Part 10

142 12 0
                                    

happy reading ya all!

○○○

Siapa yang malam-malam hobi overthinking?

Hobi melamun?

Ngomong sendiri?

CAVYA!

Lihat saja sekarang, lampu kamarnya mati menyisakan cahaya temaram dari lampu tidurnya. Duduknya tegak didepan cermin meja rias. Sesekali mulutnya bergumam tak jelas.

Jam 1 dini hari loh ini! Besok juga ia masih harus pergi kerja, tapi bisa-bisanya masih diam duduk didepan cermin rias. Agak laen.

Tangannya mengacak-acak rambut yang sebenarnya memang sudah acak-acakan. Bibirnya melengkung kebawah, mencebik kesal. Rengekannya terdengar putus asa.

"Nyebelin! Benci banget banget banget"

"Awas saja kalau nampakin diri lagi. Aku bakal kabur
dan pura-pura gak kenal, kalau bisa aku tampol mukanya!"

"AKKKHH!"

"BERISIK!"

Mulutnya langsung melipat kedalam. Salah waktu, emang salah waktu! Jam 1 dini hari teriak-teriak. Depan kamarnya itu kamar orangtuanya, kamarnya tidak kedap suara.

"Mampus" Cicitnya sambil buru-buru berbaring dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.

"Ngapain kamu malam-malam teriak, hah?!" Gebrakan pintu kamar terdengar nyaring diiringi pekikkan Ibu.

Cavya menurunkan selimutnya sampai bawah hidung, tangannya teracung membentuk peace.

"Tidur Cavya, ini udah malem!" Omelnya. Hey siapa yang tidak kesal jam 1 dini hari terbangun kaget karena suara teriakan. "Bahkan ini sudah mau subuh, Vy!"

"Sorry" Cicitnya, suaranya teredam selimut yang menutup tubuhnya sampai setengah wajah.

Ibu berjalan menghampiri putri sulungnya, ikut berbaring sembari memejamkan mata. "Kenapa?" Tanyanya bergumam.

Cavya membuka selimutnya sebatas dada, membalik badannya menghadap Ibu. "Hehe gak apa"

Ibu mendengus. "Kalau gak apa ya mana mungkin jam 1 malam gini masih bangun sambil teriak-teriak gak jelas?"

"Gak apa, Bu. Suer, deh"

Ibu membuka matanya, membalik badannya berhadapan dengan Cavya. "Kerjaan? Pertemanan? Keluarga? atau... asmara?

"Gak semuanya, Ibu"

"Hm, Mantanmu yang kemarin tiba-tiba ada di Jakarta dan sekarang dia tiba-tiba ngilang lagi, right?"

Cavya memelas, "Males ah. Kalau sama Ibu gak bisa bohong"

Ibu tertawa, "Kamu anak ibu, jelas Ibu tahu tabiat kamu. Sudah move on kok masih dipikirin"

Cavya mendelik. "Apa sih? Mana ada ya aku pikirin dia, tadi tuh cuma tiba-tiba kepikiran aja"

"Ya ya ya percaya, deh"

Cavya merengek, "Ibu!"

Ibu tertawa, "Iya, percaya. Gak dipikirin cuma kepikiran cenah"

Cavya membalikan badannya memunggungi Ibu, menarik selimut sampai menutup kepalanya. "Dah ah mau tidur, besok masih harus kerja"

"Oke, Ibu juga" Ucap Ibu sambil beranjak dari kasur.
Tidak langsung keluar, beliau kembali membalikan badannya.

"Kak, kalau jodoh gak akan kemana, kok. Tenang saja. Ibu tahu kamu belum bisa benar-benar move on, saat itu kamu cuma merasa takut kalau semua yang terjadi pada Ibu akan terjadi di kisah kamu, kan? Ibu tahu, cinta kamu saat itu sudah bukan cinta monyet zaman SMA lagi"

Cavya menyenderkan punggungnya pada dipan kasur, matanya berkaca-kaca. Ia benci saat ketakutannya diketahui orang termasuk Ibunya sendiri.

