Bab 3 | Gramedia

44 22 86
                                    

"Menahan yang seharusnya ditahan. Karena jika sudah meluap, ledakannya akan sulit dikendalikan."

Sorak-sorak ramai saat seorang guru memanggil nama Leo untuk maju ke depan kelas. Mempersilahkan lelaki itu untuk sedikit memberikan sepatah kata motivasi kepada teman-temannya agar lebih semangat belajar. Leo yang tengah duduk tegap pun tersenyum manis seraya mengangguk singkat tanda setuju. Leo segera beranjak dari tempat duduk dan melangkahkan maju. Kini, semua mata mengarah kepadanya seraya menepuk tangan menyambut riuh.

Sesampainya di depan kelas, Leo membungkukkan badan sejenak ala siswa-siswi Jepang guna menghormati sesamanya.

"Ini mah, Leo ngga perlu ngasih kata-kata penyemangat gue udah semangat. Gila sih, Leo ganteng banget parah. Bisa pingsan gue duduk di sini." Salsa, siswi yang duduknya tepat berhadapan dengan Leo yang kini tengah berdiri. Gadis itu sedari tadi terlihat gelisah melihat ketampanan seorang Leo.

"Selamat siang teman-teman," sapa Leo mengawali perbincangan.

Siaaang
Siang Mas Leo
Sayang, eh siang ay
Siang juga ....
Aduh, melting gue disapa sama Leo

"Ikan hiu makan rambutan!" seru seorang siswi memberikan pantun.

Cakeeep!!!

"I love you Mas Leo ...."

Wuuuu ....

"Hust, sudah-sudah. Kalian ini," tegur Bu Oliv. "Silahkan nak Leo, dilanjutkan," sambungnya.

"Baik Bu Oliv, terima kasih." Leo kembali melanjutkan kalimatnya.

Setelah selesai, Leo kembali duduk dan menyimak ucapan Bu Oliv. Namun, konsentrasinya terpecah saat sebuah ponsel terasa bergetar di dalam sakunya. Raut wajah Leo yang tadi terlihat tenang, kini berubah dingin menakutkan. Tangannya mencengkeram kuat ponsel tersebut. Entah pesan apa yang telah dia terima hingga berhasil membuat Leo naik pitam.

"Shit. Gue ngga bisa tinggal diem," lirihnya dengan napas yang terdengar menggebu.

Di tempat lain, Zavas dan anak buahnya sudah kembali ke dalam kelas. Jika diperhatikan, tampak teman-temannya sangat tidak betah berada di sana. Melihat anak-anak yang begitu rajin membaca buku membuat kepala mereka menjadi pusing. Jika bukan karena Zavas yang meminta mereka tetap duduk di tempat, mungkin mereka sudah pergi ke kantin atau bahkan pulang.

Livi yang tengah serius membaca buku di samping Rea merasa terganggu karena seseorang terus menarik rambutnya dari arah belakang. Livi mencoba acuh, tetapi lelaki itu semakin menjadi. Bahkan tarikan itu semakin kencang hingga kepala Livi sedikit mendongak ke atas.

"Aaa." Livi mengembuskan napas, lalu membanting bukunya kuat.

"Wuih, santai bos." Zavas mengangkat kedua tangan sambil berucap santai. Senyumannya yang mengejek membuat Livi semakin geram.

Popularity (On Going)Where stories live. Discover now