Steven dan Kiera sudah sampai di hotel tempat mereka menginap. Rencananya mereka akan menginap selama dua malam. Di samping hotel itu juga ada mall. Pasangan itu memutuskan untuk membeli baju di sana saja, karena mereka tidak sempat membawa baju ganti. Namanya juga staycation yang tidak direncanakan.
"Seru juga, ya, Bang. Nginep di hotel gini. Berasa andrenalinnya, kek pasangan selingkuh." Kiera berbisik.
"Apa, sih? Nggak usah berfantasi yang aneh-aneh." Steven menyentil dahi Kiera. Malu karena ucapan Kiera didengar resepsionis.
Setelah belanja baju secukupnya, kedua pasangan itu pun masuk kamar.
"Kok Abang malah pesan ranjang satu?" Kiera protes keras.
"Ya buat apa tidur sendiri-sendiri??" Steven tersenyum melihat reaksi Kiera. "Lo tau kan, kita mau ngapain?"
Wajah Kiera memerah karena malu. Meski mantan playgirl profesional, Kiera belum pernah main-main ke hotel sama cowok.
"Gue jadi merasa dijebak." Kiera menggerutu pelan. Steven tertawa mendengar ucapan istrinya.
"Gue mau berendam di bathup? Ada yang mau ikut nggak?" Steven mengkode.
"Abang aja sendiri. Kan mau cosplay jadi kuda Nil." Kiera berjalan ke sofa dan menyalakan televisi. Malu lah, masa mau mandi bareng-bareng. Mau ngapain coba? Lomba gede-gedean panu?
"Nggak mau ya udah. Gue mandi bentar, jangan kangen loh ya." Steven mengambil kantong peperbag dan berjalan ke kamar mandi.
Tak seberapa lama, Steven pun keluar dengan memakai piyama yang baru dibelinya di mall tadi.
"Di rumah molor, di sini molor. Dimana-mana dia molor." Steven menggeleng pelan melihat istrinya yang ketiduran di depan televisi.
"Ki, mandi sana." Steven membangun Kiera.
Dengan malas-malasan Kiera berjalan ke kamar mandi sambil membawa paper bag. Steven hanya tersenyum melihatnya.
Tak seberapa lama, Kiera keluar dari kamar mandi sambil marah-marah, Kiera hanya mengenakan bathrobe hotel.
"Abang yang nuker daster gue?" Kiera kesal dan melemparkan baju tidur tipis ke muka Steven. Baju tidur seksi itu Steven yang pilih, saat Kiera lengah.
"Apa, sih? Suujon aja. Paling kasirnya yang salah masukin." Steven berkilah. "Ya udah, sih, pakai aja. Udah dibeli juga."
"Abang aja yang pakai. Daripada mubasir." Kiera menjawab sewot.
"Coba pakai, Ki. Gue pingin liat. Plis lah ...." Steven menggoda Kiera.
"Ogah! Mending gue pakai bathrobe ini aja." Kiera menolak keras. Gadis itu duduk di sofa sambil memeriksa ponselnya.
"Ngapain di situ? Pindah deket sini." Steven menepuk ranjang di sisinya. "Pijitin gue. Capek banget udah seminggu disuruh lembur terus. Keterlaluan banget kakak lo itu."
"Ngapa nyuruh-nyuruh kayak raja Fir'aun. Abang pijet aja di Mak Erot sana!" Kiera menjawab ketus. Bukannya apa-apa, Kiera takut khilaf kalau disuruh pijat-pijat.
"Tau Mak Erot segala, siapa yang ngasih tau?" Steven curiga dengan istrinya.
"Banyak posternya di lampu merah. Kenapa? Abang minat?" Kiera balik bertanya sambil tersenyum meremehkan.
"Pindah sini, Ki. Buruan. Gue itung sampai tiga. Ti ... ga! Oke, gue yang pindah situ." Steven berjalan ke arah sofa, kemudian berbaring meletakkan kepalanya di pangkuan Kiera.
"Abang ngapain? Kalau berat bawa kepala, ganti aja kepala Abang pakai bola bekel." Kiera berusaha menyingkirkan kepala Steven.
"Kepala gue pusing. Lo nggak kasian apa?" Steven menolak untuk pindah.
