12. Mati Duluan

4 4 0
                                    

Duel basket akan dimulai. Justin menatap ke arah Bobby dan tersenyum kecil. Bobby menyeringai lebar dan menatap semua orang yang menonton di lapangan tersebut.

"Kalau kau kalah, cium sepatuku," ucap Bobby dengan gaya yang kelihatan angkuh.

"Begitupun sebaliknya," balas Justin dengan penuh kepercayaan diri.

Sementara itu, Eris dan kedua temannya berada di kejauhan untuk menonton pertandingan itu. Mereka terlihat menikmati pemandangan di sana sambil mengemil.

"Harsiel, nih jagung berondong!" Ani menyodorkan popcorn pada Harsiel yang tatapannya tengah fokus ke tengah lapangan.

"Gomawo," balas Harsiel sembari mengambilnya.

Eris menatap kedua temannya. "Kok aku deg-degan banget, ya?"

***

Pertandingan berlangsung dengan sangat cepat. Bobby begitu terkejut dengan keahlian Justin dalam bermain basket. Ia sedikit kewalahan melihat Justin yang mampu mengontrol dan menggiring bola dengan baik. Penonton berteriak ketika Justin berhasil memasukkan bola ke ring lawan.

Namun, keadaan berbalik. Bobby pun memimpin pertandingan, dan ia mencetak skor yang lebih tinggi dari Justin. Keadaan di sana benar-benar penuh ketegangan. Bobby kembali dikejutkan dengan aksi Justin yang dapat merebut bola darinya, ditambah Justin tahu persis gerakan tipuan yang ia lakukan.

"Bodoh!" Ia bergumam di tengah pertandingan.

Justin terus menembak bola ke keranjang lawan. Bobby tak sanggup lagi menyaingi skor Justin yang cukup banyak. Pendukung Bobby mulai terdiam di tepi lapangan.

Pertandingan belum berakhir, tetapi lonceng tanda istirahat telah berakhir berbunyi. Keduanya menghentikan aksi merebut bola basket dan menatap satu sama lain.

"Aku menang," kata Justin sambil membuang bola ke tepi lapangan.

"Kau hanya beruntung hari ini!" Bobby menjawab dan pergi dari sana.

"Tunggu!" Justin berteriak dan menghentikan Bobby.
"Cium sepatuku!" Perintah Justin pada kakak kelasnya itu.

Semua penonton di sana terkejut dengan perintah Justin, termasuk Eris dan temannya. Eris menggeleng kepala tidak percaya dengan semua yang terjadi.

"Dia hebat juga," gumam Harsiel.

"Sekarang, dia menyuruh Bobby untuk mencium kakinya! Itu gila sekali!" Ani benar-benar tak percaya.

Bobby menatap tajam ke arah Justin. "Mencium kaki anjing sepertimu, aku tidak sudi!"

Keadaan cukup memanas saat ini. Justin kini tidak terlihat tenang lagi. Dia meraih kerah baju Bobby dan mencekik lehernya. Napas Bobby seketika tercekat. Semua yang ada di lapangan benar-benar tercengang dengan apa yang terjadi.

Guru yang menonton di sana langsung menghentikan keduanya untuk menghindari keributan. Mereka bubar dari sana setelah mendapat instruksi dari guru.

***

Les istirahat kedua, Eris dan kedua temannya itu, menuju kantin. Mereka berbincang-bincang mengenai Justin. Justin saat ini berada di dalam kelas, dan di sana ia dijumpai banyak siswi caper.

"Gila, ya, si Justin tuh." Ani memulai perbincangan.

"Aku nggak nyangka banget dia bisa basket." Eris berucap dengan tatapan kosong.
"Dilihat-lihat dari proporsi badannya, anak itu kayaknya pandai berolahraga."

"Lu suka sama dia?" Harsiel tiba-tiba bertanya.

"Apaan, sih, nggak mungkinlah!" Eris menyahut. Harsiel tertawa kecil memberi tanggapan.

"Tapi keren banget, keren! Dia tadi main basketnya halus banget," ujar Ani sambil meminum susu kotak miliknya.

Eris mengangguk kecil. "Setahuku, dia cuma bisa sains, deh. Dia aja kemarin diterima gabung club sains."

"Siapa tahu aja dia multitalent. Kalau multitalent, ya, baguslah!" Harsiel berujar sambil menatap anak-anak lain yang juga tengah membicarakan Justin.

Eris menarik napas dalam-dalam. Ia mengambil handphonenya dan mulai menonton di aplikasi Tiktok. Wajahnya seketika terlihat murung setelah menonton beberapa video.

"Yah, kenapa dari kemarin beranda Tiktok ini selalu muncul video tentang The Mysterious Class? Ha? Jadi gagal move-on, kan," ucap Eris sambil cemberut.

"Haruto, huhu ..." Eris terisak kecil.

"Bias kok hantu!" Harsiel meledek.

"Mulai lagi kalian berdua! Aku capek atuh, setiap hari harus bahas begituan." Ani mulai frustasi.

"Apa sih, ini kan cuma drama!" Eris menggeplak Harsiel.

Harsiel terbahak-bahak. "Katanya horor, mana ada. Dramanya nggak masuk akal banget, deh. Rating dua persepuluh."

"Rendah banget ratingnya!" Eris geram dan mencubit lengan Harsiel.

"Eh, minggu depan ada persami, lho! Sebagai anak Pramuka, aku bakal ikut. Kalian berdua nyimak aja, ya!" Ani tersenyum bangga.

"Hih, siapa juga yang mau tidur di tenda!" Eris menggeleng.

"Kalian pengungsi? Tidur-tidur di tenda segala." Harsiel menambahkan.

Ani seketika melakukan boombastic side eye. "Heh! Pramuka itu menyenangkan sekali, atuh! Kalian nggak tahu enaknya tidur bareng-bareng dalam satu tenda, terus duduk di dekat api unggun saat malam."

"Eh, Lisa Kawe! Bayangin, pas berkemah, si Ani tuh meninggoy gara-gara dimakan binatang buas." Harsiel tertawa.

"Anjir, jangan ih! Ani nggak boleh mati, sebelum kita-kita ini lulus. Kalo Ani mati, gue juga ikutan!" Eris merangkul Ani, sedangkan Ani kini terharu dengan jawaban si Erisa.

"Kalo lu mati, gue juga ikutan, deh," ujar Harsiel sembari mengemil.

"Biar kita bertiga mati bersama!" Ani tersenyum haru.

"Eh, tapi kalo aku mati duluan gimana?" Eris bertanya.

Ani membalas rangkulan temannya itu. "Aku ikutan aja, nyusul gitu."

"Aku juga, deh!" Harsiel menyahut.

Semuanya terdiam sesaat. Harsiel berdehem dan menatap keduanya. "Nah, kalo gue yang mati duluan, gimana dong?"

Ani menatap Harsiel dengan tatapan yang sulit diartikan. Harsiel seketika gugup dengan tatapan Ani.

"Kalau lu mati, gue hajar lu sampai mati!" Ani mengancam.

"Ya, kan udah mati, tolol! Gimana mau hajar sampai mati coba?" Harsiel terkekeh.

Eris mengangguk. "Iya! Kami akan menghajarmu. Entar, kamu mati dua kali. Udah mati, eh mati lagi."

Harsiel terperangah dengan jawaban itu. Ia menelan air liurnya dan tertawa canggung. "Anjir, aku jadi takut mati, nih."

T. B. C.

Choco FlowerWhere stories live. Discover now