Misterius

12 4 0
                                    

#wgaexam

#unbkwga

#quest_4

Meski sudah lama tidak bertemu dengan Gery—lelaki yang ditemuinya di warung makan—Jenar mau saja diajak ke tempat tinggal yang disewa olehnya. Gadis yang tingginya 160 cm itu percaya jika lelaki di sampingnya ini tidak akan berbuat hal yang membahayakan nyawanya sehingga dia menurut. Terlebih lagi pria yang jarang berambut cepak itu berbisik jika ini tentang pekerjaannya.

Jenar mengambil kesempatan ini supaya Gery akan membantunya untuk mengurus administrasi tentang dompetnya yang hilang.

Jenar tidak banyak tanya walaupun sedari tadi dia melewati jalanan sepi dan mampu membuat bulu kuduknya merinding. Setelah setengah jam berkendara, Jenar memasuki rumah mungil yang hanya mempunyai satu kamar tidur saja. Letaknya di pedesaan yang masih jarang penduduknya, bahkan Gery tak punya tetangga yang berada di sekitar rumah. Jarak terdekat hanya 50 meter dari rumah kecil itu baru ada rumah yang dihuni oleh sepasang kakek dan nenek.

"Kamu sudah lama di sini?" tanya Gery, mantan terindah Jenar.

"Enggak. Baru tadi siang sampai." Jenar menjawab dengan datar.

"Masuklah," ajak Gery kepada Jenar setelah membuka pintu rumahnya.

Setelah pintu terbuka, tidak ada sofa atau tempat duduk yang nyaman untuk tamu. Hanya ada tikar dan bantal. Perabotan rumah, peralatan memasak, makan pun seadanya. Hunian Gery lebih mirip pengungsian dari pada rumah seorang sultan.

Walaupun berasal dari keluarga kaya, Gery mencintai pekerjaannya. Dia rela bersusah-susah agar kasus yang ditanganinya terpecahkan. Lelaki yang memelihara kumis itu tidak mau berpangku tangan dan menikmati kekayaan keluarga yang diwariskan dari leluhurnya. Gery ingin merasakan jerih payah dari kerja kerasnya.

Jenar benar-benar tidak menyangka jika anak konglomerat seperti Gery mau hidup sederhana bin kekurangan di rumah yang kecil dan kumuh begini. Tentu Jenar kaget, tetapi akhirnya keinginannya dulu baru terkabul sekarang. Ketika keduanya masih berpacaran, Jenar pernah memohon untuk memperlihatkan cara kerja Gery. Tentu itu hal yang sulit Gery kabulkan apalagi dia masih terbilang baru ditempatkan di bagian Sat-Intelkam.

"Duduklah di mana pun kamu mau." Gery mempersilakan tamu istimewanya. Kemudian masuk ke ruang tengah.

Jenar duduk di atas tikar dan menyilakan kakinya. "Kamu lagi ngerjain kasus apa?"

"Sebelum aku jawab, aku harap kamu mau bantu aku dalam kasus ini?" pinta Gery yang keluar sambil membawa air kemasan dalam gelas lalu memberikannya kepada Jenar. "Maaf, di sini hanya ada ini."

Jenar memasukkan helaian rambutnya ke belakang telinga kemudian berujar, "Aku bisa bantu apa?"

"Oke, sini ikut aku ke kamar, eh, ke dalam." Gery buru-buru mengganti ucapannya karena terdengar tidak sopan.

Jenar sekali lagi percaya dengan Gery. Dia mau saja dibawa ke kamar yang lebih mirip ruang penyelidikan. Di tembok terdapat kaca besar yang tertempel foto serta keterangan dari gambar tersebut.

"Bukannya ini laki-laki yang ada di warung makan tadi. Dia yang ngajak aku ngobrol," ungkap Jenar spontan.

Gery menjentikkan jarinya. "Tepat sekali. Dia salah satu target penyelidikanku. Pertanyaan pertama, dari mana kamu mengenal Kuncoro?"

"Waktu di warung makan itu. Dia tiba-tiba nyamperin aku terus duduk di sebelah." Jenar menjawab dengan jujur. Jauh di lubuk hatinya, rasa penasaran mulai menggerogoti. "Memangnya kenapa?" balas Jenar dengan balik bertanya.

"Kalian ngobrolin apa aja?" selidik Gery yang mengajukan pertanyaan kedua tanpa sadari Jenar.

"Jawab dulu, kenapa dengan Kuncoro baru aku akan jawab pertanyaan kamu."

Gery mengamati gambar dan beberapa potongan berita di koran yang turut menempel di kaca. Dia sedang mencari koneksi hubungan antara mantan pacarnya yang terakhir dengan Kuncoro, salah satu anak buah dari tersangka pembunuhan berantai. "Jawabanku tergantung dengan jawaban yang kamu berikan."

"Aku paling benci sama kamu yang begini, penuh misteri." Jenar menghela napas kemudian melanjutkan, "Dia ngaku kalau berasal dari keturunan Sri Sultan, tapi leluhurnya enggak dijadikan putra mahkota."

"Yakin cuma itu aja. Aku tadi perhatikan kamu cukup lama ngobrol sama dia."

"Oh, itu aku sama dia cuma ngobrol masalah lukisan merah yang tergantung di dinding warung makan. Kayaknya dia tertarik sama seni makanya nyambung waktu ngobrol sama aku." Jenar menyampaikan fakta kepada Gery.

"Syukurlah kalau hanya sebatas itu. Sepertinya dia ke sana bukan untuk menjebak mangsa, hanya sekadar butuh udara segar." Gery menyampaikan kesimpulan yang tidak membuat Jenar cemas. Namun, Gery harus ekstra melindungi Jenar agar tidak berada dalam keadaan bahaya.

"Plis, Ger, sebenarnya ada apa? Jangan buat aku penasaran, dong," rengek Jenar.

Gery mengajak Jenar keluar dari ruangan dan menyuruhnya duduk di atas tikar lalu dia menusukkan sedotan di air minum kemasan gelas yang tertutup. Hal itu dilakukan agar mantan kekasihnya bisa minum dengan mudah. "Seperti yang aku bilang di awal. Dia adalah anak buah dari tersangka pembunuhan berantai yang sudah diincar polisi sejak lama, tapi sepertinya kamu bukan target berikutnya."

~ o0o ~

GalauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang