13. Salting Dikit

4 4 0
                                    

Siang harinya, ketiga anak itu menatap satu sama lain saat akan makan. Mereka bersiap untuk pelajaran tambahan di ekskul nanti, dan ingin mengisi perut yang mulai kosong. Mereka bertiga diam sejenak. Rupanya Ani juga tak membawa bekalnya. Harsiel sekarang tersenyum dengan paksa sambil menyodorkan kotak makannya ke arah dua gadis itu. "Kita makan bareng aja! Ini, kalian makan saja."

"Aku akan ke kantin membeli mie cup," lanjut Harsiel sambil berdiri.

"Jangan! Aku akan beli mie cup. Kau makan saja sana!" Eris menarik Harsiel dan mengajaknya duduk kembali.

"Kita makan barengan aja, yuk!" Ani membuka kotak makan Harsiel.
"Ini cukup kok untuk kita bertiga!"

Ketiganya mulai makan siang bersama. Mereka menikmati bekal Harsiel yang ternyata cukup lezat. Terlihat, Eris dan Ani saling menyuapi, karena memang hanya satu sendok yang dibawa Harsiel. Sedangkan, si malang, Harsiel harus makan menggunakan tangannya.

"Eris, kau bisa makan punyaku kalau masih lapar!" Justin tiba-tiba muncul dan menyodorkan kotak makannya.

"Eh, Justin? Ah, tidak usah. Aku sudah cukup kenyang ini. Terima kasih!" Eris menolak.

"Tidak apa-apa. Aku bisa berbagi untukmu, santai saja!" Justin lagi-lagi menawarkan.

Eris menatap Harsiel dan Ani. Dia lalu menoleh ke arah Justin. "Ah, aku sudah kenyang, jujur! Tapi, jika kau mau bagi bareng dua orang ini, silakan."

Justin menatap Ani dan Harsiel. Dia lalu pergi dari sana tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ketiganya menatap satu sama lain sambil kebingungan.

"Aneh banget, tuh anak." Harsiel menatap Justin yang mulai menjauh.

"Ya, yang ditawari cuma Eris, nih!" Ani menatap Eris.

Eris tersenyum canggung. "Eh, iya, aneh banget."

"Apa jangan-jangan tuh anak suka sama kamu," ujar Harsiel menatap Eris.

Eris terkejut. "Heh! Mana ada! Nggak mungkin, hei."

Harsiel menyipitkan matanya dan tersenyum nakal. "Aduh, aduh, jawabnya yang santai dong."

"Ngomong-ngomong, Harsiel, makasih udah bikin kami berdua kenyang, ya," ujar Ani sambil merapikan kotak makan Harsiel.

"Iya, nih, thanks ya!" Eris berdiri dan memberi jempol.

"Enak banget," lanjutnya.

***

Saat pertemuan club sains, Eris dan yang lain memulai pembahasan mereka mengenai materi ilmiah. Namun, fokus beberapa anak teralihkan gara-gara Justin di sana. Mereka kebanyakan menatap Justin yang seakan sangat memikat dan menggoda.

Sebagai anak baru, Justin telah mengumpulkan banyak perhatian dari penghuni sekolah tersebut. Namun, ia tak begitu tertarik dengan perhatian itu. Ia malah menatap sosok yang sedang sibuk membahas dengan serius materi. Sosok itu adalah Eris.

Justin sedikit tersenyum melihat visual Eris yang begitu cantik dan menawan. Eris yang sadar bahwa ia sedang diperhatikan mulai menoleh. Matanya tak sengaja menatap mata coklat Justin. Keduanya bertatapan selama beberapa detik.

Justin tersenyum tipis, dan membuat mata Eris berkedip cepat. Eris berdehem dan kembali fokus ke arah bukunya. Ia kelihatan sangat gugup dan menutup wajahnya dengan buku.

Sementara si Justin sekarang tersenyum semakin lebar. Ia menganggukkan kepala dan mulai tertarik dengan Eris. Justin hampir saja tertawa dengan sikap Eris barusan. Ia fokus ke bukunya lagi, dan melanjutkan belajar.

Sementara Eris, dia menoleh ke arah Justin lagi dan melihat Justin melanjutkan belajarnya. Eris tiba-tiba tersipu malu entah apa yang terjadi. Dia merasa sangat aneh, tetapi ia kembali berusaha untuk fokus belajar.

Bukannya menjadi fokus, Eris malah semakin kacau. Pikirannya dipenuhi tentang Justin dan kejadian tadi. Ia benar-benar frustasi dan ingin sekali memukul kepalanya sendiri. Ia lalu menoleh ke arah Justin, dan rupanya Justin menatapnya lagi.

Tatapan keduanya bertemu. Mereka terpaku sesaat, dan akhirnya merasa canggung kembali. Eris kembali tersipu malu dan menghindar dari ruangan. Ia keluar dari ruangan dan menuju toilet.

Ia berteriak di sana, dan tersenyum malu. Erisa menatap dirinya di cermin lalu mencubit pipinya sendiri.

"Apa yang terjadi? Lupakan laki-laki itu, ayolah! Ada apa? Eris, kau harus fokus! Fokus! Kau jangan kepikiran terus tentang si Justin, ah!"

***

Eris memutuskan kembali ke ruangan. Sebelumnya, ia mengambil handphonenya dan mengecek notifikasi sebentar. Ia menemukan notifikasi Instagram bahwa salah satu akun sedang live. Username IG yang merupakan akun salah seorang kakak kelas itu membagikan secara langsung seseorang yang sedang meng-cover lagu BTS. Sosok yang sedang berada di live itu rupanya adalah Harsiel. Eris berlari dan melihat ke lapangan sekolah.

Ia melihat di sana ada anak ekskul musik dan juga ekskul pramuka sedang berkumpul di sana. Harsiel berada di tengah lapangan dan duduk di atas kursi sambil memainkan gitar miliknya. Ia menyanyikan secara langsung lagu BTS, Life Goes On.

Like an echo in the forest
하루가 돌아오겠지
아무 일도 없단 듯이
Yeah, life goes on
Like an arrow in the blue sky
또 하루 더 날아가지
On my pillow, on my table
Yeah, life goes on like this again

Eris menyaksikan pertunjukan suara itu dari kejauhan. Ia hanyut dalam melodi gitar yang terdengar. Ia tersenyum ke arah Harsiel yang sedang menyampaikan emosi lagu tersebut. Ketika pertunjukan berakhir, semua orang bertepuk tangan kepada Harsiel.

"Harsiel, suaramu sangat indah," gumam Eris. Ia melihat anak-anak club sains juga keluar dari ruangan dan menyaksikan pertunjukan Harsiel tadi.

"Anjir, bentar lagi viral, nih gue," batin Harsiel.
"Aduh, siapa tahu aku bakal jadi Trainee di Bighit, huhu," lanjut Harsiel dalam hatinya. Ia menatap semua orang yang menyaksikan pertunjukannya.

"Terima kasih, semuanya!" Harsiel berteriak dan tersenyum.

"Wah, suaramu bagus sekali atuh, El!" Ani menepuk bahu Harsiel dan tersenyum bangga.

"Thanks, Ani."

Eris kemudian memutuskan kembali ke ruangan ketika semua orang di lapangan bubar dari sana. Ia berpapasan dengan Justin yang juga keluar menyaksikan pertunjukan Harsiel.

"Justin?"

"Nanti, kau ikut aku pulang ya!" Justin menawarkan.

Eris menggeleng dan tersenyum. "Ah, masalahnya, aku ikut dengan Harsiel nanti. Maaf, ya! Terima kasih sebelumnya."

Justin mengangguk paham. "Kau dan anak itu pacaran?"

Eris terperangah dan tertawa. "Heh, mana ada!"







T. B. C.

Choco FlowerWhere stories live. Discover now