Part 3

269 20 1
                                    

aloo, aku up tiap abis maghrib ya

happy reading ya all!

○○○

Sore hari ini sepulang bekerja, Cavya ditelpon Ibunya untuk menjemputnya di salah satu Cafe dekat butik milik beliau.

Cavya memarkirkan mobil Ayahnya yang ia pinjam di parkiran Cafe. Berjalan menuju tempat Ibu dan teman-teman lamanya reunian.

Bruk

Handphone seseorang yang ia tabrak jatuh. "Eh sorry, Kak. Aku gak sengaja"

Orang yang ia tabrak itu buru-buru memungut handphone nya, mengecek apakah masih bisa dihidupkan atau tidak. Syukurnya handphonenya tidak apa-apa.

"Kak, aku benar-benar minta maaf. Aku gak sengaja. Tadi malah sibuk nunduk" Ucap Cavya menyesal.

Seserang itu mendongak, matanya bertubrukan dengan mata hitam legam milik Cavya yang menatapnya merasa bersalah.

"Cavya?"

Ia kenal seseorang itu. Hal yang selanjutnya ia lakukan adalah, lari. Ya, yang ada dipikirannya saat bertemu mantan itu apa? Ya, pasti lari.

Mantan? iya. Seseorang itu mantannya dua tahun lalu. Yang juga ia lihat disalah satu store skincare dan make up saat itu.

Cavya berlari kembali kearah parkiran, tangan dan fokusnya terbagi mencari kunci mobil di dalam sling bag. Tapi tidak ketemu. Malah struk belanjaan yang ia temui.

Kakinya bergerak gelisah didepan mobil. Sepertinya kuncinya terjatuh saat tadi menabrak mantannya itu.

"Ish mana, sih?! Sumpah ini kalau dia ngikutin aku ottokee?!"

"Nyari kunci, ya?"

Cavya terlonjak saat suara itu menyapa tepat disamping telinganya. Sebuah tangan terulur memberi kunci yang ia cari-cari. Tapi saat Cavya ingin mengambilnya, orang itu menarik lagi tanggannya dan menggantungkan kuncinya di kantong bajunya.

"Masih ceroboh ternyata"

Mata Cavya memicing kesal. Apa katanya? Pria itu bilang Cavya ceroboh?

"Gak usah sok kenal ya, Mas. Tolong berikan kunci mobil saya"

Alis pria itu naik. Oh mau main sandiwara? Ok, gue ikutin permainannya.

"Seenggaknya bilang makasih, lah, Mbak. Itu untung, loh, saya keburu ambilin kuncinya yang jatuh saat kita tabrakan tadi. Mbak-nya, sih, main kabur aja. Kayak yang lihat setan"

"Emang!"

Mata pria itu melotot. "Masa, sih? Kok saya gak lihat, ya? Saya malah lihatnya bidadari"

Pipi Cavya merona. Eh dia sudah move on, ya! Tapi kenapa masih blushing saat pria itu gombal?

"Mas, saya buru-buru. Tolong berikan kunci mobil saya"

"Boleh. Tapi kenalan dulu, ya. Bukan-bukan, maksudnya kenalan lagi" Pria itu tersenyum miring.

Cavya menghela napasnya kasar. Ia mengulurkan tangannya ogah-ogahan. Memilih mengikuti inginnya pria ini daripada harus mengulur waktu.

Tangannya dijabat erat oleh pria itu, "Saya Kafi. Saya tebak, nama Mbak pasti Cavya. Iya, kan?"

Cavya mengangguk malas, "Hm. Sudah, kan? sekarang mana kunci mobil saya?"

Tangannya mencoba lepas dari tautan tangan Kafi. Tapi pria itu seolah menggenggamnya sangat erat, bahkan ia mengelus punggung tangan Cavya dengan ibu jarinya.

Mata Cavya membulat, tangan kirinya yang bebas memukul bahu Kafi keras. Lalu saat genggaman tangan itu terlepas ia menarik kunci mobilnya yang tergantung di kantong baju Kafi. Lalu berlari kembali kearah Cafe untuk menyusul Ibunya.

