Empat Belas

1.9K 165 17
                                    

Kepala Panji serasa akan pecah saja sekarang, kepalanya yang sakit semakin terasa berdenyut saat kini ia harus disidang oleh kedua orangtuanya dan juga kedua orangtua Anya. Orangtua Anya terlihat marah besar karena keduanya juga ternyata baru mengetahui jika putri mereka saat ini sedang mengandung. Dan keduanya menuduh Panji adalah Ayah dari anak itu. Dengan menahan emosi sejak tadi Panji sudah menjelaskan jika ia tidak pernah berbuat hal seperti itu dengan Anya.

"Harus saya jelasin berapa kali, saya tidak pernah lakukan itu pada Anya" ucap Panji, mengerang frustasi karena sejak tadi kedua orangtua Anya terus mencecarnya untuk mengakui semua perbuatan hang tidak pernah ia lakukan

"Brengsek kamu itu Panji, bisa-bisanya kamu mau lepas tanggung jawab seperti itu!" Ayah Anya berteriak marah sambil menunjuk wajah Panji yang kini duduk bersebelahan dengan Anya.

"Lo jelasin sialan, jangan nangis terus!" Panji berteriak marah kepada Anya yang terlihat masih terisak-isak. Ia sungguh tak terima dengan tuduhan yang Anya beri padanya.

"Saya tidak mau tau, nikahi Anya secepatnya. Bisa-bisanya kamu batalkan perjodohan itu setelah berhasil merusak anak saya. Brengsek kamu Panji"

"Tidak bisa, kenapa saya yang harus bertanggung jawab sedangkan putri Om rusak bukan karena saya!"

"Lo jelasin Anya, lo rusak karena kebodohan lo sendiri" Tak bisa menahannya lagi, Panji mencengkram erat kedua bahu Anya membuat ringisan pelan keluar dari mulut wanita itu.

"A..." Shinta mencoba menegur putranya agar tak berbuat kasar. Sebagai Ibu, Shinta meyakini putranya tak mungkin melakukan itu.

Tapi, Panji yang sudah dikuasai emosi tak mendengarkan teguran sang Ibu. Cengkramannya semakin kencang, bahkan mungkin kukunya sudah melukai kulit Anya. Namun, Paji sudah benar-benar tak perduli meski perbuatannya saat ini sudah masuk dalam tindakan kekerasan.

Keadaan mulai kacau karena Panji berani menyerang Anya, para orangtua mulai bertindak menjauhkan Anya dari Panji. Ayah Anya bahkan sampai melayangkan satu tinjuan pada perut Panji. Saat Anya kini sudah aman dalam dekapan Ibunya, seseorang yang tidak Panji sangka-sangka masuk ke dalam rumah.

"Ngapain lo disini?" Tanya Panji kepada Dendi, wajahnya masih terlihat mengeras menahan marah.

Dendi tak mengatakan apapun tapi lelaki itu menarik Anya berdiri, lalu membawa tubuh Anya yang terlihat memberontak merapat padanya.

"Saya yang akan tanggung jawab, Anya hamil anak saya"

****

Panji masih terdiam, jika wanita lain meminta tanda keseriusan dengan sebuah ikatan pernikahan atau pertunangan sepertinya beda dengan Chilla. Wanita yang ia cintai itu malah meminta untuk dihamili, sungguh Panji tidak bisa menebak isi pikiran wanitanya itu.

"Aku sudah janji sama diri aku sendiri, sayang. Aku enggak akan pernah lakuin itu sebelum kita menikah" jelas Panji, selembut mungkin.

"Ya nikahin gue dululah, bego!" Ucap Chilla sambil memutar bola matanya malas.

Sebuah senyuman yang menurut Chilla terlihat tolol tiba-tiba terbit dari wajah Panji.

"Aku... Aku boleh nikahin kamu?" Tanya Panji, seakan tak percaya dengan apa yang baru ia dengar.

"Gue capek A' gini terus, ya udah kalo lo emang bener-bener serius sama gue sana temuin Papa gue langsung. Minta restu untuk lo nikahin gue"

Panji dibuat tak bisa berkata-kata, ia benar-benar tak menyangka bukan kalimat umpatan yang keluar dari mulut Chilla. Dengan kata lain ucapan Chilla tadi bermaksud jika Chilla mau menerimanya kembali.

"Tapi, si Anying itu bener bukan hamil anak, lo?" Tanya Chilla.

"Aku berani sumpah bahkan satu-satunya perempuan yang beranu aku cium itu kamu"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Trust Fund BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang