IM: 84 - Secercah Kebahagiaan

383 30 2
                                    

Haii assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Apaa kabar semuanya? Semoga sehat dan bahagia selalu ya.

Maaf baru bisa update lagi, semoga masih ada yang nunggu dan baca. 😘😘



.

Waktu terus beranjak hari terus berganti, perjalanan hidup yang pahit menjadi bahan renungan untuk pasangan muda itu supaya lebih bisa bersikap dewasa saat menghadapi sebuah masalah. Sejatinya masalah dan ujian datang untuk menjadi sumber kekuatan kita melangkah ke jenjang berikutnya. Meski bibir sering kali mengucap ngeluh, ingin menyerah, tak kuat, putus asa. Namun, siapa sangka awalnya yang teras berat tak sanggup, ternyata kita bisa jalani dan melewatinya hingga akhir.

Senin pagi tepat seminggu sudah pasutri itu kembali ke rumah. Mental Ninda sudah jauh lebih baik sejak fase terpuruk kemarin. Ia sudah kembali ceria, Ninda mengikhlaskan semua yang terjadi dalam hidupnya dan ia terus mengukir senyum yang sempat lenyap beberapa hari lalu.

Hari ini adalah hari terakhir kegiataan KKN fakultas Ninda sekaligus perpisahan dengan warga Anyer. Seusai salat subuh perempuan manis itu sudah menyibukkan diri membantu pekerjaan Mbok Darsih. Mbok Darsih sendiri melarang keras sang nona untuk terjun ke dapur. Namun, Ninda tetap bersikukuh bahwa dirinya sudah benar-benar pulih.

"Ah, Ya Allah si Non ngeyel pisan, euy. Non, udah taroh lagi nanti Mbok yang dimarahi Nyonya besar," hardik Mbok Darsih kesal sembari merebut paksa spatula di genggaman si Nona manis.

Ninda berdecak malas, ia menatap sang ibu keduanya itu sambil memayunkan bibir. "Mbok, pleaseee! Aku udah sehat ya Allah, jangan kek gini, donk!" ujarnya kesal.

"Terserah, Non, kepala Mbok pusing," Mbok Darsih menghela napas pasrah, toh melarang sang Nona sampai mulut berbusa pun, Ninda tetap keras kepala persis seperti Alif. "Aden udah bangun, Non?" tanyanya pelan.

Ninda mengangguk. "Abang udah bangun, kok, tapi belum turun. Tadi, sih, lagi buat video isi webinar."

"Hadeeh, gak cewek gak cowok sama aja kelakuaannya!"

Ninda menggeleng heran. "Dih, mending Mbok duduk atau ngerjain yang lain. Ninda mau nerusin ini sebentar lagi matang."

Mbok Darsih mengangguk setuju lalu  meninggalkan Ninda yang sibuk bereksperimen. Tangan perempuan dua puluh tiga tahun itu dengan cekatan sibuk mengaduk nasi goreng, sesekali ia sedikit mencicip nasi memastikan rasa sudah pas. Tak lama kemudian Ninda segera mematikan kompor,  lalu memindahkan hasil masakan ke dalam mangkuk besar.

Imamku Musuhku [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang