Petaka (Romance Action)

49 14 9
                                    

#unbkwga
#wgaexam
#quest_1

"Sayang, aku ikut, ya." Haedar memohon kepada Jenar agar dibolehkan untuk pergi bersamanya.

"Kita udah sepakat, kan, Yang? Kali ini aku mau me time. Kita bisa liburan bareng keluarga sambil foto prewed satu bulan lagi. Plis, Ayang jangan kayak anak kecil, dong." Jenar menjelaskan agar calon suaminya itu berhenti merengek seperti bocah yang mendamba balon.

Meski berat, Haedar tetap mengantar Jenar sampai ke ruang tunggu bandara. Keduanya menunggu waktu di kafe yang berada di bandara. Tiga puluh menit sebelum pesawat berangkat, Jenar baru diizinkan untuk check in oleh Haedar. Laki-laki berperawakan gagah tersebut memang se-posesif itu untuk urusan keselamatan Jenar.

Mata Haedar masih seperti puppy eyes. Dia sangat berharap, bisa mendapat kesempatan untuk menyusul Jenar dengan penerbangan berikutnya.

"Jangan bilang kalau Ayang mau nyusulin aku dengan pesawat lain," terka Jenar seraya memicingkan matanya.

Haedar tercengang karena Jenar seperti bisa membaca pikirannya. Bukan sekali atau dua kali Jenar bisa tahu isi kepalanya. Dia berhasil menebak hampir setiap ide di kepala Haedar. Laki-laki yang memakai kaus hitam dan celana panjang berwarna abu-abu itu hanya mengalihkan pandang, tak mau menatap mata Jenar.

"Kalau sampai Ayang beneran nyusulin aku ke Yogya, lebih baik kita gak usah foto prewed seperti yang Ayang inginkan." Jenar mengancam. Dia memanfaatkan impian Haedar untuk mematahkan niat laki-laki itu.

Kepala Haedar menoleh, menatap Jenar. Dia tahu jika peringatan dari kekasihnya ini tidak main-main. "Oke, oke. Aku gak akan lakuin itu, kok, Sayang. Plis jangan batalin prewed-nya, ya."

Jenar dikenal sebagai gadis yang nekat, lebih tepatnya jika dia sudah bertekad, apapun halangannya akan dia hadapi.

Di tempat yang sama, ada seorang pria yang curi-curi pandang dengan Jenar dan Haedar. Sambil menikmati secangkir kopi yang dipesan di kafe bandara, dia mencatat pengeluarannya sampai satu bulan ke depan. Banyak yang harus dia bayar untuk tagihan atas namanya, tetapi bukan dia yang meminjam.

Pria itu bagai tersihir oleh penampilan Jenar yang menarik sehingga dia berkali-kali melihat kekasih Haedar itu walau hanya dalam hitungan detik. "Cantik," ujar pria itu saat pertama melihat Jenar memasuki kafe sepuluh menit yang lalu.

Walaupun pikiran pria itu tengah kusut, wajah Jenar mampu mengembalikan keceriaannya. Sampai akhirnya muncul ide di kepala si pria. Dia hanya perlu membuntuti Jenar dan menunggu saat dia lengah. Apalagi dia dan Jenar memiliki kesamaan.

~ o0o ~

Jenar lega. Me time yang dia rancang sejak setahun terakhir akan segera dia nikmati. Kepenatan kerja yang dirasakan Jenar serasa worth it dengan liburan tiga hari dua malam di kota Yogyakarta.

Jenar menunggu taksi bandara yang kosong. Sudah dua taksi yang dia hentikan malah diserobot oleh orang lain. Ketika taksi berikutnya berhenti di depan Jenar, dia langsung masuk ke kendaraan berargo itu. Tanpa disangka, seorang pria membuka pintu lain di kursi penumpang.

Jenar mengernyitkan dahinya saat melihat pria yang tidak dikenalnya. "Kamu ...."

Pria itu menggerakkan kepalanya ke bawah. Dia mengisyaratkan agar Jenar melihat ke arah yang ditunjukkan.

Jantung Jenar bertalu. Dia melihat tangannya ditutupi jaket dengan moncong mirip senapan yang biasa dipakai polisi. Jenar takut setengah mati. "Oh, Tuhan. Apa ini azab karena melarang calon suami ikut?" tanya Jenar dalam hati.

"Maaf, Mbak. Tujuannya ke mana?" sela si sopir taksi yang memecah kegelisahan Jenar.

"Ki-kita ke ...."

"Hotel Samudra," potong pria misterius yang memakai topi tersebut. Dia adalah pria yang menguntit Jenar sejak di bandara Jakarta.

"Siap, Mas."

Telunjuk tangan kirinya diletakkan di bibir, dia ingin Jenar diam. Pria yang hanya membawa tas ransel itu tiba-tiba merampas shoulder bag milik Jenar. Tas yang terbuat dari kulit imitasi itu diletakkan di atas paha Jenar.

Keributan jelas terjadi di bangku pengemudi hingga membuat sopir taksi itu curiga. "Ada apa, Mbak?" Sopir itu melihat spion tengah untuk memenuhi keingintahuannya.

"Gak ada apa-apa, Pak. Jangan kepo," sinis si pria. "Jangan lihat-lihat ke belakang." Dia melanjutkan dengan memberi peringatan.

Pria itu mendekatkan benda bermoncong ke lengan Jenar. Matanya melotot agar Jenar diam. Kemudian dia merogoh tas Jenar untuk mencari benda berharga agar bisa dia rampas.

Jenar membungkam mulut dengan tangannya. Air matanya mengucur ketika melihat uang untuk jatah liburannya beralih tempat. Banyak ketakutan yang berpadu di kepala Jenar.

Usai memindah semuanya, pria itu berkata kepada sopir taksi, "Pak, saya turun di halte bus depan."

"Iya, Mas." Sopir taksi mematuhi perintah penumpangnya. Sebelum memberhentikan mobil sedan biru itu, dia melihat Jenar dalam hitungan detik. Kecurigaannya kian menumpuk, ada yang tidak beres.

"Pak, argo taksinya biar pacar saya yang bayar," ujar si Pria sambil membuka pintu.

Jenar tak kalah cepat. Dia juga keluar dan berteriak, "Maliiing!"

Suara lengkingan Jenar menyita perhatian orang-orang yang berada di sekitar taksi. Khususnya orang yang berada di halte, tak terkecuali kernet bus Transjogja yang rencananya akan dinaiki oleh si Pria.

Pria itu bereaksi dan berlari sekuat tenaga setelah Jenar memanggilnya maling. Tanpa diberitahu, orang-orang yang bersimpati dengan Jenar berusaha menangkap pria tersebut.

~ o0o ~






GalauWhere stories live. Discover now