Kafi terkekeh, lalu tak lama bibirnya tersenyum tipis sambil menatap Cavya yang berlari. "Makin cantik" gumamnya.

○○○

Cavya menghentak-hentakan kakinya kesal. Bahkan ia membuka pintu rumah dengan kasar. Ibu yang berjalan dibelakangnya pun mengernyitkan keningnya bingung.

"Kenapa sih, Kak? Kamu gak ikhlas jemput Ibu?" Tanya Ibu menghampiri anaknya yang merebahkan tubuhnya di sofa.

"Bukan" Suaranya teredam karena ia menelungkupkan kepalanya.

"Ya terus apa? Ibu gak mau ya, kamu uring-uringan gini. Apalagi setelah jemput Ibu gini, Ibu jadi salah paham" Ibu menggerutu sambil meminum air putih dingin yang beliau bawa dari kulkas.

Cavya ikut meminum air putih dingin itu dengan rakus, "Gak apa, Bu. Lagi badmood aja"

"Badmood kenapa?" Cavya hanya menggeleng. Ibu mendengus capek menghadapi anaknya yang sedang moodswing seperti ini.

"Assalamualaikum, Isya pulang!"

"Waalaikumsalam"

"Wah kenapa, nih? Tumben Kakak nyantai disini?" Tanyanya sambil mendudukan dirinya disamping Cavya.

Mata Cavya memicing, "Jam berapa ini, hah? Baru pulang kamu? Pasti habis nongkrong, kan?" seirit-iritnya Cavya bicara, jika sudah menyangkut adiknya ia akan cerewet seperti ini.

"Ngg-"

"Dek, sudah berapa kali Kakak bilang. Kalau pulang sekolah itu ya langsung pulang, Dek. Jangan nongkrong sana nongkrong sini. Gak baik. Kamu itu cewek"

"Apas--"

"Pokoknya, Kakak gak mau tahu. Mulai besok Kakak akan telfon kamu setiap jam pulang sekolah untuk mastiin kamu sudah pulang atau belum"

"Kak, apasih. Adek sudah bilang, kok, ke Ibu. Dia hari ini ada jadwal kelas tambahan sampe sore, dan pulangnya langsung kerja kelompok dirumah temannya" Ibu menjawab cepat, membela Caisya.

Caisya cemberut, ia tak suka saat Cavya memotong penjelasannya.

"Aku sudah izin Ibu, Kak. Aku juga gak setiap hari pulang malam" Jelasnya dengan suara pelan.

"Benar?" Cavya memicingkan matanya, mencoba mengintimidasi adiknya.

"Apasih? Iya! Gak percayaan banget" Caisya sewot. Siapa yang gak sewot saat dituduh-tuduh, coba?

"Yasudah, Kakak percaya. Kamu juga harus izin ke Kakak, Dek. Kamu sudah janji akan jadi anak baik, loh"

"Iya nanti kalau aku ada acara apa-apa, izin ke semuanya, deh. Ke Ayah, Ibu, sama Kakak. Puas?" Cavya tersenyum lebar mengangguk.

"Ibu senang deh liatnya. Kalian akur gini. Kakak juga menjalankan tugasnya sebagai Kakak dengan baik. Makasih ya, Kak. Adek juga makasih karena nurut sama Kakaknya, ya" Ibu tersenyum haru.

Sepertinya beliau berhasil mendidik dua anak perempuannya untuk saling melindungi.

Cavya dan Caisya tersenyum tipis.

"Ayah mana, Bu?" Tanya Caisya.

"Ayah lembur, Kayaknya pulang tengah malam. Kalian masuk kamar, gih. Bersih-bersih langsung tidur, ya" Cavya dan Caisya mengangguk lalu bangkit menuju kamarnya masing-masing.

○○○

kalian tipe yang suka lari kalo ketemu mantan kayak Cavya gini, gak? wkwk

eh vote dan komennya yaac jangan lupa!

Mantan? SIAPA TAKUT!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang