From Apes to Happiness

15 4 3
                                    


#wgaexam

#unbkwga

#quest_3

Setelah menginjakkan kaki di Yogyakarta, Jenar mendapat musibah. Dompet yang berisi atm, kartu tanda penduduknya, termasuk uang sakunya raib diambil pencuri. Nahasnya, pencuri tersebut tidak bisa ditangkap oleh massa. Mereka kehilangan jejak.

Tentu saja Jenar meraung di pinggir jalan. Sampai sopir taksi yang tadi membawa Jenar bersimpati kepadanya dan bersedia mengantar ke hotel yang sudah di-booking oleh gadis itu. Entah berapa banyak air mata yang telah mengucur meratapi nasib buruknya selama perjalanan menuju ke hotel padahal dia hanya ingin bersenang-senang, eh, malah mendapat apes bukan happiness.

Ketika sampai di hotel, Jenar dibantu sopir taksi untuk check-in, bukannya dia tidak bisa, tetapi bapak itu yang menawarkan diri untuk membantu Jenar dan bersedia menjadi saksi agar pihak hotel percaya. Gadis berusia 24 tahun tersebut hanya mengandalkan bukti pembayaran yang tersimpan di ponselnya. Tanpa KTP, bukti itu kurang kuat.

Gadis yang memakai kaus dan riasan yang berantakan itu beruntung, bisa tetap menginap meski dia hanya berdiam di hotel tanpa bisa jalan-jalan. Jenar tidak memakai jasa tour travel karena ingin menjadi backpacker. Sejumlah list tempat rekreasi telah dia tulis, tetapi Jenar tidak mempunyai side plan dan sungguh kejadian buruk tadi tidak dia duga.

~ o0o ~

Seorang bellboy mengantar Jenar ke kamar yang sudah dipesannya satu bulan yang lalu. Dia sudah lama merencanakan liburan, tetapi bukan seperti ini ending-nya.

"Selamat berlibur, Kak. Semoga bisa membuat hari Kakak menyenangkan," hibur si Bellboy.

Jenar memaksakan senyumnya, lalu berkata, "Terima kasih, Mas."

Jenar masuk dengan cepat dan memastikan jika dia benar-benar sendiri. Dia trauma dengan kehadiran tiba-tiba seperti yang dilakukan pencuri saat berada di taksi. Jenar harus waspada agar tidak terulang kedua kalinya.

Usai menaruh barang bawaannya ke dekat lemari, Jenar merebahkan badannya. Tidak mungkin dia mengadu ke Haidar, calon suami sekaligus kekasihnya. Bisa-bisa, laki-laki itu akan menjemput Jenar dan waktu me time-nya malah berantakan. Biarlah kepahitan ini dia telan sendiri agar orang tuanya tidak panik.

Dalam kepala Jenar muncul ide, dia akan memberitahu Haidar saat hari terakhir di Yogya. Sampai waktu itu tiba, Jenar akan memasang topeng di wajahnya seolah-olah tidak terjadi sesuatu.

~ o0o ~

Jenar berjalan-jalan pada malam untuk membeli makan malam. Cacing-cacing di perutnya meronta untuk diberi makan. Tuhan masih baik kepadanya, ponsel yang berisi beraneka dompet digital serta aplikasi untuk transaksi bank secara online tidak ikut diambil oleh maling. Hanya dengan benda tersebut, Jenar bisa melanjutkan rencananya.

Jenar sampai di warung yang tengah viral di sosial media. Dia memesan makanan sekaligus minuman dan duduk menghadap di tempat yang dia incar sejak tiba di tempat makan tersebut.

Sambil menikmati menu yang dipesannya, Jenar melihat lukisan yang menempel di dinding. Dia berada tepat di pandangan Jenar. Kemudian bahu Jenar sedikit berjingkat ketika mendengar suara lelaki mengajaknya bicara.

"Suka sama lukisannya, Mbak? Dari tadi saya perhatikan, liat itu terus," ujar lelaki yang memakai hoodie biru langit dan celana jeans tersebut.

"Eh, iya." Jenar menjawab dengan datar karena jantungnya masih deg-degan.

"Maaf, maaf. Saya buat Mbak kaget, ya."

Jenar tak memedulikan perkataan lelaki itu. Dia melanjutkan makan dan ingin segera pergi dari warung.

"Saya, kan, sudah minta maaf. Mbaknya, kok, malah jutek. Keliatan gak ramah gitu."

Gadis yang memakai sandal jepit itu tak menanggapi ocehan lelaki yang duduk di sebelahnya. Jenar malah melihat ke sekeliling, ternyata tempat duduk sudah penuh, makanya lelaki itu berada di sampingnya.

"Mbak, celingak-celinguk cari siapa? Kenalin, saya Coro."

"Hah." Jenar menajamkan pendengarannya ketika lelaki itu mengulangi untuk menyebut namanya kedua kali. Dia memang tidak salah dengar, namanya Coro, sungguh unik.

Meski Jenar tak memperkenalkan balik dirinya, Coro atau nama lengkapnya Kuncoro menjadi teman mengobrol yang asyik.

"Mbak, suka lukisan itu karena apa?"

"Hem, apa, ya. Saya suka karena warnanya eye catching dan kayaknya lukisan itu menggambarkan latar dari raja-raja."

"Kok bisa sampai ke raja?"

"Ya, karena ada siluet orang yang berada di balkon yang menggambarkan raja yang sedang berkuasa."

"Wah, dari sekian banyak orang yang saya aja omong, cuma Mbak yang bilang begitu, nyambung dengan pemikiran saya."

"Ah, masa, sih." Jenar mulai memasang benteng pertahanan. Dia mengalami krisis kepercayaan, terlebih lagi lelaki ini baru mengajaknya berkenalan. Jangan-jangan setiap orang atau calon mangsa yang dia temui selalu mendapat ucapan yang sama.

"Iya. Saya ini aslinya keturunan Sri Sultan, makanya sudut pandang saya tentang lukisan itu sepaham dengan Mbak. Padahal di keraton itu ndak ada balkon kayak gitu. Kalau pendopo, banyak."

Jenar sempat mengerutkan keningnya kemudian tergelak. "Dia lucu juga," batin Jenar.

"Mbak ini diajak omong serius malah tertawa. Saya beneran keturunan Sri Sultan. Cuma nenek buyut saya ndak beruntung karena ndak diangkat jadi putra mahkota."

"Terus kalau keturunan Sri Sultan, ngapain kamu makan di warung kayak gini? Kenapa bisa bebas berkeliaran enggak dijaga ketat?" Jenar memberondong dengan banyak pertanyaan.

"Tadi, kan, saya udah bilang. Nenek buyut saya, Gusti Kanjeng Ratu Kencono kurang beruntung karena putranya ndak mendapat takhta berikutnya. Jadi, kalau keturunan jauh dari Sri Sultan, ya, ndak mendapat pengawalan ketat. Apalagi saya suka sama warung ini karena ada lukisan itu." Kuncoro memberi penjelasan panjang lebar kepada Jenar.

"Oh, gitu." Jenar manggut-manggut. Dia tak begitu tertarik dengan silsilah Kuncoro karena omongan lelaki itu Jenar anggap sebagai bualan. Jenar tak mau menggali lebih dalam tentang bukti kesultanannya.

Tak berselang lama, seseorang menginterupsi obrolan antara Kuncoro dan Jenar. Dia datang dari arah Kuncoro.

"Kamu Jenar, kan?"

Ketika mendengar namanya disebut, Jenar menoleh ke sumber suara dengan spontan. Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini, setelah bertemu dengan keturunan sultan, malah gantian berjumpa dengan 'sultan' dari masa lalunya.

~ o0o ~

GalauWhere stories live. Discover now