Sembilan

2.5K 189 16
                                    

****

Beberapa waktu terakhir ini kedekatan yang Chilla dan Zidan jalin sudah layaknya sepasang kekasih saja. Kemana-mana mereka selalu bersama, komunikasi mereka juga selalu intens terjadi setiap harinya. Zidan juga jadi kembali sering mengantar jemput Chilla bekerja.

"Ayo pulang" ajak Chilla pada Zidan. Dua hari terakhir Zidan pergi ke luar kota untuk menghadiri acara pernikahan temannya, Chilla juga sebenarnya diajak tapi sayangnya ada beberapa pasien yang sudah membuat janji temu dengannya. Dan tadi dari bandara Zidan langsung pergi ke rumah sakit untuk menemui Chilla.

"Duduk dulu" Chilla menurut, ia berjalan mendekati Zidan yang duduk di sofa ruangannya. Mereka kini duduk saling berhadapan.

"Lo bener gak mau balikan sama Panji?" Tanya Zidan membuat Chilla langsung mendengus tak suka atas pertanyaan yang baru saja keluar dari mulut Zidan.

"Enggak" balas Chilla langsung.

Sejujurnya ada saat-saat tertentu Chilla masih saja memikirkan lelaki itu, karena 3 tahun bukan waktu sebentar. Banyak kenangan indah yang sudah dilalui keduanya. Di beberapa kesempatan juga Chilla terkadang hampir luluh atas perhatian-perhatian yang Panji berikan. Tapi, rasa sakit yang ia rasakan juga sama besarnya. Chilla yakin perlahan-lahan ia pasti akan bisa melupakan Panji seutuhnya.

"Gue mau jujur sama lo" Entah kenapa jantung Chilla dibuat berdebar tidak karuan mendengar Zidan mengucapkan itu. Debaran aneh ini lebih ke arah gelisah, ia takut kejujuran yang Zidan maksud adalah lelaki itu menaruh perasaan lebih padanya. Karena ia masih belum memahami perasaanya sendiri, sebenarnya apa dan siapa yang ia mau.

"Sorry, sebelum semuanya terlalu jauh, gue harus jujur sama lo"

"Selama beberapa bulan ini gue sebenarnya cuma manfaatin kedekatan kita" Chilla mengernyitkan dahinya heran. Belum mengerti kemana arah pembicaraan Zidan

"Maksudnya?" Alis Chilla sampai bertaut penasaran.

"Gue gak normal, Ci. Bahkan wanita sesempurna lo aja enggak bisa buat gue jatuh hati" jelas Zidan. Chilla sempat mematung beberapa saat, mencoba mencerna maksud dari ucapan Zidan.

"Lo...?" Chilla tak yakin untuk melanjutkan ucapannya, tapi melihat anggukan kepala yang Zidan berikan, seketika mata Chilla membola tak percaya. Tidak mungkin Zidan seperti yang saat ini ia pikirkan bukan?

"Sudah hampir lima tahun gue terjebak dalam hubungan terlarang itu, alasan gue pindah kesini karena gue mau berhenti. Gue juga mau sembuh, gue mau normal kaya lelaki lain" ujar Zidan, ia memalingkan wajahnya tak mau menatap Chilla. Karena sesungguhnya ia malu mengakui semuanya kepada Chilla.

"Enggak sulit buat gue merasa nyaman sama lo. Gue sayang sama lo, Ci. Tapi, rasa sayang yang gue rasakan untuk lo itu beda" Meski sudah berusaha nyatanya rasa sayang untuk Chilla hanya sebatas sayang dari kakak kepada adik, karena kebetulan Zidan mempunyai seorang adik yang tingkahnya mirip dengan Chilla.

Melihat Zidan yang terus menunduk Chilla semakin merapat, lalu memegang kedua bahu Zidan yang kini terkulai lemah agar mereka berhadapan.

"Lo pasti bisa, gue yakin lo pasti akan ketemu sama perempuan yang bisa buat lo jatuh cinta"

Ini untuk pertama kalinya bagi Chilla melihat Zidan yang selalu tampak ceria kini terlihat muram.

Kini berbalik, biasanya Zidan yang memberikan dadanya untuk Chilla bersandar sekarang lelaki itu yang sedang dengan nyaman menebggelamkan wajahnya di bahu Chilla sambil memeluk pinggang wanita itu. Chilla sendiri balas memeluk Zidan, mengusap naik turun punggung Zidan mencoba memerikan ketenangan untuk lelaki itu. Pasti berat untuk Zidan mau mengakui semuanya.

Trust Fund BabyWhere stories live. Discover now