Retak

7 3 0
                                    


#wgaexam

#unbkwga

#quest_9

Haedar memeriksa cermin yang tiba-tiba retak di bangunan yang sedang dia mandori saat ini. Sudah beberapa kali kejadian janggal terjadi selama pembangunan rumah tiga lantai tersebut berlangsung.

Kabarnya tanah yang dibangun adalah bekas kuburan. Namun, semua mayat telah dipindahkan ke tanah pemakaman yang baru.
"Aneh banget. Siang bolong masih aja beraksi," keluh Haedar. Laki-laki bertubuh tegap yang memakai helm proyek berwarna biru tersebut menghela napas. Dia memanggil salah satu tukang yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Bang, nanti ganti cermin ini, ya. Minggu depan pemilik rumah mau datang ke sini. Nanti mereka tambah ngomel kalau ada kesalahan kayak gini."

"Siap, Mas Mandor," sahut tukang tersebut mengangguk-angguk.

Haedar benar-benar tak habis pikir. Setiap kamis malam, dia selalu mengadakan pengajian rutin setelah magrib di bangunan tersebut, tetapi masih saja 'mereka' usil. Hal itu dilakukannya atas arahan dari ibunya yang percaya dengan kehadiran makhluk tak kasatmata di sekitar manusia.

Meski harus bersusah payah mengadakan pengajian dengan mengundang beberapa penduduk sekitar, tak menggoyahkan niat Haedar untuk terus membangun rumah sampai berdiri tegak sesuai keinginan kliennya.

Salah seorang tukang lainnya menghampiri Haedar. "Mas Mandor, apa gak sebaiknya di rumah ini gak usah dikasih cermin. Kayaknya 'mereka' gak suka dengan keberadaan cermin. Coba Mas Mandor ingat-ingat sudah berapa kali kita ganti cermin terus akhirnya retak."

"Iya, juga, ya." Haedar mengingat-ingat peristiwa yang sudah terjadi. Tiap mereka memasang cermin untuk dipasang di salah satu dinding rumah, selalu saja bermasalah.

"Nah, Mas Mandor juga merasa gak wajar, kan?"

"Iya, Pak. Ya udah, deh. Nanti saya sampaikan ke pemilik rumah biar mereka tahu kondisinya dan saya akan cari alternatif desain."

Tak lupa Haedar mengucapkan terima kasih setelah menerima masukan yang menurutnya sangat berharga. Jika tidak ada yang mengingatkan, tentu langkahnya tak bisa semulus sekarang. Setiap ada kejadian di luar nalar, para tukang—yang usianya lebih tua dari Haedar—memberinya nasihat. Dengan arahan tersebut, dia tak salah membuat keputusan dan 'mereka' jarang mengganggu.

Ponsel milik Haedar berdering, suara yang memekik itu membuatnya sedikit terkejut. Dia melihat nama penelepon di layar persegi panjang tersebut. "Dia ngapain, sih, nelpon mulu," sungut Haedar yang tak nyaman mendapat telepon dari mantan kekasihnya sebelum Jenar.

Haedar menolak panggilan tersebut kemudian melanjutkan aktivitasnya lagi. Tak berselang lama, telepon genggam tersebut berbunyi lagi. Haedar yang merasa risih, terpaksa menjawab panggilan tersebut.

"Ada apa?" Tanpa memberi salam, Haedar malah berkata to the point.

Terdengar isakan dari ujung telepon. Haedar yang tidak sabaran mengulang pertanyaan sambil melayangkan ancaman. "Ada apa? Aku banyak kerjaan, gak usah pake buang-buang waktu gini."

"Mbeb, gue hamil."

~ o0o ~


GalauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang