9. Tantangan Basket

12 7 2
                                    

Harsiel menatap kakak kelas yang menghadang jalan mereka. Ia memutar bola matanya dan menyeringai kecil. "Minggir dari jalanku!"

"Maafkan kami! Cepat!" Salah satu dari mereka langsung menarik kerah baju Harsiel.

Harsiel tertawa kecil. "Kalian minta maaf? Hah, tidak akan aku maafkan."

"Baiklah, kalau kau tidak mau," ucap siswa itu lalu menampar Harsiel.

"Kau sudah sangat melewati batasmu!" Salah satu dari mereka yang cukup populer mendekat ke arah Harsiel. Ia bernama Bobby dari kelas XII MIPA-1.

"Apa salahku? Kalian ingin minta maaf, kan? Kalau begitu, berlutut di hadapan Eris sekarang." Harsiel memberi tawaran yang begitu menjengkelkan bagi anak-anak itu.

"Kurang ajar, kamu!" Bobby langsung menghajar Harsiel. "Kau ingin merendahkan aku, hah?"

Yang lain juga ikut membantu aksi Bobby. Eris berteriak meminta tolong. Banyak anak-anak yang melihat mereka bertengkar di sana, termasuk Justin.

"Ingat, aku itu anak dari donatur sekolah ini! Jangan sekali-kali mempermainkanku!" Bobby ingin memukul Harsiel kembali, tetapi tiba-tiba ada yang menahan pukulannya.

"Justin?" Eris terkejut melihat Justin segera menolong Harsiel.

"Siapa kamu?" Bobby menatap geram ke arah Justin.
"Aku bilang, kamu siapa beraninya sekali menggangguku!"

Justin tak menjawab. Ia meremas tangan Bobby, lalu melepaskannya. Tanpa berpikir panjang, Bobby langsung melayangkan pukulannya ke arah Justin, tetapi Justin langsung menangkisnya.

Semua yang berada di sana terkejut melihat aksi Justin yang langsung memukul Bobby, siswa yang paling populer di sekolah tersebut. Bobby mengusap pipinya yang sedikit lebam. Ia sedikit tertawa dan langsung menghajar Justin.

"Berani-beraninya kamu menghajarku! Berani-beraninya kamu, sialan!" Bobby menggertak.

Justin tersenyum tipis dan menatap Bobby dengan tatapan datar. Ia kemudian berlalu dari sana, tetapi Bobby segera menghentikannya.

"Kau mau kemana, hah?" Bobby melihat bola basket di tangan temannya, dan mengambilnya. Ia melemparkan bola tersebut ke arah Justin dengan sangat keras.

Bola tersebut mengenai Justin. Hal itu membuat Justin menghentikan langkahnya. Ia menatap Bobby dan tersenyum kembali.

"Tantangan diterima!"

Lagi-lagi semua yang ada di sana terkejut dengan kata-kata Justin. Bisikan antar siswa mulai terdengar di mana-mana.

"Besok, ayo kita tanding basket," ucap Justin mengejutkan Bobby.

"Satu lawan satu." Justin melanjutkan lalu pergi dari sana.

Bobby tertawa dan menggelengkan kepalanya. "Kau pikir aku takut? Hah? Aku menerimanya! Kau akan merasakan apa itu sengsara besok!"

***

Harsiel segera mengejar Justin. Sesampainya di kelas, Harsiel menahan Justin dan berucap. "Kenapa kau menantang mereka?"

"Bukan urusanmu," jawab Justin sambil menuju tempat duduknya.

"Baiklah, setidaknya terima kasih untuk yang tadi," ujar Harsiel dan tak mengganggu Justin lagi.

Eris tiba-tiba masuk ke dalam kelas sambil membawa botol alkohol dan kapas kecil di tangannya. "Harsiel! Sini, aku obati!"

Harsiel menggeleng dan tersenyum. "Tidak usah! Biar aku saja."

Eris mengiyakan dan meletakkan alkohol itu di atas meja Harsiel. Eris kemudian menoleh ke arah Justin yang sedang membaca buku.

"Hei, Justin!" Eris mendekat ke arahnya.

"Hm?" Justin menatap Eris yang mendekat.

"Terima kasih untuk yang tadi, ya! Terima kasih! Kau cukup berani, ya, menantang si Bobby. Dia itu cukup populer di sekolah." Eris duduk di samping Justin dan memeriksa luka lebam di pipi Justin.

"Atau karena kau anak baru, kau tidak tahu siapa itu Bobby?" Eris seketika panik.

"Batalkan tantanganmu tadi! Itu akan sangat berbahaya!" Eris menasihati Justin.

"Mereka yang menantangku, bukan aku," jawab Justin.

"Tapi tetap saja. Jangan menantang mereka. Mereka bisa saja menghajarmu sampai babak belur seperti si Harsiel itu!" Eris menunjuk ke arah Harsiel yang sedang mengolesi cairan alkohol di lukanya.

Justin menggeleng dan menatap Eris sambil tersenyum tipis. "Kau lihat saja besok!"

***

"Oh, ya, Justin, besok sepulang sekolah, kita ada ekstrakulikuler club sains. Kau diterima dalam club. Jadi, besok bawa buku catatan atau apapun untuk media belajar. Sekalian bawa bekal, karena kita pulang jam tiga sore." Eris memberitahu Justin ketika pulang sekolah.

Justin mengangguk. "Baiklah, terima kasih infonya."

"Hm, sama-sama!"

"Kau menunggu jemputan? Atau perlu ku antar ke rumahmu?" tanya Justin pada Eris.

Eris segera menggelengkan kepalanya. "Ah, tidak! Tidak perlu. Aku sedang menunggu Harsiel. Aku biasanya ikut dengannya saat pulang. Kau tidak perlu repot-repot. Dia sedang di parkiran mau ambil sepeda motor."

Justin mengangguk paham. "Baiklah, aku pergi dulu!"

Eris melambaikan tangannya ke arah Justin yang mulai menjauh. "Ah, aneh sekali. Dia baru sehari di sini, tetapi rasanya aku begitu akrab dengannya."

Tiba-tiba bunyi klakson sepeda motor mengejutkan Eris. Eris menatap Harsiel yang sudah muncul di hadapannya.

"Ayo, Lisa Kawe! Naik!"

Eris naik ke atas sepeda motor dan menarik napas panjang. "Hari ini melelahkan, ya."

"Tiap hari memang melelahkan," balas Harsiel.

"Oh, ya! Kita mampir ke Pom Bensin dulu, ya! Bensin sepeda motorku mau habis," lanjut Harsiel kemudian.

Eris menjawab. "Iya, nggak apa-apa! Ngomong-ngomong, besok Jisoo rilis solonya! Yang judulnya Flower itu!"

"Nggak terlalu peduli sama Blackpink, maaf banget!" Harsiel segera menyahut.

"Ngomong-ngomong soal flower, kamu itu seindah bunga, tahu!" Eris berhasil membuat Harsiel salah tingkah.

"Dah, ah, jangan ngadi-ngadi lu!" Harsiel tersenyum lebar dan ingin sekali tertawa.

"Masa gue jadi bunga, entar mekar terus nggak lama layu!" Harsiel melanjutkan.









T. B. C.

Choco FlowerWhere stories live. Discover now