Bab 2 | Biang Onar

48 28 112
                                    

"Iya belum tentu iya, tidak belum tentu tidak. Kuncinya, waspada dan jangan mudah percaya."

Seorang gadis duduk dengan perasaan yang tidak karuan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Seorang gadis duduk dengan perasaan yang tidak karuan. Dunia tenangnya kini sepertinya akan menghilang, setelah sosok paling menyebalkan mulai muncul dalam setiap lembar kisah putih abu-abunya satu tahun ke depan.

Lelaki itu duduk tepat di belakang Livi. Mengamati Livi dengan pandangan yang sulit dijabarkan. Atensi Zavas teralihkan saat seseorang muncul dari arah pintu dan menghampiri Livi sambil berjalan penuh percaya diri. Seseorang itu tersenyum manis seraya mengacak gemas rambut Livi, membuat sang empu marah.

"Ih, Lele apaan, sih? Mau ngapain lo?"

"Ngajak lo bolos," ucap Leo yang membuat semua anak sontak menatapnya. Mana mungkin seorang Leo akan bolos pelajaran?

"Ya ngajak lo ke kantin, lah. Pake nanya lagi. Yok, keburu masuk. Jam istirahat kita cuma sebentar," imbuh Leo. Saat tengah mengobrol dengan Livi, Leo sempat menatap tidak suka ke arah Zavas, sedangkan yang ditatap hanya tersenyum miring meremehkan.

Livi segera bangkit dari duduknya sebelum Leo menyeret tangannya untuk beranjak pergi. Lelaki itu sangat senang membuat darah Livi naik. Pasalnya, jika sudah ingin, maka harus Leo dapatkan.

Di kantin, Leo mulai mengeluarkan sesuatu yang sedari tadi mengganggu kepalanya.

"Li, kok bisa Zavas duduk di belakang lo, sih? Curiga gue." Leo mengawali perbincangan seraya mengambil minum dari ibu kantin dan memberikannya kepada Livi.

"Nah, itu Le. Kok bisa gue sekelas sama geng resek itu. Gue takut ngga fokus belajar. Tau sendiri, 'kan, mereka buang rusuh." Livi terus mengaduk jus mangganya seakan tengah berpikir.

"Ati-ati aja lo sama mereka. Jangan sampe ada urusan sama mereka." Mendengar itu, Livi paham dan mengangguk.

Sementara di dalam kelas, Zavas tengah membuat sebuah lukisan di papan tulis.

Berbeda dengan anak-anak Xander yang merasa bangga dengan ketua mereka, semua anak di dalam kelas justru terlihat sangat kesal

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Berbeda dengan anak-anak Xander yang merasa bangga dengan ketua mereka, semua anak di dalam kelas justru terlihat sangat kesal. Jeysen, di ketua kelas memberanikan diri untuk maju dan menegur Zavas.

"Zav, hapus gambar lo. Papan tulis jadi kotor. Dan, anak-anak belum pada selesai nyatet hasil musyawarah tadi."

Seperti yang Jeysen bayangkan, dia justru dibully oleh geng Xander.

"Jeysen huwuw hahaha. Lo mending belajar berdiri yang tegap dulu deh, sebelum ngomong sama bos kita. Nih, kaki lo gemetar." Jeysen ditertawakan habis-habisan oleh mereka, bahkan Kelvin sudah mulai bermain-main dengannya.

"Singkirin tangan lo dari gue." Jeysen menepis tangan Kelvin yang berusaha untuk meraih kaca mata bulatnya. Namun, bel masuk sudah berbunyi, menggagalkan Kelvin yang sedang berulah.

"Sial. Lo aman sekarang, tapi ngga tau besok-besok." Kelvin berjalan melalui Jeysen, sedangkan Zavas melemparkan spidol yang tadi dia pegang ke wajah Jeysen. Membuat lelaki itu sedikit meringis sakit.

Tidak lama setelah bel berbunyi, Livi kembali masuk kelas yang ditemani oleh Leo. Zavas kembali memerhatikan gadis itu. Entah apa yang dia rencanakan, isi kepala seorang Zavas sangat sulit ditebak.

"Kenapa lo ngeliatin gue? Naksir, lo?" tanya Livi tanpa basa-basi. Zavas yang ditanya seperti itu justru tersenyum licik.

Menarik, batinnya.

"Lo lupa, lo yang neriakin gue cowok norak tadi pagi, huh?" Zavas berkata dengan nada rendah seperti ini justru membuat tengkuk Livi merinding. Namun, Livi harus tetap terlihat cool.

"Dan apa lo lupa, kalo lo hampir nabrak gue gara-gara motor jelek lo itu?"

Demi apa pun, ucapan Livi jauh lebih menyeramkan daripada film-film horor yang biasa Rea tonton. Livi mengatakan itu seakan tidak memikirkan risiko yang akan dia dapat nantinya. Dan bukankah Leo baru saja mengingatkannya untuk tidak berurusan dengan anak-anak Xander? Jika sudah begini, hidup Livi akan semakin jauh dari kata aman dan tenang.

"Lo emang punya uang dan kuasa, tapi ngga semua orang bisa lo rendahin. Kalo lo mikir gue bakal takut sama lo, lo salah besar." Livi menatap tajam kedua mata Zavas. Yang ditatap justru biasa saja seraya menikmati bagaimana Livi meluapkan emosinya.

Zavas kini mulai berjalan mendekati Livi. Livi memelototkan matanya seraya menjauh hingga kini badannya sudah menyentuh dinding. Membuat Zavas menjadi lebih mudah untuk mengunci tubuh gadis itu. Rea yang baru saja masuk kelas tidak tinggal diam. Dia menepuk keras tangan Zavas, lalu menarik Livi untuk menjauh.

"Lo mau ngapain anak orang, hah? Dia temen gue Zavas. Lo jangan kurang ajar, ya!" amuk Rea. Gadis itu memang tidak segan untuk memarahi Zavas. Dan hanya Rea lah yang berani, karena dia merupakan teman kecil ketua geng Xander.

"Gue cuma mau ngingetin dia. Lo minggir," ucap Zavas dingin.

"Lo atau gue yang minggir?!" bentak Rea.

Zavas mengembuskan napas, lalu pergi keluar kelas.

"Mau ke mana, lo? Bentar lagi guru masuk!"

"Bukan urusan lo!" jawab Zavas. Tidak lupa, semua anggota gengnya turut mengekor di belakangnya.

Rea menggelengkan kepalanya, lalu mengamati Livi apakah dia baik-baik saja atau tidak.

"Li?"

"Gue ngga papa. Lo pikir gue secupu itu? Gue cuma ngga biasa aja digituin sama cowok."

"I see. Emang berandalan tuh bocah."

"Btw kok lo bisa ribut sama Zavas?"

***

Zavas yang akan pergi ke roof top tidak sengaja berpapasan dengan Leo yang baru saja dari toilet. Pertemuan empat orang lawan satu itu menimbulkan bombastic side eye di antara mereka. Jika dibayangkan pada sebuah film, adegan ini menggunakan teknik slow motion sehingga pesona dari setiap tokoh akan muncul. Cuakss

"Cih," Zavas berdecih.

"Kakak adek sama-sama cupu." Leo mencoba menahan diri untuk tidak terpancing emosi. Bagaimana pun, dia harus menjaga nama baiknya saat ini. Terkenal menjadi siswa yang baik-baik, membuatnya tidak leluasa untuk bergerak. Leo akhirnya mengabaikan ucapan Zavas dan berlalu begitu saja.

"Dasar cupu!" teriak Raka. Rival, sesama anak Xander hanya bisa diam saat teman-temannya membuli orang lain. Dia hanya malas ikut campur saja.

Sesampainya di roof top, Zavas mengeluarkan sebungkus rokok dan membagikannya kepada teman-temannya. Mereka merokok bersama.

"Guys, malem ini kita tanding. Kita harus menang dan buktiin kalo kita raja jalanan di sini dan mereka harus tunduk sama kita."

"Sama siapa, Zav?"

"Ramos."

"Wih, seru nih."

Gue bakal bikin perhitungan sama Leo. Liat aja nanti." Zavas mengembuskan asap rokok itu ke langit-langit lalu tersenyum miring setelahnya.

***
Kira-kira, rencana apa yang bakalan Zavas buat, ya?
Dan apa hubungan Leo sama Ramos?

Stay tuned buat next chapter ya, vren🤗

Popularity (On Going)Where stories live. Discover now