14

1.9K 219 9
                                    




.


.


.


Jisung menekuk wajahnya sedari mereka memasuki salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota Neo. Pasalnya Haechan malah mengajak Mark untuk ikut menemaninya berbelanja.

Haechan yang tidak tahu apa-apa malah menunjukkan betapa antusiasnya ia dengan isi mall itu hingga pemuda gembil itu menjadi pemandu tur dadakan. Chenle hanya seadanya menanggapi keantusiasan Haechan sesekali melirik ke belakang tempat Mark dan Jisung berjalan berdampingan.

Ia sudah waspada jikalau dua vampir itu saling serang, kan bisa gawat jadinya.

"Chenle?"

"Hm?"

Sang empu nama menoleh ke arah Haechan yang sedang merapatkan tubuhnya pada dirinya. Terdapat dua totebag yang ia tenteng di tangan kirinya.

"Apa hanya perasaanku saja kalau orang di belakang kita saling melempar tatapan membunuh?"

Chenle hanya tertawa hambar. Mereka sudah hampir 30 menit mengelilingi mall ini, dan Haechan baru menyadarinya?

"Tidak apa-apa, biarkan saja. Mungkin mereka masih canggung untuk memulai percakapan satu sama lain."

Haechan hanya mengiyakan saja dan melanjutkan acara berbelanjanya.

"Oh iya Le, aku hampir lupa. Ibuku menitip pesan untuk membelikannya cake strawberry. Tujuan kita berbeda, apa tidak apa-apa kalau kita berpisah disini?"

Chenle mengangguk, "Tidak apa-apa."

"Okey, kita berpisah disini lalu bertemu lagi di depan stand roti bakar itu." tunjuk Haechan ke objek di depan mereka.

Chenle mengacungkan jempolnya. Pemuda bersurai coklat madu itu melambaikan tangan dan langsung menggandeng lengan Mark menuju tempat yang menjual berbagai macam aneka kue. Meninggalkan Chenle dan Jisung yang diam-diam menghela nafas lega.

"Kita kemana selanjutnya?" tanya Chenle memeriksa totebag di tangan kanannya. Segala bahan makanan yang ia inginkan sudah dibelinya. Makanya ia menawari Jisung kalau-kalau vampir itu ingin membeli sesuatu disini sebelum mereka benar-benar pulang.

Jisung tampak berpikir dengan matanya mengedar ke sekeliling mall yang ramai dipenuhi oleh orang-orang dengan berbagai tujuan.

"Apakah disini ada yang menawarkan jasa pembuatan kalung?"



***



Disinilah mereka berdiri di depan kaca etalase yang menampakkan berbagai jenis perhiasan cantik. Batu-batu permata dan berlian nampak berkilauan diterpa cahaya lampu neon yang bertengger di langit-langit.

Jisung hanya menatap datar ke arah Chenle yang hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia tidak tahu dimana tempat yang bisa membuat kalung, jadi ia bawa tuannya ke toko perhiasan kalau-kalau orang disana bisa membuatkan kalung sesuai keinginan pelanggan.

"Kita coba masuk dulu." ajak Chenle sambil menarik pelan ujung hoodie milik tuannya. Mereka berdua disambut dengan pelayan toko dengan ramah.

"Selamat datang di toko kami. Tuan dan nona cantik ini ingin membeli perhiasan seperti apa?"

Chenle celingukan melihat sekitaran siapa gerangan yang pelayan toko itu panggil 'nona'. Perasaan disini hanya dia berdua dengan Jisung, tidak ada perempuan lain yang bertandang ke toko ini.

Jisung hanya menghela nafas lelah. Ia menyeletuk sebelum Chenle menanyakan hal yang menurutnya sangat tidak penting untuk disuarakan.

"Kami tidak ingin membeli perhiasan. Kami cuma bertanya apa disini ada yang bisa membuatkan kalung?"

Pelayan toko itu berpikir sejenak. "Oh iya, bisa sekali tuan. Kami membuka jasa terima permintaan dari pelanggan untuk membuatkan perhiasan sesuai dengan pesanan. Mari ikut saya."

Keduanya mengikuti pelayan toko itu masuk ke dalam sebuah ruangan samping meja transaksi. Tidak banyak perhiasan disana, hanya ada beberapa bahan mentah seperti batu giok dan intan yang diisolasi di dalam kotak kaca.

Pelayan toko itu membawa mereka ke salah satu meja yang terdapat seorang pria paruh baya dengan banyak alat-alat ukir di atas meja.

"Permisi tuan Yoon, ada pelanggan yang minta dibuatkan kalung."

Pria paruh baya itu menatap ke arah dua pemuda di hadapannya. Ia mengangguk dan pelayan toko itu pergi meninggalkan mereka dan kembali bertugas setelah pamit dengan ketiganya.

"Baiklah, kalian pilih saja batu-batu cantik disana, aku akan mengukirnya sesuai bentuk yang kalian inginkan." ujar pria paruh baya itu sambil menunjuk kotak kaca berisikan kumpulan batu-batu mengkilap warna-warni.

"Tidak perlu, anda hanya perlu mengukir batu ini sebagai liontinnya."

Jisung menyerahkan dua serpihan batu Stragon ke hadapan pria paruh baya itu. Mata Chenle seketika melotot tak habis pikir kenapa tuannya bisa kepikiran menjadikan batu Stragon sebagai liontin kalung.

Pria paruh baya itu mengamati batu merah yang sudah berada di tangannya.

"Boleh juga seleramu anak muda. Ini batu yang baru pertama kali aku lihat. Apa ada jenis batu Ruby yang baru? Ini terlihat indah sekali." ujar pria itu sambil meneliti tekstur di dalam batu itu. Ia mengetuk-ngetuk guna mengetahui tingkat kekerasan pada batu itu.

"Baiklah, berapa buah kalung yang perlu aku buat?"

"Dua."

"Waktu pengerjaannya butuh sekitar 20 menit. Kalian bisa menunggu dimana saja atau kembali lagi besok untuk mengambil pesanan kalian."

"Kami menunggu disini."

Pria paruh baya itu mengangguk dan langsung melakukan pekerjaannya. Chenle menoel bahu Jisung sehingga empunya menoleh.

"Kenapa batu itu dibuat menjadi kalung?" bisik Chenle sepelan mungkin supaya pria paruh baya itu tidak mendengar.

"Itu memudahkan supaya tidak hilang tiba-tiba saat menjalankan tugas."

Chenle membulatkan mulutnya. Ia mengerti dengan rencana sang tuan. Batu itu akan menempel terus dengan mereka jika dipakai sebagai kalung di tubuh. Itu juga sebagai antisipasi kemungkinan akan terjatuh di perjalanan jika hanya berbentuk serpihan batu saja, apalagi ukurannya yang cukup kecil. Pasti susah untuk mencarinya.

Ide Jisung boleh juga, pikir Chenle.



Tbc.


Jangan lupa vote dan komen ya~

Master! [JiChen]✓Where stories live. Discover now