7. Perpustakaan

18 11 2
                                    

Pagi harinya, kini Eris harus berjalan kaki menuju sekolah mengingat Harsiel tidak ke sekolah hari ini. Dia menatap ke arah jalan raya menunggu angkot yang lewat. Namun, tiba-tiba Harsiel muncul dengan membawa sepeda motornya.

"Harsiel? Kamu ke sekolah?" Eris terkejut melihat laki-laki itu telah memakai seragam sekolahnya.

"Naik, cepetan!" Harsiel menjawab.

"Oke, oke," ucap Eris sambil naik ke atas sepeda motor tersebut.

"Eh, tapi kemarin katanya kamu nggak ke sekolah!" Eris berucap lagi.

Harsiel kembali berkendara. "Baiklah, sebenarnya aku tidak tega kamu jalan kaki ke sekolah. Ditambah, kalau kamu naik angkot, pasti kamu bakal mabuk dan muntah, haha."

"Ih, pengertian banget deh. Jadi makin sayang!" Eris mencubit pinggang Harsiel.

"Lagipula, aku lumayan penasaran dengan anak baru yang kamu ceritakan kemarin, sih." Harsiel berujar.

"Nah, sekarang pegangan yang erat! Kita harus ngebut, ini sudah mau jam tujuh lima belas!" Harsiel mulai mempercepat sepeda motornya.

***

"Please, tell us what's your name?" tanya seorang guru kepada murid baru yang masuk bersamanya ke dalam kelas.

"Oh, hi! I'm Justin Park," jawab murid baru itu segera setelahnya.

"Baiklah, murid-murid! Dia ini Justin Park. Anak baru yang akan jadi teman sekelas kalian. Dia pindahan dari Korea Selatan. Jadi, ibu harap kalian berteman dengan baik."

Eris menatap Justin yang kelihatan sangat menarik itu. Dia lalu berbisik pada Ani. "Eh, tuh anak cakep juga, ya!"

"Lumayan," balas Ani singkat.

Sementara itu, sama seperti Eris, siswa-siswi lain juga berbisik ke teman sebangkunya.

"Dari Korea Selatan, ya?"

"Dia pasti bisa bahasa Korea."

"Kita ngomong ke dia harus pake bahasa Korea? Atau bisa bahasa inggris nggak sih?"

"Dilihat-lihat dia cakep juga, tapi lebih cakepan si Harsiel tuh."

"Cakepan dia daripada Harsiel lah,"

"Dari bentuk badannya yang atletis, kayaknya dia pintar di olahraga deh."

"Bahunya lebar banget, bisa dijadikan sandaran hidup."

"Bapak mamanya orang kaya nggak, ya?"

"Eh, kenapa dia kemari? Kenapa harus pindah ke sekolah ini?"

***

Les istirahat tiba. Banyak siswa-siswi yang mendekat ke meja belajarnya Justin. Justin menatap aneh ke semua murid-murid itu.

"Hello, Jastin, mai nem Delima. Arigato, sarangeo,"

"Yu luk so hensem, Jestin. Ai lop yu!"

"I can be your friend, let's talk with me!"

"Kul boi, Jastin."

"Ken yu main gem mobile legend?"

"Omo, Sarange!"

"Jinja? Oppa!"

"Suki, suki, aishiteru!"

"Gomawo, otoke!"

Anak-anak itu mengucapkan kalimat yang agak kurang jelas. Justin melihat mereka dengan tatapan aneh.

"Nggak usah lebay, deh. Aku bisa bahasa Indonesia," jawab Justin mengejutkan mereka.

"Kamu bisa bahasa Indonesia, hah? Yah, sia-sia aku tadi pake kamus buat nerjemahin kata-kata." Salah satunya membalas.

"Kalau kalian tidak punya sesuatu yang penting untuk dibicarakan, silakan pergi. Jangan menganggu!" Justin lagi menatap dengan tatapan mengerikan.

***

"Harsiel, kita ke perpus, yuk!" Eris mengajak Harsiel yang sedang berusaha menghapal nama-nama member NCT, boy group asal SM. Entertainment, Korea Selatan.

"Kamu mau ke perpus? Mau baca buku apa?" tanya Harsiel.

"Buku tentang Fisika Kuantum. Aku penasaran aja gitu, soalnya kemarin ada yang bahas tentang itu di beranda Tiktok saya!" Eris menarik tangan Harsiel.

"Yaudah, aku juga mau pinjam buku, deh!" Harsiel menyetujui.

"Kamu mau pinjam buku? Buku apa?" tanya Eris.

"Buku panduan belajar piano,"

"Oh, ya? Belajar piano? Kau punya piano? Aku baru tahu ..."

"Kemarin, aku minta ke ayah buat dibelikan piano, dan dia setuju. Minggu depan, kayaknya pianonya ada deh," jawab Harsiel dengan cepat.

"Waduh, apa nggak mahal tuh piano?"

"Nggak tahu juga, ayahku yang beli. Aku tinggal nunggu aja nih," ujar Harsiel sambil berjalan menuju ke luar kelas.

"Senangnya, ya jadi anak orang kaya gitu. Nanti, kita bikin konten bareng kalau kamu sudah bisa main piano!" Eris bersemangat.

"Sekarang pun, kita bisa bikin konten. Secara, aku bisa main gitar, kau lupa?"

"Oh, iya! Kau juga bisa main gitar. Emangnya, sahabat aku satu ini talenta musiknya bukan maen," ucap Eris sambil menggandeng tangan Harsiel.

Justin menatap Eris yang kemarin ia temui di lapangan. Ia terus memperhatikan kedekatan Eris dengan Harsiel. Ia berdiri, lalu ke luar kelas untuk mengikuti mereka berdua ke perpustakaan.

Sesampainya di perpustakaan, Eris dan Harsiel berpencar menuju rak buku tertentu yang di dalamnya disusun buku sesuai kategori masing-masing. Eris mencari-cari buku yang ia mau, dan akhirnya menemukannya di salah satu rak buku paling atas.

"Tentang Fisika Kuantum, dan dunianya. Wah, ini buku yang aku cari!" Eris membaca judul bukunya, dan mencoba meraih buku yang berada di rak paling atas.

"Kayaknya, buku ini jarang dibaca, makanya ada di rak paling atas. Lagipula, kelihatan banget sampulnya berdebu!" Eris masih berusaha meraih buku tersebut.

"Ah, Harsiel mana sih, aku butuh badannya yang tinggi sekarang!"

"Aku akan membantumu!" Seseorang langsung mengambil buku tersebut, dan memberinya pada Eris.

"Kamu? Oh, terima kasih banyak, ya!" Eris terkejut akan kedatangan Justin, apalagi sekarang Justin membantunya mengambil buku.

"Kau suka baca buku ini?" tanya Justin.

"Hm, aku suka fisika, tetapi aku belum pernah baca buku ini sebelumnya. Jadi, aku mau coba baca buku ini, deh." Eris menjawab.

"Kalau begitu, bagaimana kalau kita membahas soal fisika bersama? Aku juga suka fisika!" Justin menawarkan.

"Ah, boleh. Boleh banget. Kalau kamu mau, kamu bisa gabung ke club sains sekolah. Aku bisa membantumu bergabung di sana," kata Eris sambil tersenyum.

"Oh, aku mau. Bisa gabungkan aku ke sana?" Justin bertanya.

"Nah, aku akan akan meminta kakak kelas untuk menggabungkan kamu nanti. Tenang saja!"

"Oh, ya! Aku pergi dulu, ya. Aku mau menemui temanku. Terima kasih telah membantu sebelumnya!" lanjut Eris sambil pergi dan kemudian mencari Harsiel.











T. B. C.

Choco FlowerWhere stories live. Discover now