Bab 14 | King Queen

8 0 0
                                    

Jalanan terlihat basah akibat hujan lebat yang mengguyur ibu kota hingga subuh tadi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jalanan terlihat basah akibat hujan lebat yang mengguyur ibu kota hingga subuh tadi. Matahari yang biasa bangun lebih awal pun masih tampak enggan untuk menampakkan diri. Sepertinya tengah mengisi energi untuk menghangatkan makhluk hidup di bumi. Namun, hal itu tidak meredupkan semangat belajar anak-anak SMAPSA. Setelah beberapa Minggu ini sibuk dengan acara ulang tahun sekolah, kini sudah saatnya mereka kembali bersaing perihal angka.

Semua, kembali dimulai.

Livi dan Leo memasuki area sekolah yang diikuti oleh anggota Xander. Sontak hal ini menimbulkan keributan untuk beberapa saat.

"Crazy! This is crazy! Kapan lagi ngeliat most wanted SMAPSA berangkat bareng?"

"Demi apa pun gue berapa masuk dunia fiksi."

"King queen SMAPSA nih bos, tabrak dong!"

Leo dan Zavas sempat melakukan eye contact, hingga akhirnya Leo mengajak Livi untuk segera masuk ke dalam kelas karena pembelajaran akan segera dimulai.

Rea yang melihat Livi diantar oleh Leo hingga depan kelas pun heboh.

"Widih, dianterin bebeb nih ceritanya. Ekhem!"

"Diem lo ya, ngga usah ngeledekin gue," sewot Livi sambil melepaskan jaket SMAPSA yang dia kenakan.

"Heh, btw gue kemaren ngga liat lo, Re. Lo ke mana?" tanya Livi.

"Gue gabung sama anak-anak yang lain lah. Lo nya aja yang sibuk. Abis fashion show langsung join Leo sampe jam pulang." Lagi-lagi Rea berusaha menggoda Livi dengan matanya yang berusaha melihat ke area sekitar.

Zavas dan gengnya satu per satu masuk ke dalam kelas. Seperti biasa, Zavas yang berjalan malas itu melemparkan tasnya ke meja hingga membuat anak-anak terkejut. Livi dan Rea yang duduk tepat di belakang Zavas berusaha tetap tenang dan tidak tersulut emosi. Keduanya tidak ingin mood nya buruk karena jam pelajaran pertama bahkan belum dimulai.

Tidak lama, terlihat Jeysen memasuki ruang kelas dengan membawa beberapa buku milik guru yang akan mengajar pada jam pertama. Pak Bambang dengan senyum sumringah mengawali pembelajaran dengan memberikan pantun.

"Menanam jagung di sawah Sugeng."

"Cakeeep!" seru semua anak.

"Makasih guys, gue emang cakep," ucap Sugeng malu-malu sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Heh, diam kamu. Bapak belum selesai pantunnya," tegur Pak Bambang.

"Oke lanjut pak!"

"Sawahnya kena banjir bandang."

"Apa kabar anak-anakku sekalian."

"Mari kita belajar Sejarah Indonesia!"

Untuk beberapa detik, semua anak hanya terdiam. Berusaha menahan diri agar tidak menghujat maupun menyinggung perasaan lelaki berumur lima puluh tahunan itu. Namun, lain halnya dengan Raka, Kevin, dan Rival yang saat ini tengah cekikikan hingga terdengar suara kodok akibat menahan tawa.

"Bagus Pak Bambang! Merdeka!" seru Sugeng dari bangku belakang untuk mencairkan suasana. Mereka pun mulai belajar.

***

"Menurut saya, tergantung Bu. Era digital akan memberikan dampak negatif apalagi digunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Namun, jika digunakan dengan tepat saya rasa akan sangat berguna. Dengan kemajuan teknologi saat ini, kita bisa dengan mudah mengikuti pembelajaran dari mana pun dan kapanpun. Seperti contohnya kita bisa ikut webinar. Selain mendapat ilmu, kita juga mendapat sertifikat yang mungkin berguna saat memasuki dunia kerja."

"Contoh dampak positif dalam dunia kerja apa, Leo?"

"Contohnya mempermudah pekerjaan manusia, Bu. Misalnya penggunaan AI untuk membantu membuat dan merapikan data, mencari ide konten, bahkan bisa melakukan meeting online sehingga bisa lebih efisien."

Bu Via tersenyum kagum dengan semua jawaban yang Leo berikan.

"Baik, kalo begitu pembelajaran hari ini ibu cukupkan, kalian boleh pulang. Selamat sore.

"Sore Bu Via!" jawab semua anak kompak.

Sementara itu, di tempat lain Rea tengah bersiap untuk latihan karate. Dia mengajak Livi ke ruang latihan sembari menunggu Leo keluar dari kelasnya. Rea datang satu jam lebih awal sebelum latihan dimulai agar Livi tidak merasa terganggu dengan suasana yang ramai.

"Li, lo ngga mau coba join karate?"

"Ngga dulu. Gue takut malemnya ngga bisa belajar karena pagi sampe sore full di sekolah dan akhirnya kecapean."

"I see. Tapi lo harus perhatiin kesehatan lo, Li. Gue tau lo gila nilai, tapi jangan sampe bikin lo stres apalagi sering sakit kepala."

Mendengar itu, Livi tersenyum miris. Bagaimana bisa dikatakan peduli dengan kesehatan jika tidurnya saja kurang dari empat jam?

"Eh, itu kayanya Leo deh. Gue cabut dulu ya. Semangat lo!" Livi segera berjalan menuju Leo agar bisa cepat pulang dan beristirahat. Malam ini dia akan mempelajari materi hari ini, jadi dia ingin tidur dulu setidaknya satu jam agar bisa begadang.

Baru saja Livi meninggalkan Rea, kini muncul lagi seseorang yang akhir-akhir ini sering muncul kembali di kehidupan Rea.

"Boleh join?"

"Lo pikir ini ruangan punya nyokap gue? Pake nanya," sewot Rea.

Raka yang mendapat respon demikian hanya tersenyum singkat. Dia sudah terbiasa dengan sikap dingin Rea setelah keduanya putus. Pertama-tama, Raka melakukan pemanasan. Setelahnya, dia mendekati Rea sambil membawa pecing pad lalu mengarahkannya pada gadis itu. Rea awalnya hanya terdiam, tetapi ketika memahami maksud Raka, dia langsung melakukan pukulan.

Dari pukulan, hingga tendangan Rea lakukan dengan sangat bagus. Raka kini melemparkan pecing pad itu dan meminta Rea untuk menyerangnya. Rea hanya menurut dan lama-kelamaan mereka sparing. Rea berusaha mencari titik kelemahan Raka agar dia bisa menjatuhkan lelaki itu. Saat hendak melakukan bantingan, Rea kesulitan karena kuda-kuda Raka yang begitu kuat. Akhirnya Rea yang terjatuh. Lelah dengan latihan yang mereka lakukan, keduanya pun berbaring di atas matras.

"Gila, tenaga lo udah kaya cowok, Re. Gue sampe kewalahan."

"Tapi kuda-kuda lo kuat banget, gue ngga bisa banting lo," jawab Rea sambil tersenyum meremehkan. Raka menengok ke sebelah kanan untuk melihat wajah Rea saat ini. Benar-benar masih sama, dipenuhi kebencian. Raka kembali menatap ke langit-langit dan memejamkan mata.

"Sebentar lagi anak-anak pada masuk, mending lo cabut sekarang. Lo bukan anggota karate."

"Lo ngode biar gue join anggota karate?" Pertanyaan konyol itu muncul dar mulut Raka.

"Ngga usah kepedean."

"Oke deh, gue balik dulu. Kalo kangen, nomor gue masih sama." Baru saja Rea akan bangkit untuk menghajar cowok itu, Raka sudah lebih dulu beranjak pergi.

"Cowok sinting."

***
Yuhuuu. Anak-anak SMAPSA kalo udah saingan nilai damage nya kaya apotek tutup ya🔥

Buat kalian, semangat belajarnya guys!!!
See u next chapter


Popularity (On Going)Where stories live. Discover now