"Mungkin asam urat." Kiera menjawab asal. "Makanya, kalau udah berumur harus jaga makan."
"Gue pusing liat lo pakai bathrobe gini." Steven mengeluh sambil terus berbaring di pangkuan Kiera.
"Lagian salah Abang sendiri, pakai nuker baju gue. Minggir, deh. Pala Abang berat kek bola basket!"
"Baju itu namanya baju dinas. Khusus buat istri-istri solehah yang mau nyenengin suaminya. Cocok dipakai di hotel kayak gini. Lagian untung nggak gue tuker baju daerah."
Kiera cemberut mendengar ucapan Steven. Rupanya sengaja toh. Dasar tua bangka licik!
"Tapi nggak papa, lo juga seksi pakai bathrobe gini. Apalagi kalau nggak pakai apa-apa."
Mata Kiera membulat mendengar ucapan Steven. "Abang habis liat apa? Kok nggak kayak biasanya? Pasti abis liat link aneh-aneh di grup WA. Ngaku deh!"
"Pijitin kepala gue, Ki. Yang enak. Ntar gue kasih dua ribu." Steven meletakkan tangan Kiera di keningnya. "Kayaknya harus ganti kacamata deh, akhir-akhir ini pala gue sering pusing. Mungkin min-nya nambah."
"Itu karena kebanyakan ngintip orang mandi." Kiera mengomel sambil memijit kepala Steven.
"Ngintip orang mandi apaan? Ini karena gue terlalu bekerja keras. Gue berjam-jam lihat laptop. Ini semua demi lo." Steven mengarahkan tangan Kiera ke bagian tengkuknya.
"Daripada ganti kacamata, mending Abang ganti mata sekalian, pake mata sapi. Kan enak, gede. Bisa keliatan kalau baca yang kecil-kecil." Keira terus saja mengomel sambil memijat. Karena terlalu semangat, Kiera hampir saja mencekik suaminya.
"Lo alus dikit bisa nggak, sih? Jadi perempuan itu yang lemah lembut. Gue pinginnya punya istri yang kayak Nikita Willy, bukan Nikita Mirzani, bisa-bisanya lo mau nyekek gue."
"Udah, ah. Gue pegel nguleni kepala Abang. Udah keluar tenaga banyak, malah dikomplen" Kiera merajuk.
"Ya udah, sini gantian gue yang pijitin lo." Steven duduk dan mulai memijit pundak Kiera. Refleks Kiera menghindar.
"Makasih. Nggak usah repot-repot." Kiera berkata dengan canggung. "Risih dipegang-pegang sama orang."
Steven tertawa mendengar ucapan Kiera. "Orang? Gue kan suami lo, Ki. Masa dipegang suami sendiri nggak mau?"
"Lain kali aja, gue sibuk." Kiera bersiap pergi ke dapur, tapi dicegah oleh Steven.
"Ngapain, sih, suka banget kabur-kaburan? Nggak betah banget duduk dekat suami? Kenapa? Gue bau ketek? Bau jigong?"
"Lebih ke bau tanah, sih ...."
Steven pura-pura marah mendengar jawaban Kiera. "Bilang apa tadi? Coba ulang?"
Kiera takut melihat ekspresi Steven yang serius. "Agus takut, Buk ...." Kiera meledek Steven dengan menirukan dialog film.
"Mau sekarang, apa habis Isya?"
Kiera bingung dengan pertanyaan Steven. "Apanya?"
"Kayaknya abis Isya aja, biar lebih santai dan nggak terburu-buru ya kan?" Steven memandang Kiera penuh arti. Membuat Kiera salah tingkah.
"Apanya?" Kiera bertanya kesal, karena Steven tak kunjung menjawab pertanyaannya.
"Nggak usah pura-pura nggak tau. Ini gue udah sabar banget loh. Masa nikah udah mau setengah tahun belum centang biru juga. Mama dan nenek udah ribut nanya mulu kapan kita punya anaknya."
"Apa harus sekarang?" Kiera jadi ngeri melihat tatapan Steven. "Agus takut, Buk ...."
Steven mengelus pelan rambut Kiera, kemudian menyelipkan anak tambut Kiera di telinga. "Ya mau nunggu apa lagi?"
"Nunggu pilpres."
***
Sabar, nunggu pilpres katanya, Gaes ... Agus takut, Buk ....