23. Kalau yakin, harus berani

9.5K 887 16
                                    

🍀🍀🍀

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍀
🍀
🍀

Fadil dan Ida makan dengan tenang namun tetap lahap, sepertinya mereka berdua memang benar-benar lapar. Setelah selesai mereka meneruskan perjalanan dalam diam, sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Ida bukan orang naif, ia sadar Fadil sedang mendekatinya namun yang membuat Ida masih ragu adalah apakah pemuda itu serius suka atau hanya sekedar penasaran, masa remaja penuh dengan keingintahuan dan ingin merasakan berbagai pengalaman. Dirinya tak ingin menjadi salah satu bahan percobaan hal itu hanya akan membuang buang waktunya saja.

Motor berbelok masuk ke gang dimana rumah Ida berada membuat kebisuan mereka berakhir.

"Kau tau rumahku.? Tanya Ida heran

"Aku tanya sama Pak Dullah tadi."

Motor berhenti tepat di depan rumah tak berpagar dimana sepasang suami istri tampak sedang duduk di sebuah bangku kayu panjang seperti sedang menunggu. Mereka sontak berdiri saat melihat putri mereka turun dari motor bersama seorang pemuda.

"Assalamu alaikum Pak Bu." Fadil mendahului langkah Ida untuk menyalim tangan kedua orang tua di hadapannya.

Bukan hanya Ida yang terkejut, Bapak dan ibunya juga sama tapi mereka tetap memberikan tangan kepada Fadil.

"Nama saya Fadil, saya satu sekolah dengan Putri Bapak dan Ibu. Maaf kalau saya tidak meminta izin dan membawa Farida ikut bersama saya, tolong jangan marah karena mungkin kedepannya saya akan melakukan hal yang sama, jadi saya dengan segala hormat memohon ijin kepada Bapak dan Ibu."

Ida melongo tak percaya dengan apa yang dikatakan Fadil barusan, pemuda ini benar-benar berani  bahkan mereka semua masih berdiri di depan rumah. Untung Bapaknya bukan orang galak, dan hanya berdahem untuk menanggapi ucapan pemuda yang baru dikenalnya itu. Sementara sang Ibu meski sempat terkejut namun segera terganti dengan senyum simpul sambil menepuk pundak Fadil, mungkin salut dengan keberaniannya.

"Ayo masuk dulu nak, jangan berdiri diluar dan maaf kalau rumahnya jelek."  Ibu dengan ramah mempersilhkan Fadil masuk yang di ikuti pemuda itu tampa canggung sama sekali.

Ida hanya bisa menghela nafas lalu mengikuti mereka dari belakang.

Segelas teh hangat dan beberapa kue nagasari yang dibeli ibunya tadi sore disajikan untuk menjamu tamu dadakan mereka. Fadil tampak percaya diri, senyum santun jarang terlepas dari wajahnya sembari bercerita sedikit tentang dirinya dan keluarga meski tampa ditanya. Namun kedua orang tua itu sudah bisa menangkap maksud dari pemuda tampan yang menjadi lawan bicara mereka.

"Bapak juga pernah muda, jadi bisa mengerti tapi sebaiknya berteman saja dulu apalagi kalian sebentar lagi ujian akhir, lebih baik gunakan waktu sebaik-baiknya buat belajar."  Ujar bapak bijak yang di angguki setuju oleh Ida, sementara sang Ibu malah menyenggol lengan suaminya karena merasa tidak sependapat.

Fix My Past (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang