Delapan

2.1K 167 12
                                    

****

Tangan panji terkepal di pangkuannya saat kedua orangtuanya memperkenalkan seorang gadis yang kini terlihat malu-malu duduk bersebrangan dengannya. Panji mengenal gadis itu sebagai anak dari teman kedua orangtuanya juga teman bermain masa kecilnya. Dan entah ide siapa, saat ini para orangtua terlihat sangat antusias membicarakan tentang pernikahan untuk mereka. Dalam kata lain Panji akan dijodohkan dengan gadis itu. Di umurnya yang sudah dewasa ini hidupnya memang masih di atur oleh kedua orangtuanya, biasanya Panji tak pernah membantah karena untuknya itu salah satu cara untuk ia berbakti pada kedua orangtua.

Tapi, untuk kali ini apakah ia masih harus menuruti pilihan orangtuanya padahal jelas-jelas ia sudah memiliki wanita pilihannya sendiri.

"Panji pasti mau, iyakan, A?"

Sejujurnya Panji ingin langsung menolak, tapi karena tak ingin membuat kedua orangtuanya malu ia memilih diam. Dan, para orangtua mengartikan diamnya Panji sebagai tanda pesetujuan dari pria itu. Sampai akhirnya para tamu sudah pulang, Panji akan mencoba bicara. Tapi, melihat wajah sang Ibu yang terlihat berbinar bahagia, Panji urung melakukannya.

"Besok sebelum berangkat jemput Anya dulu, bantu dia cari kosan disana" ucap Shinta pada putranya, itu salah satu cara para orangtua untuk semakin mendekatkan putra-putri mereka. Kebetulan sekali Anya baru berniat masuk ke perguruan tinggi meski gadis itu sudah lulus sekolah tiga tahun lalu.

"Kenapa tiba-tiba Ayah dan Ibu jodohkan aku sama Anya?" Tanya Panji.

"Dulu bukannya kalian sudah dekat"

"Itu waktu kami sama-sama masih SD, Bu" Panji menjawab pernyataan Ibunya. Kedekatan mereka dulu hanya sewajarnya teman main karena kebetulan dulu mereka bertetangga. Beranjak remaja keluarga Anya pindah rumah dan setelahnya mereka tak pernah bertemu lagi. Tadi adalah pertemuan pertama mereka setelah sekian tahun lamanya.

"Ayah dan Ibu lihat kamu sudah cukup mapan untuk berkeluarga, apalagi coba yang kamu cari?" jelas Jaka, Ayah Panji.

"Memangnya kamu belum siap? Mau sampai kapan Ibu tunggu kamu bawa perempuan ke rumah. Padahal Ibu pernah enggak sengaja lihat di hp kamu ada gambar cincin perempuan" ujar Shinta yang mengartikan penemuan gambar cincin itu karena putranya ingin cepat memiliki pasangan. Maka dari itu ia dan suaminya sepakat untuk mencarikan Panji jodoh. Dan, jalannya itu dipermudah dengan kembali dipertemukan keluarga Anya beberapa bulan lalu.

"Itu karena aku--"

"Mau ya, A. Please" Panji hampir saja berkata jujur jika selama 3 tahun terakhir ini ia sudah memiliki kekasih, tapi melihat wajah memelas sang Ibu Panji urung melakukannya.

Panji tak menolak maupun mengiyakan, ia memilih berpamitan lalu langkah lebarnya membawa Panji masuk kembali ke dalam kamar. Ia mencari ponselnya yang tadi sengaja ia tinggalnya. Ternyata ada satu panggilan masuk yang tidak terjawab dari kekasihnya. Panji memutuskan untuk menelpon balik sang kekasih.

"Hai, baby" Ditengah kegelisahan yang Panji rasakan, ia bisa merasa sedikit lebih tenang setelah melihat wajah sang kekasih muncul di layar ponselnya.

"Kangen..." Panji terkekeh pelan mendengarnya. Ia membawa ponselnya ke arah kasur, mencari posisi yang nyaman untuk mengobrol dengan kekasih hatinya.

"Kenapa kok mukanya keliatan lemes gitu?" Padahal Panji sudah sebisa mungkin mengendalikan ekspresinya, tapi ternyata kekasihnya itu menyadari juga jika ia sedang tidak baik-baik saja.

Panji diam beberapa saat, menatap wajah sang kekasih yang seolah sedang menunggu jawabannya.

"Aku baru selesai makan, kekenyangan jadi ngantuk" balas Panji beralasan.

Trust Fund BabyWhere stories live. Discover now