94

567 30 0
                                    

"Mas, aku mau beli ayam warna-warni." Eliza tiba-tiba menghampiri Revan di meja kerjanya.

Revan yang sedang sibuk memeriksa berkas, menjawab tanpa menoleh. "Jangan, deh. Kemarin kan udah. Tiga kali beli, mati terus loh. Nggak ada bakat kamu pelihara begituan."

Revan melihat jam dinding, sudah pukul sepuluh. Tumben istrinya itu belum tidur. Biasanya kalau begadang jam segini, ada saja hal absurd yang direncanakan Eliza. Perasaan Revan mulai tidak enak.

Eliza cemberut teringat anak ayamnya yang mati kemarin. "Mati ya beli lagi, Mas. Murah juga nggak sampai sepuluh ribu. Jangan kayak orang susah deh!"

"Ntar mati lagi."

"Ya mati beli, mati beli. Refill, Mas."

"Kasian, El. Emang kamu peliharanya gimana, sih? Kok bisa mati terus? Nggak disiksa 'kan?"

"Ya nggaklah. Aku kasih makan kok, aku sayang-sayang. Aku ajak curhat juga."

Revan agak kasian melihat istrinya yang kesepian karena ia terlalu sibuk bekerja. Sampai-sampai curhat dengan ayam.

"Tapi pernah aku marahin, sih. Kan aku sholat, itu ayamnya ngikut, berdiri depan aku, aku pikir mungkin mau jadi imam, ya ... aku usir."

Revan tertawa mendengar cerita lucu istrinya. Eliza bercerita dengan amat serius, sedang wajahnya terlihat polos. Kadang Revan heran, istrinya yang polos ini sebentar lagi akan jadi ibu.

"Udah aku usir kan, ya ... eh, bukannya pergi, dia malah lari ke belakang aku! Aduh, bikin aku nggak khusyuk deh. Takutnya nanti dia kegencet pantat aku pas aku duduk."

Tanpa sadar Revan jadi tertarik mendengar cerita absurd istrinya.

"Oh, jadi dia mati karena kamu duduki?"

"Enggak, Mas. Ini ceritanya masih panjang ... Kamu sabar dulu kenapa?"

"Ya udah, terusin."

"Terus setelah aku sholat, aku cari dia 'kan ... taunya ngumpet di dapur. Kan takut dia mainan pisau 'kan ... aku panggil-panggil lah, Rendy ... kamu di mana?" Eliza bercerita dengan seru.

"Kamu kasih nama dia Rendy? Bukannya Asep?" Revan bertanya dengan polos.

Asep itu nama anak ayam angkatan kedua, warna bulunya oren, sudah mati di hari ke empat. Setelah Asep baru generasinya Rendy.

"Iya, namanya emang Rendy. Bagus 'kan?"

"Kebagusan malah." Revan memutar mata. "Tunggu dulu, Rendy nama siapa? Mantan kamu?"

"Ih, fokus sama cerita aku, Mas! Nah, kan ... Aku lupa! Sampai mana tadi?"

"Si Rendy masuk dapur."

"Ternyata Rendi eek di meja, Mas!" Raut wajah Eliza ikut berubah jadi kesal.

"Kurang ajar si Rendy! Mau digeprek apa!" Revan ikutan kesal.

"Langsung aku tegur dia. Rendy, lain kali jangan gitu lagi. Kan Mama capek bersihinnya. Najis loh."

Revan meraih pinggang istrinya, terus disuruh duduk di pangkuannya, biar ceritanya lebih enak. Kan capek berdiri di samping meja terus. Eliza menurut, perempuan itu pun duduk di pangkuan Revan.

"Terus?"

"Setelah aku marahin, siangnya dia nggak mau makan, mungkin ngambek kali, ya ... terus paginya udah nggak ada. Wafat." Wajah Eliza berubah sedih.

"Bunuh diri kali, ya? Kena mental."

"Nggak mungkin, Mas. Rendy itu anak soleh. Aku sholat aja dia ngikut kok."

"Oh, mungkin udah takdirnya." Revan berusaha menghibur istrinya.

"Ini salah aku, Mas. Ngerawat Rendy aja aku nggak bisa. Takutnya nggak bisa rawat anak kita ...." Eliza tiba-tiba menangis, maklum hormon kehamilan. Bukan bipolar loh, ya.

"Astaghfirullah, nggak boleh ngomong gitu. Bukan salah kamu. Rendy aja yang bosen idup." Revan berusaha menghibur istrinya.

"Tapi, Mas ...."

"Aku yakin, kamu bisa jadi ibu yang baik untuk anak kita nanti. You are the best mom in the world!"

Eliza agak terhibur mendengar ucapan Revan. Ia memeluk leher Revan dengan manja. Kemudian ia teringat sesuatu.

"Jadi kan, Mas ... beli penggantinya Rendy? Empat ya, Mas. Biar mereka ada temennya, nggak kesepian ... yang cewek aja. Aku pingin cewek."

"Satu aja ribet. Kamu mau bikin girl band? Ntar kalau eek sembarangan? Katanya najis? Nggak mungkin 'kan dipakein diapers?"

Eliza tampak berpikir keras. Benar juga apa kata Revan. "Ganti aja deh, Mas."

"Ya udah, apa? Jangan minta pelihara Harimau Sumatra, ya. Hewan dilindungi undang-undang soalnya."

"Pelihara ikan aja deh. Kan dia nggak eek sembarangan. Tapi yang warna-warni ya, Mas. Pokoknya yang lucu!"

"Haduh, kamu itu ngidam aneh-aneh deh. Biasanya istri orang ngidam minta tas, baju mahal, perhiasan. Nggak rugi kamu minta ikan doang? Ini uang aku banyak yang nganggur loh."

"Orang aku sukanya ikan ..." Eliza bersikeras.

"Ya udah, besok kita beli, ya."

"Yang kecil, yang lucu, yang warna-warni pokoknya."

"Boleh, minta beli berapa?" Revan bertanya dengan sabar.

"Sepuluh boleh? Eh, jangan deh. Nanti duit kamu habis. Tujuh aja deh. Mahal nggak, sih?"

"Iya-iya. Besok dibeli. Sekarang kamu tidur dulu, ya. Nanti aku nyusul." Revan mengelus kepala istrinya dengan lembut.

"Makasih, ya, Mas. Kamu baik banget deh. Beruntung banget aku jadi istri kamu." Eliza mencium pipi Revan kanan dan kiri.

"Oh ya harus itu ...."

Eliza meninggalkan ruangan kerja Revan dengan muka berseri-seri. Revan hanya bisa menggeleng pelan melihat tingkah istrinya. Revan menghela nafas lega.

"Huft ... untung dia nggak minta paus orca."

***

Mau bikin girlband 🤣 blekping ketar-ketir nih .... 🤣🤣🤣

 🤣🤣🤣

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kawin GantungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang