6. Si Puitis Perayu

228 50 1
                                    

Vote dan komen jangan lupa~

•• ────── ••

Mendapati namaku berada di urutan ke-23 dari 54 murid yang diterima, tentu membuatku senang bukan main. Aku bersyukur diberikan kesempatan membuktikan tekadku pada keluarga Ibu dan juga Ayah. Meskipun mereka terlihat tak begitu peduli pada pencapaianku, tapi aku harus tetap mengapresiasi diriku sendiri yang sudah berjuang sejauh ini. Terlambat untuk memijak kata mundur.

Tidak hanya bergelut dengan kepercayaan diri, aku juga mulai membeli beberapa buku untuk aku baca. Aku semakin aktif menulis di salah satu platform baca-tulis milikku, itu adalah hal lain yang membuatku merasa hidup dan tidak kesepian. Aku menuangkan hobiku di sana, mengungkapkan perasaanku, menyalurkan keluh kesah, membongkar rahasia-rahasia yang tak sempat didengar oleh siapapun, atau bahkan tak punya tempat di telinga orang-orang.

Aku asyik menatap layar ponsel karena sedang memikirkan tulisan yang akan aku buat. Jika kalian belum tahu, aku bergabung di salah satu grup komunitas menulis. Mereka sering membantuku dalam mengembangkan ide cerita, memberikan tips-tips agar aku bisa menyelesaikan tulisanku dengan segera. Aku senang nimbrung dalam obrolan chat mereka. Rata-rata dari mereka menggunakan nama pena untuk menyamarkan identitas aslinya. Sama sepertiku, saat menulis aku menggunakan nama ‘Helmine’ bukan Wihelmina atau Wihel.

Ila: Wih, mau bikin buku lagi, Mbak Dwi? Perasaan belum ada setahun, deh.

Ila adalah mahasiswi jurusan politeknik semester empat. Asalnya dari Jawa Tengah. Dia berkecimpung di dunia tulis-menulis sejak lulus SMA dan sudah banyak menulis di platform.

Dwi: Hehe. Iya, nih. Doakan semoga lancar ya

Dwi kelahiran 1992, sudah punya anak satu. Ibu rumah tangga satu ini aktif menulis sejak menikah dan tak terhalang oleh status sebagai istri ataupun seorang Ibu.

Anan: Gilak! Kapan ya aku juga bisa bikin buku?

Anan kalau tidak salah mahasiswa hukum di Universitas Indonesia.

Dwi: Kalian juga bisa, kok. Yang penting konsisten aja kalau nulis. Aku aja enggak pernah kepikiran bikin buku. Murni nulis karena suka, tapi rezeki siapa yang tahu kan? Setelah bertahun-tahun nulis ada yang nawarin buat dijadiin novel. Eh, sekarang malah ketagihan, haha.

Helmine: Selamat, ya, Kak! Semoga kelak aku punya kepercayaan diri untuk menerbitkan buku juga~

Aku menikmati obrolan ini. Tak pernah terpikirkan juga jika tulisanku akhirnya dibuat buku. Mimpi yang tak pernah berani aku semogakan. Bukan perihal kepandaian dalam menulis, ini tentang diriku yang memang tak pernah berani bermimpi setinggi langit. Selama ini aku hanya menjalani hari sesuai inginku saja. Sesuai caraku. Saat ada hal yang harus aku kejar, seolah itu hanya akan membuatku lemah karena merasa tak mampu menggapainya.

Aku beranjak dari aplikasi chatting. Pembahasan tentang menulis barusan masih terngiang di kepalaku. Betapa kesuksesan seseorang bisa terdengar begitu menggoda, seolah kita bisa merasakan dan melakukan hal yang sama.

Aku punya mimpi
Semua manusia punya impian
Ini tentang keberanian
Kepercayaan diri
Juga tekad tuk memulai serta mengakhiri

Di antara keraguan pandang itu, aku lebih banyak merenung
Meringkuk dalam kesepian, disisihkan

Aku begitu lelah sampai pundakku jatuh
Semua orang terdengar memaksa seperti diktator
Aku ingin hidup dalam percakapan jujur
Bukan kegelapan ditelan kebohongan

Maître D'Hôtel ; JangkkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang