11. Duel Basket?

18 6 2
                                    

Pagi harinya, Harsiel seperti biasa mampir ke rumah Eris untuk menjemputnya. Dia melihat Eris yang sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah.

"Eh, lu ngapain bawa gitar? Mau konser lu di sekolah?" Eris sedikit heran melihat Harsiel yang membawa gitar.

Harsiel menatap sebentar. "Lah, hari ini kan ada ekstra. Lu lupa kalau aku gabung club musik? Dasar pikun!"

"Lah, iya, ya!" Eris tiba-tiba teringat. "Anjir, untung aja! Aku lupa bawa buku ilmiah. Sebentar, ya! Aku ambil di kamar dulu."

Eris berlari masuk ke dalam rumah. Sementara Harsiel menunggu di luar sambil berkaca di spion motornya. "Cakep banget, gue anjay!"

"Eh, Harsiel! Ayo, duduk dulu sini!" Ibu Eris tiba-tiba muncul dan mengejutkan laki-laki itu.

"Ah, Tante? Oh, oke," ujar Harsiel sambil menyalami si Ibu Eris, yang biasa di panggil Bu Fani itu.

"Makin hari kamu makin cakep aja, nih," ucap Bu Fani yang membuat Harsiel hampir saja terbang dari sana.

"Hm." Harsiel berdehem.
"Biasa aja kali, Tante!"

Bu Fani menatap dengan tersenyum. "Gimana, kamu? Sehat?"

"Ya, kalau sakit, hari ini aku pasti nggak bakal masuk sekolah, sih."

"Oh, berarti sehat dong, ya!" Bu Fani menepuk lengan Harsiel sampai mampus.
"Kamu ini udah cakep, baik lagi. Eh, kamu pacaran sama si Erisa, ya?"

Harsiel sedikit terperanjat mendengar kata-kata itu. "Nggak, Tante. Nggak, kok! Aku sama Lisa Kawe, eh, si Eris, itu cuma temenan."

"Oke, oke, biasa aja kali jawabnya. Tante jadi curiga, deh." Bu Fani ingin sekali tertawa melihat tingkah Harsiel barusan.

"Nah, Harsiel, ayo kita berangkat!" Eris tiba-tiba muncul. Ia menarik tangan Harsiel dan berpamitan dengan ibunya. "Ma, Eris, berangkat ya!"

"Hati-hati di jalan! Bawa motornya jangan ngebut!"

"Iya, Tante! Kamu pergi dulu!" Harsiel membalas dengan cepat.

"Nih, bawa gitarnya. Lu kan dibonceng," ucap Harsiel sambil memberikan gitarnya pada Eris.

"Ongey, aman! Eh, eh, tapi karena kelupaan aku nggak bawa bekalku dong. Yah, terpaksa makan di kantin deh nanti." Eris berucap sambil menaiki sepeda motor.

Harsiel menjawab. "Entar, kamu makan makanan aku aja, kita bagi-bagi. Atau nggak makan tuh makanan si Ani. Ani juga pasti bawa makanan. Dia kan ada ekskul Pramuka hari ini."

"Oh, iya, ya. Ide bagus!"

***

Sesampainya di sekolah, kabar tentang Justin yang akan berduel basket dengan Bobby terdengar di beberapa kelas. Di Mading sekolah banyak yang memberi ancaman pada Justin, dan banyak juga yang memberi dukungan.

"Aku pikir, kamu perlu membatalkan pertandingan hari ini, deh, Justin! Kamu minta maaf dulu sama mereka sana!" Eris mendekat ke arah Justin yang duduk diam sambil menulis sesuatu.

"Hanya orang bodoh yang akan meminta maaf pada pengganggu seperti mereka," jawab Justin dengan santai.

"Oh, yaudah! Aku cuma mengingatkan, lho!"

***

Les istirahat pertama, Justin langsung bergegas pergi ke luar kelas. Beberapa siswi di kelas tersebut mengikuti Justin dan terlihat antusias untuk menonton pertandingan nanti. Sementara Eris dan Ani berencana untuk pergi ke WC sebentar.

"Eh, kalian pernah berpikir nggak sih? Ketua OSIS di sekolah kita tuh nggak ada gunanya." Harsiel memulai percakapan dengan siswa laki-laki yang ada tinggal di dalam kelas.

"Iya, programnya nggak jelas banget. Lagipula, dana OSIS kita kan cukup besar, itu di kemanain, ya?"

"Apa jangan-jangan dimakan sendiri lagi? Atau dimakan berjamaah sama pengurus OSIS lain? Gue heran, deh."

"Iya tuh, nggak ada kejelasan soal dana OSIS tiap ada rapat antar pengurus OSIS dan pengurus kelas tiap bulan."

"Mending yang jadi ketua OSIS tuh, si Afka," ucap salah satunya menunjuk ke arah Afka, ketua kelas tersebut.

"Iya, tuh, Afka mencalon waktu itu, tapi suaranya dikit. Otomatis, yang menang dari XI IPS-1."

Afka tertawa menanggapi mereka. "Jadi, ketua OSIS nggak gampang. Ini gue jadi ketua kelas aja udah kewalahan ngurusin kalian semua!"

"Eh, tapi ketua OSIS kali ini suaranya banyak banget, apa karena dia anak kepala sekolah, ya?" Harsiel memancing kembali agar percakapan lebih panjang.

"Nggak tahu juga sih. Kepala sekolah kita satu ini sering korupsi dana sekolah, terus anaknya juga sering korupsi dana OSIS."

"Kompak sekali korupsinya."

"Iya, yang buat aing kesel itu OSIS cuma memerhatikan club olahraga sama club sains doang. Padahal club lain juga harus dikembangkan."

Harsiel setuju. "Iya, padahal kamu dari club musik selalu membanggakan sekolah ketika ada lomba antar sekolah tuh."

"Ngomong-ngomong soal club olahraga, di lapangan ada pertandingan basket antar siswa baru itu dengan kakak kelas kita." Harsiel melanjutkan.

"Kita kesana untuk melihatnya, yuk!" Harsiel mengajak, dan beberapa di antara mereka ikut. Yang lain tetap tinggal di kelas karena tidak tertarik dengan pertandingan seperti itu.

***

Di lapangan basket, ada banyak siswa yang ingin melihat duel basket antara Justin dengan Bobby. Beberapa remaja perempuan di sana, ada yang mendukung Bobby, ada juga mendukung Justin. Eris dan Ani memantau dari kejauhan, dan tiba-tiba Harsiel datang menghampiri mereka.

"Aku dengar, kau adalah anak baru di sekolah ini. Baiklah, aku akan membuatmu keluar dari sekolah ini hari ini ataupun besok. Ingat itu!" Bobby mengancam.

"Kita lihat saja!" Justin membalas dengan sedikit seringai.

Sorak-sorai mulai terdengar di sana, bahkan satu-dua guru berada di sana tertarik untuk menonton pertandingan basket satu lawan satu itu.

T. B. C.

Choco FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang