Dua Belas

2.2K 146 13
                                    


Tadi saat para lelaki mandi Chilla pergi ke rumah Panji untuk bicara pada Tante Shinta jika malam ini ia menginap di rumah Tante Tana. Sekaligus mengambil makan malam yang sudah Shinta siapkan untuk mereka.

Setelah makan Chilla langsung masuk ke dalam kamar untuk mengistirahatkan tubuhnya yang sudah benar-benar kelelahan. Tapi, Chilla tak bisa langsung tidur karena tak berhenti mendengar suara bersin dan batuk dari Panji.

Chilla memutuskan bangkit, lalu menyusul Panji keluar. Terlihat lekaki itu berbaring di atas sofa, terlihat tidak nyaman karena sofa itu tak bisa menampung tubuh besar Panji.

Kamar di rumah ini yang bisa digunakam hanya 2, satu dipakai Chilla yang satunya lagi untuk Zidan. Karena Chilla tak mengizinkan Panji tidur bersama Zidan jadi Panji tidur di ruang depan.

Chilla bersimpuh di bawa sofa, menatap wajah pucat Panji, hidung lelaki itu terlihat memerah.

"A..." Chilla menggoyangkan sedikit tubuh Panji, mencoba membangunkan lelaki itu, sampai tak lama akhirnya mata Panji perlahan terbuka.

"Pindah ke kamar!" Meski masih sedikit linglung, Panji menuruti perintah Chilla.

Awalnya Panji berjalan ke kamar yang ditempati Zidan, tapi Chilla malah membelokan langkahnya. Entah apa yang ada dalam pikiran Chilla tapi wanita itu mengajak Panji berbaring di kasur yang sama dengannya.

Kini mereka berbaring miring berhadapan, padahal sebelumnya mata keduanya sudah sama-sama berat ingin segera beristirahat tapi kini yang mereka lakukan malah saling bertatapan satu sama lain. Entah apa yang ada di dalam pikiran merek masing-masing.

"Mau peluk!" Pinta Panji, yang Chilla turuti. Chilla tak menolak saat tangan lelaki itu kini melingkari pinggangnya, wajah Panji juga sekarang tenggelam di dada Chilla.

Hembusan nafas hangat Panji yang menerpa dadanya meski masih terhalang pakaian membuat tubuh Chilla meremang. Apalagi saat Chilla merasa Panji seperti sengaja menekan wajah agar semakin tenggelam di dadanya. Panji terpesona melihat dua benda kenyal milik Chilla yang mengintip malu-malu dari sela kancing piyama yang Chilla pakai.

"Panji..." Chilla protes saat tangan lelaki itu mencoba membuka kancing piyamanya, hingga kedua benda kenyal itu terpampang
di depan mata menggoda Panji untuk
segera menikmatinya. Tapi, protesan itu hanya terdengar dari mulut, selanjutnya Chilla diam saat Panji kembali menenggelamkan wajahnya di dadanya yang tak terlapisi apapun, Chilla memang melepas bra yang ia pakai sebelum ia tidur tadi.

Disuguhi sesuatu yang mengugah imannya, Panji tak tinggal diam. Bibir lalaki itu perlahan memberikan kecupan-kecupan kecil di permukaan dada Chilla. Panji membenamkan wajahnya diantara belahan dadan Chilla dan menghirup aroma Chilla yang khas.

Panji menjilati payudara pinggiran
Chilla, menyentil putingnya
dengan ujung lidahnya hingga
membuat Chilla bergerak gelisah belum lagi remasan tangan Panji dipayudara yang satunya membuat Chilla semakin blingsatan tak karuan.

"Panji...ahh lepash..." ucapan Chilla tak berhenti memacu semangat Panji untuk mengerjai kedua benda kenyal yang terasa lebih besar dari terakhir kali ia lihat.

"Cantik!" Puji Panji
memandangi keduanya hingga
membuat wajah Chilla merah merona
belum lagi hembusan nafas Panji
membuat tubuh Chilla meremang.
Setelah puas bermain dengan
lidahnya, Panji akhirnya melahap
payudara Chilla hingga membuat dada wanita itu semakin membusung.

"Aahhh... A... Panji...ahhh..." Chilla yang mulai menikmati hisapan mulut Panji pada kedua dadanya, tak bisa berhenti untuk mengerang. Panji terus menyusu dengan lahap seolah dengan itu ia bisa memuaskan semua dahaganya. Sudah sejak mengetahui jika Chilla mengoperasi dadanya, Panji ingin melakuka ini pada dada Chilla.

Panji semakin bersemangat menikmati dada Chilla dan tak lupa
meninggalkan tanda merah disana.
Suasana dingin dan juga hasrat yang sudah keduanya pendam lama membuat gejolak gairah antara keduanya semakin terasa.

Chilla masih terus merintih dan mendesah, apalagi saat tangan Panji bergerak turun melewati karet celana yang ia pakai, mengelus intinya yang masih terbungkus celana dalam.

"Udah basah belum, yang?" Bisik Panji, tangan lelaki itu bergerak menggosok inti Chilla yang masih tertutup celana dalam tipis.

Nafas Chilla memburu, apalagi saat mrasakan jari Panji menekan intinya lalu membuat gerakan naik turun. Gesekan jari Panji meski terhalang kain tipis sudah sukses membuat erangan Chilla terdengar kencang.

"Ahh... Aa...Eung..." Menggunakan kedua tangannya Chilla menarik wajah Panji mendekat, mengajak bibir lelaki itu untuk beradu.

"Iyahh...terus A" Menuruti ucapan Chilla, gerakan jari Panji semakin terasa cepat dan liar dibawah sana.

"Aku--- akh..." Tubuh Chilla bergetar hebat saat pelepasannya tiba. Chilla tak bisa menahan jeritannya, apalagi gerakan jari Panji yang menggesek intinya masih belum berhenti. Panji baru menarik jarinya keluar saat tubuh Chilla sudah berhenti bergetar.

"Aku sayang kamu, Ci" bisik Panji
sebelum meraih bibir ranum Chilla lalu melumatnya dalam.
Panji tersenyum kecil di balik ciuman
mereka saat merasakan Chilla membalas ciumannya tak kalah liarnya. Tangannya bergerak naik untuk kembali menyentuh dada Chilla yang kini dipenuhi bekas cumbuannya.

Masih sambil berciuman, Chilla mencoba menyentuh pangkal paha Panji yang terlihat menggembung. Namun, dengan tiba-tiba lelaki itu menggulingkan tubuhnya ke samping. Chilla menatap Panji dengan penuh tanya.

"Jangan, aku enggak mau kebablasan. Untuk yang satu itu kita lakukan nanti setelah menikah" ujar Panji, dengan suara serak menahan gairah. Mendengarnya Chilla mencibir pelan, tiga tahun berpacaran ia sudah seperti perempuan murahan, Panji sudah tahu tubuhnya luar dalam tapi Panji tak pernah mengizinkan Chilla untuk melihat tubuh lelaki itu lebih jauh.

"Kaya gue mau aja nikah sama lo" desis Chilla sinis. Tangan Chilla bergerak kembali mengancingkan tiga kancing piyamanya yang tadi sempat Panji buka. Ia akan kembali tertidur sebelum suara Panji menahannya.

"Ganti dulu celananya, Ci" Tapi Chilla hanya diam, tak mendengarkan perintah Panji.

"Males!"

"Mau ganti sendiri atau aku yang gantiin?" Lagi-lagi Chilla hanya diam, tak mendengarkan ucapan Panji. Matanya tiba-tiba terasa sangat berat.

Sambil menahan sakit di pangkal pahanya, Panji berjalan menuju koper Chilla yang ada di pojok ruangan. Dibukanya koper tersebut lalu ia ambil satu celana dalam yang terlihat paling nyaman untuk dipakai tidur.

Selanjutnya Panji kembali berjalan mendekati Chilla, tanpa aba-aba ia menarik turun celana sekaligus celana dalam yang Chilla pakai. Bisa Panji lihat celana dalam perempuan itu sudah sangat basah karena cairannya sendiri.

Panji meraih tisu, membersihkan milik Chilla yang terlihat mengkilap. Sebisa mungkin ia menahan wajahnya untuk tak mendekat pada inti Chilla yang terlihat sangat menggiurkan untuk ia coba. Panji memilih melakukannya dengan cepat, setelah mengganti celana dalam Chilla dengan yang baru lalu kembali memasangkan celananya, Panji ikut berbaring di sebelah Chilla. Ia bawa tubuh wanita itu dalam dekapannya dan ikut memejamkan mata. Secara ajaib pusing dan flu yang tadi ia rasakan sudah sedikit reda karena ada Chilla disampingnya.

****

Trust Fund BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang