77

726 47 7
                                    

Kiera dan Steven memutuskan pergi bulan madu ke Jepang karena mendapat hadiah tiket dari Revan.

Sepanjang perjalanan di pesawat, Kiera selalu tersenyum bahagia. Impiannya untuk pergi bulan madu ke negeri Dai Nippon tercapai. Tapi berbanding terbalik dengan wajah Steven yang lesu.

"Bang, muka lo kenapa? Bukannya seneng mau ketemu kakek lo?" Kiera tertawa sambil mengejek Steven.

"Kakek gue udah meninggal sejak musim Corona tahun lalu. Gue nggak punya kakek cadangan."

"Lah, bukannya lo cucunya kakek Sugiono?"

"Kakek gue namanya Poltak." Steven menjawab polos.

"Halah, serius amat. Gue cuma becanda. Senyum kenapa? Aura lo terlalu gelap untuk ukuran seorang pengantin baru."

"Itu karena gue nikahnya sama lo, Maemunah. Kalau istri gue Raisa sih beda cerita."

"Gue juga nggak kalah dari Raisa. Cantik iya, badan bagus, gemoy juga." Kiera berkata dengan pedenya.

"Otak lo cuma separoh, Munaroh. Bukannya Raisa, ini mah Raiso." Steven mencibir.

"Tipe suami yang halal untuk disembelih, nggak ada bersyukurnya sama sekali." Kiera memalingkan muka ke arah jendela.

"Sebenarnya lo mikir apa, sih, Bang?" Kiera akhirnya penasaran juga.

"Gue cerita juga lo nggak bakal paham." Steven menjawab malas.

"Bener, mending nggak usah cerita." Kiera mengangguk pelan. "Eh, tapi kan gue istri lo. Gue juga perlu tau isi kepala lo. Jangan-jangan mikirin cewek lain."

Steven memutar mata mendengar tuduhan istrinya yang mengada-ada.

"Gue kepikiran duit! Kalau lo mau tau."

"Ngapain duit dipikirin, duit mah cocoknya dihabisin."

"Bagus, tugas gue nyari, tugas lo yang habisin." Steven menyindir.

"Kan harus saling berbagi tugas." Kiera mengelak. "Bukannya tiket dikasih kak Revan?"

"Potong gaji tau. Sebulan sejuta." Steven menambahkan. "Akomodasi tanggung sendiri. Masa iya punya kakak ipar baek banget."

"Bersyukur, nyicil juga nggak pake bunga." Kiera membela Revan. "Udahlah, nggak perlu dipikir. Sekarang lebih baik kita mikir, kemana aja nanti? Gue sih maunya ke pulau Okinawa."

"Ke pulau Okinawa kek, pulau Dora kek, terserah. Sekarang gue mau tidur dulu." Steven bersiap untuk memejamkan mata. Sementara Keira sibuk mencari referensi di katalog yang dibawanya.

***

Steven langsung beristirahat di hotel setelah sampai. Kepalanya mendadak pusing, badan juga meriang. Sedang Kiera bersikeras mengajak nonton.

"Ngapain, sih, Ki? Nonton di Indonesia juga bisa."

"Beda sensasinya. Di sini pakai bahasa Jepang." Kiera ngeyel ingin diajak ke bioskop.

"Kayak lo ngerti bahasanya aja. Palingan yang lo tau cuma oishi doang."

"Ayo dong, Bang. Gue pengen banget nonton film Disney yang Ariel itu."

"Ya Allah, Ki. Ngapain jauh-jauh nonton film Nyi Roro kidul di sini? Ntar ajalah kalau balik ke Indo."

"Ya udah, kalau nggak mau. Kita nonton film yang lain aja. Gimana kalau nonton film Frozen?"

"Ini lagi, nonton film bakul es serut aja jauh-jauh sampai kesini. Tidur ajak yuk, Ki. Gue capek banget loh." Steven menolak permintaan istrinya.

"Jangan tidur, Bang. Rugi kalau kita sia-siakan waktu. Mumpung masih di sini." Kiera bersikeras ingin keluar malam.

"Iya, ngerti. Tapi kasih kesempatan gue istirahat dulu. Ini gue masih pusing karena jet lag. Kerokin kek, pijitin kek. Pengertian dikit jadi istri."

"Minum aja obat. Ngapain pakai dikerok segala, kayak kelapa aja. Mandiri dikit kek jadi suami." Kiera berkata dengan kurang ajarnya.

"Ya udah, kalau nggak mau. Seenggaknya kasih waktu gue buat istirahat." Steven berjalan mengambil sesuatu di kopernya, mengambil sebuah plester untuk ditempel di dahinya. Plester merek bye-bye fever.

"Bang, lo demam? Ditempel gitu kayak bayi deh."

"Diem. Daripada gue suruh lo kompres. Pasti lo mager kan? Katanya disuruh mandiri?" Steven sengaja menyindir Kiera.

"Nasib. Punya suami penyakitan. Udah tua, sih." Kiera menggerutu pelan, masih bisa didengar oleh Steven. Tapi pria itu memilih untuk mengabaikan.

"Apa perlu minum obat, Bang?" tanya Kiera lagi.

"Nggak nyangka, ternyata lo perhatian juga, Ki. Gue jadi terharu." Steven tersenyum sambil mengusap dadanya.

"Nggak usah kegeeran. Gue cuma mau lo cepet sembuh, supaya besok kita bisa jalan-jalan."

Senyum Steven seketika sirna. "Yaelah, Ki. Baru aja gue puji sedikit. Emang bergaul sama lo nggak boleh positif thinking."

***

Kawin GantungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang