Ayah -16

1.7K 246 39
                                    

Isinya romance tipis tipis, dramanya belom abis hehe

Dona terduduk lemas setelah mendengar semua dari mulut Gavin.

Tentang tujuan awalnya datang kesini sampai pertengkarannya dengan Hansen.

Gavin memberitahu semuanya, termasuk isi percakapan mereka di malam itu.

Tak lama, airmata Dona jatuh. Ia tak menyangka bahwa keputusannya masihlah menimbulkan luka bagi kedua anaknya.

Dona sadar dulu ia tak memperlakukan Hansen dengan baik. Hanya saja setelah bercerai dan membawa Hansen, ia fokus untuk menebus rasa bersalahnya dengan berusaha bersikap lebih baik dari sebelumnya.

Tanpa meminta maaf dan membiarkan Hansen mengungkapkan isi hatinya.

Pantas saja Hansen masih bersikap canggung dan sering menghindar. Karena lukanya masih belun sepenuhnya sembuh.

Kadang permintaan maaf juga dibutuhkan kan?

Begitu pula dengan Gavin. Ia memang menyayangi Gavin secara diam-diam, tanpa sepengetahun Gavin. Tentu saja sikap jahat yang sering ia tunjukkan pada Gavin membuat pemuda itu berpikir bahwa mama sama jahatnya dengan papanya.

Dan ditambah rasa irinya pada Hansen kala itu, membuatnya mengambil keputusan besar.

Dona dengan cepat memeluk Gavin, tak berhenti menggumamkan maaf serta mengelus kepala Gavin dengan sayang.

"Maafin mama.. maafin mamaa. Mama sayang Gavin, mama sayang Hansen.."

Sedangkan Gavin dalam pelukannya hanya tersenyum. Sejak ucapan terkahir Hansen padanya, ia rasanya tak butuh lagi permintaan maaf Dona.

Mengetahui bahwa ibunya menyayanginya saja sudah cukup, sekalipun hanya dalam diam.

Gavin sejenak memikirkan Hansen. Kakaknya lah yang paling menderita. Hidup dalam luka yang dibuat ayahnya dan tidak pernah mendapat kasih sayang dari ibunya.

Hansen lah yang membutuhkan ucapan maaf dan—

"Jangan tinggalin mama, mama sayang kalian berdua."


Zidane mengaduk minumannya, sesekali melihat ke jalanan. Saat ini dia berada di meja restoran bagian luar dengan pria berusia akhir 30-an di depannya.

Ia tak menyangka kalau ia akan bertemu langsung dengan orang ini. Ayolah, kalau dilihat-lihat wajahnya terlihat ramah dan tipikal humoris.

Tapi tetap saja kan, kita tak bisa menilainya dari luar?

"Jadi berapa lama lagi ya om saya harus nunggu?"

Yang dipanggil Om sekarang justru tersenyum.

"Perkenalkan, Saya Rafif Satya Yudhistira. Papa kandungnya Hansen dan Gavin, seperti yang kamu tahu."

"Dan saya disini mau nawarin kamu satu hal." Zidane mengernyit. Apa pria didepannya ini ingin membuat kesepakatan dengannya?

"Tepat sekali, saya menawarkan sebuah kesepakatan." Seolah bisa membaca pikiran Zidane, pria ini menyodorkan sebuah kertas.

"Saya bakal bantu perusahaan keluarga kamu, asalkan kamu bisa bujuk Hansen buat ikut sama saya."

"Wow, om gak mau minta maaf dulu soal apa yang Om lakuin sama Hansen dan Gavin?"

"Untuk apa? Itu memang didikan saya, dan liat sendiri kan hasilnya? Mereka jadi anak yang sempurna dan bisa diandelin, ya kecuali pas Gavin sama sekali gak bisa bujuk kakaknya pulang."

"Termasuk mukulin Gavin yang ga bisa bawa Hansen pulang?" Zidane berdecak heran, tak habis pikir dengan jalan pikiran orang ini.

mukanya doang keliatan lawak, tapi kelakuannya kayak setan.

[1] Hello, Enemy! | BinHao [END]Where stories live. Discover now