Cemburu -22

1.7K 220 7
                                    

"Dari mana?" Zidane melotot horror, disudut kelas ada Hansen yang duduk di atas meja sambil melipat tangan didepan dada.

Sekali lagi, di atas meja! Seorang ketua osis dengan tampilannya yang biasanya rapi dan berwibawa kini menatapnya tajam.

Dan sejak kapan seragam Hansen seberantakan ini?

"Lo masih disini?" Bukannya menjawab, Zidane justru balik bertanya karena acara sudah selesai dan seharusnya semua murid sudah pulang.

"Emang kenapa?"

Kenapa jadi beradu pertanyaan seperti ini?

"Sekali lagi, dari mana?"

"Gue dari rooftop." Jawabnya jujur. Bahkan setelah Zidan pergi dari sana, Zidane sama sekali tak beranjak dari sana.

"Sampe jam segini? Ngapain? Keenakan pacaran sama Zidan?"

"Lo tuh kenapa sih anjing!?" Zidane benar-benar tak mengerti dengan jalan pikiran Hansen. Sensi sekali kalau membahas Zidan.

Padahal mereka saja tidak punya hubungan apa-apa.

Tunggu.

Hansen tidak mungkin cemburu kan?

"Pulang bareng gue." Bahkan Hansen mengubah gaya bicaranya.

"Gak. Gue pulang sendiri."

"Bareng gue, Zidane Rayn Hanif."

"Gue gak mau ya tuan Hansen Satria-WOY TURUNIN!"

Tanpa mendengarkan protesan Zidane, Hansen dengan nekat menggendongnya ala karung beras dan pergi keluar.

Tak peduli dengan panitia yang masih membersihkan lapangan, atau anak-anak ekskul yang saling menatap bingung.

Termasuk Celline yang menatap dalam diam.





"Aw! Setidaknya kalo masukin liat-liat juga dong!" Zidane mengaduh akibat kepalanya terbentur atap mobil.

"Oh, lo mau dimasukin sekarang?"

"Sialan, Hansen." Enteng sekali mulut Hansen, padahal ia tau betul konteksnya.

"Maksud gue kalo mau masukin orang ke mobil ya liat-liat juga! Lo tau atap mobil lo pendek!"

Hansen tak peduli, ia lebih memilih masuk ke kursi kemudi kemudian melaju dengan kencang.

Zidane di dalamnya hanya bisa berkomat-kamit dalam hati.

"Lo kalo pengen ketemu Tuhan minimal jangan ngajak gue dulu please! Gue masih mau hidup, gue masih mau punya kerjaan, masih mau punya pacar!"

"Pacar? Maksud lo si Zidan?" Zidane mendelik. Ada apa sebenarnya dengan Hansen? Cowok itu hari ini lebih sensitif dari biasanya.

Dan apa katanya? Zidan?

"Kok jadi bawa-bawa Zidan sih?"

"Ya kan lagi pdkt."

"Emang kenapa kalo gue pdkt sama Zidane? Lo sama Celline gue ga ganggu tuh." Cibir Zidane.

Hansen semakin mendelik tak suka.

"Gak usah bawa-bawa Celline."

"Ya lo juga gak usah bawa-bawa Zidan! Lagian lo ada masalah apa sih sama dia?"

"Gue gak suka."

"Hah?"

"Gue gak suka lo deket sama dia."

"Hah?"

"Gak ada siaran ulang." Jawab Hansen.

Zidane yakin ia tak salah dengar, tapi dalam konteks apa?

Hansen menyukai Zidan?

Atau-

"Gue cemburu, Zidane. Kurang jelas?"






Sepanjang perjalanan pulang, mereka hanya diam satu sama lain. Hansen merutuki bibirnya, sedangkan Zidane berusaha mencerna kalimat Hansen.

"Gue cemburu, Zidane. Kurang jelas?"

Kalimat terakhir Hansen sebelum pulang ke rumah benar-benar membuatnya pening setengah mati.

Padahal dia baru saja membahas hal ini bersama Zidan.

"Coba deh sini deketan."

Dan setelahnya Zidane melotot kaget.

"Tahan bentar, gue mau liat reaksinya."

Zidane mengernyit, apa maksudnya?

"Ada Hansen dibelakang, ngintipin kita."

Tepat setelah Zidane berbalik, Hansen sudah tidak ada disana.

"Biasanya kalo dia ngeliat orang pacaran apalagi dengan posisi kayak gini, dia bakal langsung dateng. Tapi ini enggak."

"Mungkin dia lagi gak mood?"

"No. Hansen bukan orang yang kayak gitu."

"Terserah, tapi itu gak ngebuktiin apa-apa Zidan. Hansen gak mungkin suka sama gue kayak apa yang lo bilang tadi."

"Tapi buktinya dia kesini, ngikutin kita." Zidane berusaha mencerna kalimat barusan.

"Tunggu, maksud lo?"

"Iya Zidane sayang. Gue sengaja biarin dia liat kalo lo gue bawa kesini. Dan see? Dia ngikutin kita. Buat apa coba kalo bukan penasaran?"

"Apalagi kemarin kata lo dia suka bahas gue sambil marah-marah. Pantesan aja dia sensi kalo liat gue. Cemburu ternyata."

"Ck, apasih Zi."

"Gak usah ngelak lo. Ntar juga lo disusulin di kelas. Terus dia marah-marah sambil bawa nama gue. Emang dasar orang cemburu ya." Zidan tertawa lepas kemudian menepuk bahunya mengisyaratkan untuk pulang duluan.

Semua yang dikatakan zidan benar-benar terjadi. Tapi yang kini membuatnya bingung adalah..

Kenapa Hansen harus cemburu? Dalam konteks apa?

"Kak, makan dulu yuk. Ngayalnya nanti aja." Ajak Gavin.

Zidane menggangguk pelan, sedikit menahan malu ketika tau kalau aktivitas melamunnya tertangkap basah oleh Gavin.

Di lantai bawah sudah ada Dona yang sibuk menyiapkan makanannya.

"Loh, mama sendiri doang nih? Kak Hansen mana?" Tanya Gavin. Pasalnya, tadi dia masih melihat kakaknya itu turut membantu mamanya menyiapkan makanan.

"Oh, kakakmu ituloh. Kayaknya lagi jalan sama pacarnya. Modelannya rapi banget dari biasanya."

Zidane termenung.

Pacar?

Celline?

Jadi apa maksudnya Hansen cemburu kalau dia sendiri sedang bersama Celline.

"Sialan, ini sih namanya gue di tarik ulur."

Chapter dua puluh dua : Cemburu -end

Chapter dua puluh dua : Cemburu -end

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Holaaa! Apa kabar?

[1] Hello, Enemy! | BinHao [END]Where stories live. Discover now