"Aku gak mau merasa begitu terpuruk untuk kedua kalinya, Bu. Aku gak mau ditinggalin lagi. Cukup cinta pertama aku saja yang buat aku sebegitu kacaunya, aku gak mau lagi walau kenyataannya memang begitu"

"Tapi kamu belum benar-benar dengar penjelasan dia, Kak. Saat itu kamu terlalu gegabah memutuskan sesuatu hal sampai kejadiannya berlarut-larut tanpa kamu tahu kebenarannya"

"Aku gak mau tahu, Ibu"

Ibu mengangguk sambil menghela napasnya panjang, "Tidur, jangan sampai besok mata kamu bengkak"

"Iya" Cicitnya sambil kembali menutup seluruh tubuhnya menggunakan selimut.

Ibu menghela napasnya kasar, bola matanya memutar jengah. "Lanjut overthinking lagi Ibu usir kamu tidur diluar, ya" Ancamnya sambil menutup kembali pintu kamar Cavya.

○○○

"Abang!" Teriak seorang perempuan dengan rambut terurai panjang. Alisnya mengerut pertanda ia sedang marah.

Laki-laki yang dipanggil Abang itu semakin tertawa keras. Seorang perempuan paruh baya menghampiri mereka berdua dengan tangan berkacak pinggang.

"Kenapa, sih?! Mama lagi sibuk. Jangan berisik dong Kafi, Yumna! Sehari gak beranten gak bisa apa?!"

Perempuan berambut panjang yang dipanggil Yumna itu semakin merenggut kesal. "Abang nih, Ma. Ganggu aku terus!"

Mama memberi tatapan peringatan pada Kafi, matanya semakin menajam.

Kafi menggeleng cepat, tawanya tidak hilang. "Ngakak, Ma. Si Yumna ada-ada saja kelakuannya"

"Nyebelin banget, sih, Abang! Aku gak like, ya!"

Kafi semakin tertawa, "Terus-terus kelanjutannya gimana, tuh?"

"Gak tahu lah. Gak mau lagi cerita sama Abang kalau diejek terus gitu!" Kafi hanya tertawa.

"Kenapa, sih?" Tanya Mama heran.

"Ini Ma, Si Yum--"

"Sutt, rahasia" Yumna memotong cepat jawaban Kafi.

Mama merenggut, "Ah, gak asik!" Sambil berlalu pergi kembali menuju dapur.

"Terus gimana, tuh, si cowoknya. Ilfeel, gak?" Yumna menggeleng lesu.

"Malah makin ngedeketin mulu"

Kafi tertawa, "Gigih juga"

"Huaa gak mau, Bang!" Yumna merengek.

"Ya sana bilang ke orangnya langsung"

"Udah. Mulut aku sampai berbusa, tapi dia gak pergi-pergi!"


"Pergi beneran tahu rasa lo" Gumamnya. Yumna mendelik.

Tiba-tiba wajah perempuan blasteran arab itu lesu. "Bang" Kafi hanya berdeham sambil tetap fokus menonton televisi.

"Kalau dia pergi beneran gimana, ya?"

Kafi menoleh cepat, tangannya menepuk kening Yumna pelan. "Hah?"

Yumna merengek keras, "Huaa Abang!"

Kafi mendesah. "Ya Allah, Yum. Selama ini maksud kamu, tuh, apa?"

Yumna menggeleng. "Gak ngerti"

"Bodoamat!" Sambil berlalu pergi.

"SEMUA COWOK TUH SAMA SAJA!" Pekik Yumna kesal.

○○○

sowwy bgt kalo lagi lagi up nya dikit😭🙏

walaupun dikit harus tetep vote sama komen ya gais, maaciw

Mantan? SIAPA TAKUT!Where stories live. Discover now