5. Biduan & Sindikat Kepelacuran

288 55 8
                                    

Tolong ... hargai penulis :)

•• ────── ••

Ada banyak cercaan yang bahkan tidak membutuhkan satu kata pun. Dengan lirikan tertentu, atau cara berdiri tertentu, seseorang bisa mengutuk orang lain untuk merasakan penderitaan dari sebuah serangan emosional yang akan dirasakannya selama berhari-hari. Walaupun masyarakat akan mentolerir seorang wanita jalang yang senang bersikap superior terhadap orang-orang di sekitar, sejujurnya, menghancurkan orang lain sama sekali bukan soalan rumit.

Gosip menyebar secepat yang mereka bisa. Entah darimana asalnya, bisik-bisik soal aku yang berteman dengan seorang perempuan malam diketahui orang banyak. Aku tak mau ambil pusing juga tak mengatakan apa-apa ketika mereka malah menghinaku.

“Wajar aja, sih. Nanda kan dulu perek, anaknya pasti nurunin bakat dia.”

“Ayahnya dulu pemake, Ibunya juga pelacur. Digabung dua-duanya di gen Wihel.”

Sedari kecil aku sudah terbiasa mendengar ejekan tentang orang tuaku, sakit hati juga percuma rasanya. Energiku sudah terlanjur habis saat berdiri di tengah-tengah mereka. Tak ada waktu untuk sekedar menangisi hidup atau menyesal karena lahir di dunia ini, yang bisa kulakukan hanya terus berusaha dan membuktikan pada mereka bahwa aku tidak semudah itu direndahkan.

“Kenapa lagi? Kali ini Nenek lo yang bikin masalah apa Tante lo yang sombong itu?”

Viola menjemputku di depan gang dengan motor matic putih kesayangannya. Roknya di atas lutut, tapi tubuh bagian atasnya memakai jaket. Aku tahu apa yang disembunyikannya dibalik jaket itu. Baju minimalis terbuka yang memperlihatkan belahan dada sampai tulang selangka.

“Biasalah,” jawabku acuh.

“Ada job manggung dimana?” sambungku bertanya, sembari naik ke atas motor.

“Gang kancil, sampe jam enam sore doang. Sisanya nanti kita mampir ke Season City buat makan sama nonton bioskop aja.”

“Oke.”

Viola adalah teman sekelasku saat sekolah menengah pertama. Proporsi tubuhnya cukup tinggi dan berisi dibanding teman-teman seangkatan kami. Tak jarang ia dikira bukan anak berseragam putih-biru karena bentuk bodinya yang luar biasa aduhai. Jika dibandingkan denganku, mungkin bisa diibaratkan antara buah semangka dan kelengkeng, hehe.

Viola itu biduan. Bukan hanya bermodal tubuh semampai, suaranya juga bagus. Dia sering mengajakku saat Ibunya tak bisa menemani. Aku biasanya merangkap sebagai teman sekaligus pembawa barang-barangnya ketika manggung.

Meski aku ikut karena ingin melarikan diri sementara dari keluargaku, tapi Viola tetap memberiku uang saku. Biasanya dia memberiku sekitar seratus sampai dua ratus ribu dalam sekali job. Itu pun di luar uang yang dia keluarkan saat mentraktirku makan dan jalan-jalan ke mall. Padahal tugasku hanya memegangi tasnya dan ikut menghitung jumlah saweran dari tamu undangan.

Anak-anak sekolahku sering membicarakannya di belakang. Dulu, saat aku belum terlalu dekat dengan Viola, aku beranggapan bahwa dia adalah orang yang sombong karena tidak mau berbaur. Ternyata akar permasalahannya dari kami sendiri, kami yang menciptakan jarak untuknya berteman. Teman-temanku juga membangun perspektif soal Viola yang bukan perempuan baik-baik sehingga jarang ada murid yang ingin bertegur sapa dengan perempuan malang itu.

Setelah aku berkenalan dengannya dan menjadi dekat ketika menginjak kelas sembilan, baru kuketahui jika Viola tidak seburuk yang selama ini orang-orang bicarakan. Profesinya memang biduan, tapi dia tak pernah melupakan ibadah dan kewajibannya sebagai umat beragama.

Sekarang aku mengerti posisinya. Kami sama-sama korban. Pemikiran masyarakat menilai masing-masing dari impian kami sebagai sesuatu yang salah dan kotor. Begitu menjijikkan dan menjadi buah bibir yang begitu hina untuk dilakukan manusia. Padahal, koruptor dan pengedar narkoba lebih pantas digunjingkan dibanding kelakuan kami. Miris, bukan?

•• ────── ••

Aku sering memikirkan soal Karin. Soal pekerjaannya, juga sistemnya bekerja. Bagaimana jika salah satu pelaku kriminalitas malah menjadi korban kebejatan seseorang. Apa dia akan tetap ditetapkan sebagai “korban” tanpa embel-embel hukum alam atau cercaan masyarakat awam?

Hanya karena profesinya, bukan berarti Karin harus pasrah jika ada orang yang ingin melecehkannya di sudut-sudut gelap. Dia juga manusia, dan itu berarti Karin bisa menuntut kebebasan dan keadilan atas nasibnya sendiri. Tapi, jika dipikir-pikir lewat sudut pandang yang lain, aku juga bisa menerbitkan beberapa opini saat bertanya perihal ‘perempuan malam yang dilecehkan’ ke orang-orang di sekitarku. Jawaban mereka sangat bervariatif.

“Ya, itu salah sendiri siapa suruh pakai baju mini. Sengaja itu mah.”

“Kerjaannya apa? Oh, pantesan. Waktu dilecehin kamu ikut goyang enggak? Asik pasti.”

“Karma itu. Udah enggak usah lapor-lapor polisi segala, udah biasa digituin kan?”

“Itu salah pereknya lah.”

Dominan dari mereka akan menyalahkan pihak yang dilecehkan. Padahal jika ditelisik lebih jauh, pihak tersebut justru adalah korban yang seharusnya mendapatkan perlindungan. Tak peduli apa pun pekerjaannya, apa agamanya, apa rasnya, apapun jenis kelaminnya, namanya ‘keadilan sosial’ harus tetap dijunjung tinggi di tengah kehidupan bermasyarakat. Tak ada alasan yang pantas diagungkan demi menutupi kebusukan seseorang.

Bekerja dengan mengorbankan seluruh jiwa dan raga itu benar. Karin tak akan bisa tahu saat dirinya dipesan oleh seorang pembunuh, atau penjahat kelas kakap. Nasibnya sungguh tidak bisa diprediksi. Bekerja dari malam ke malam dengan membuka pintu yang berbeda, mengenakan riasan mata, memakai pakaian mini terbuka, sambil menjajakan tubuh. Itu semua rutinitas yang biasa. Karin, si perempuan muda yang terjebak dalam sindikat kepelacuran. Dia tak berharap banyak soal hidup, kebanyak justru menggantungkan harap padaku.

“Gue selalu kepengen lo sukses, Wihel. Soal nanti gue bakal diinget apa enggak, ya itu terserah. Punya teman pelacur emang aib besar di masyarakat. Gue enggak keberatan kalau suatu saat harus dibenci.”

•• ────── ••

a/n:

Kalian pernah ada di posisi Karin atau Wihel? :)

Btw, cerita ini tiap lima bab harus buat video promosi, jadi aku up videonya di tiktok. Ada semacam trailer tokoh singkat yang udah kubuat, silakan mampir!

uname: @yjwjwy_04

Maître D'Hôtel ; JangkkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang