K 350 35
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Yuhuuuuu, ikutin Dara di aplikasi KBM dan Karyakarsa juga ya.
Happy reading semuanya
Enjoy a

"Pak RT, Pak RT bisa minta tolong sebentar, Pak."

Pak RT, Pak Haji Jamal yang sangat aku hormati karena sikap bijaksana beliau ini turun saat mendengar panggilanku, Mas Aras yang melihat aku hendak menghampiri orang tua di Komplek ini seketika mencekal tanganku dengan erat.

Seumur-umur aku belum pernah melihatnya semurka sekarang ini, matanya menyorot tajam dan bohong jika aku bilang aku tidak takut melihat perubahannya sekarang ini, aku sadar sikapnya yang manis dan hangat selama ini kepadaku karena dia mencintaiku, Mas Aras tidak akan menyakitiku dan sekarang melihat bagaimana sisi keras Mas Aras aku benar-benar ketakutan.

Aku menelan ludahku kelu, segala keberanian aku kumpulkan karena aku pun tidak mau terjebak dalam penjara yang dia ciptakan. Jika Mas Aras ingin memberikan status istri sah kepada wanita lain, maka aku pun juga berhak membebaskan diriku sendiri.

"Ingat baik-baik Dara, sampai kiamat pun Mas tidak akan menceraikanmu. Tidak akan ada kata talak tidak peduli berapa ratus kali kamu memintanya. Kamu mau aku pergi, baiklah, Mas akan pergi tapi Mas tidak akan pernah meninggalkanmu."

"Egois, jahat, pengecut, pecundang! Kamu tahu, Mas. Aku membencimu."

Makian terus aku berikan, kalimat sarat kebencian yang aku ucapkan pun bagai angin lalu untuknya, Mas Aras sama sekali tidak mempedulikannya, dan saat Pak RT Jamal sampai di dekat kami, aku kalah cepat dengan Mas Aras yang langsung mendekat pada beliau sembari memberikan salam.

"Pak Aras, ada masalah apa sampai Bu Aras mau minta tolong ke saya, Pak?"

Ingin sekali aku menjawab pertanyaan beliau namun cekalan kuat yang aku yakin akan meninggalkan bekas di pergelangan tanganku ini membuat tidak bisa bersuara, sekali pun Pak Jamal melihat perubahan wajahku namun beliau pun tidak bisa melakukan apa-apa karena Mas Aras sudah menyahut lebih dahulu.

"Maaf Pak RT, istri saya ini kadang memang suka kelewatan. Manggil Bapak nggak ada sopan-sopannya, tolong maklumin ya, Pak."

Di tengah kesakitan yang aku rasakan aku terbelalak dengan alibi yang di ucapkan oleh Mas Aras, sungguh aku benar-benar marah dengan apa yang dia perbuat hingga memojokkanku seakan aku adalah orang yang tidak punya sopan santun.

"Nggak apa-apa, Pak Aras. Bukan masalah. Jadi ada apa ini Pak, Bu, apa yang bisa saya bantu? Selama saya bisa Insya Allah saya bersedia."

Kembali, aku berusaha untuk menjawab namun kembali Mas Aras menghentikannya, cengkeramannya pada lenganku benar-benar kuat, aku yakin bukan hanya meninggalkan bekas tapi bisa-bisa lenganku remuk karena perbuatannya ini.

"Ini Pak, untuk beberapa waktu saya ada penugasan di luar kota dan tidak bisa pulang setiap Minggu seperti sekarang, oleh karena itu Pak, saya ingin titip Istri saya ini kepada Bapak dan warga di sini, saya berharap Bapak dan warga menjaga istri saya ya Pak selama saya bertugas. Istri saya ini cuma punya saya Pak, jadi saya agak was-was untuk meninggalkannya sendirian sementara tempat tugas saya tidak memungkinkan membawa istri."

Hiiissss, bertahun-tahun aku mengenalnya dan sangat tahu bagaimana sikap seorang Aras Respati namun baru kali aku sangat membenci bagaimana pintarnya dia berkelit. Pak Jamal yang sebelumnya menaruh kecurigaan ada yang tidak beres terjadi di antara aku dan Mas Aras saat aku memanggil beliau kini justru tersenyum penuh kemakluman seakan beliau kini paham kenapa aku bertingkah kelewatan karena hendak di tinggalkan suami bertugas.

Ingin rasanya aku berteriak pada Pak Jamal jika tujuanku memanggil beliau agar menjadi saksi talak yang aku minta namun aku segera menyadari jika aku bertengkar di hadapan Pak Jamal dan kehilangan kendali membeberkan bagaimana busuk dan rumitnya hubunganku dengan Mas Aras pada akhirnya akulah yang akan mendapatkan pandangan negatif. Tidak hanya di cap sebagai perempuan bodoh yang mau-maunya saja di nikahi siri, mungkin julukan tentang perempuan tidak tahu malu yang mengumbar aib serta menjual kesedihan akan aku dapatkan sampai akhirnya kembali lagi untuk kesekian kalinya aku memilih mengalah kembali mengikuti permainnya demi kebaikanku sendiri.

Namun di balik diamnya diriku sekarang ini aku berjanji pada diriku sendiri jika aku tidak akan membiarkan diriku di perbudak kebodohan akan cinta lebih lama, sama seperti Mas Aras yang sudah menentukan pilihannya, aku pun sudah memilih jalan hidupku sendiri.

"Owalah, saya kira ada apa, Pak Aras. Sudah Pak Aras nggak perlu khawatir, kami akan menjaga Bu Aras dengan baik. Kalau begitu saya pamit ya Pak, Bu. Kasihan Nyonya rumah kalau di tinggal lama-lama." Tepat saat Pak RT Jamal hendak berbalik pergi, beliau menatap ke arahku membuat sekelumit harapan muncul, "oh ya Bu Aras, saya sampai lupa kalau Nyonya rumah pesan ke saya kapan-kapan kalau ada waktu Bu Aras di minta main ke rumah, kata Nyonya rumah mau minta di ajarin bikin Bika Ambon kayak yang kemarin di acara RT, Bu Aras."

Gelak tawa renyah mewarnai Pak Jamal saat beliau akhirnya pergi, beliau tidak sepenuhnya percaya dengan apa yang Mas Aras katakan sebagai alasan dan pesan beliau untuk menemui istrinya adalah cara beliau untuk tahu sebenarnya apa yang terjadi sekarang ini. Aaah, firasat dan kebijaksanaan beliau sebagai orang tua seperti ini yang membuatku begitu segan.

Sayangnya berbeda denganku yang lega karena ada sedikit harapan untuk mendapatkan pertolongan atas masalahku yang rumit ini, Mas Aras yang sudah kepalang marah karena aku meminta berpisah kini kembali menatapku penuh peringatan, kedua tangannya mencengkeram bahuku kuat memaksaku untuk menatapnya.

Entahlah, sedari aku mendengar jika dia mau memenuhi permintaan Ibunya untuk menikahi wanita lain, cinta yang sebelumnya begitu besar aku miliki untuknya perlahan memudar, rasa sakit hati dan kecewaku terlalu dalam aku rasakan kepadanya.

"Dengar baik-baik, Dara. Mas akan pergi dari rumah ini bukan untuk memenuhi perpisahan yang kamu minta. Mas pergi agar kamu bisa berpikir dengan jernih, percayalah, tidak akan ada yang berubah, apa yang Mas lakukan hanyalah bentuk bakti Mas kepada Mama. Kamu sendiri juga dengarkan jika dengan seperti ini beliau akan memberikan restunya kepada kita? Kita sudah sejauh ini Dara, jangan merusaknya hanya karena kemarahan dan kecemburuan. Cintaku cuma buat kamu, sedangkan Hana, dia hanya istri di atas kertas tanpa ada arti apapun untuk Mas."

Semakin aku mendengar Mas Aras berbicara, semakin aku di buat benci oleh sikapnya ini. Dia terus memaksaku untuk bersabar tanpa mau tahu jika di sini akulah yang akan terus di salahkan, tidak bisakah dia melepaskan aku terlebih dahulu jika dia mau memenuhi baktinya? Aku mencoba mengertinya namun aku benar-benar tidak bisa memahami cara berpikirnya.

Perlahan aku melepaskan cengkeraman kuat di lenganku, dengan rasa tidak percaya akan sikapnya yang kasar perlahan aku mundur, sungguh aku benar-benar lelah berdebat dengan Mas Aras ini yang tidak kunjung menemukan titik iya pada masalah kami.

"Baiklah. Baik kalau memang Mas nggak mau ngelepasin aku, aku akan tetap ada di sini, berdiri di tempatku seperti yang kamu minta dan akan melihat kamu bersanding dengan wanita lain yang akan dunia kenali sebagai istrimu. Nggak peduli aku remuk, hancur dan berantakan aku akan menuruti keinginanmu."

"................"

"Tapi percayalah, Mas. Dara yang ada di hadapanmu sekarang dan nanti bukan lagi Dara yang sama seperti yang kamu nikahi tiga tahun lalu. Dara istrimu sudah mati dan kamu sendiri yang membunuhnya."

".............."

"Aku berbaik hati membuat segalanya menjadi mudah tapi kamu justru memperumitnya."

"................"

"Aku akan menerima semua ketidakadilan yang kamu berikan ini namun saat ada kesempatan untuk menghancurkan kalian, aku akan melakukannya tanpa ragu."

Pengantin Simpanan Where stories live. Discover now