Bab 5 | Fashion Show?

59 31 181
                                    

Halooo
Balik lagi di Popularity. Makasih bgt buat kalian yg udh mau mampir ke cerita ini

Semoga kalian suka, yaaa🤗

Suasana kelas sebelas A kini tengah ramai dengan suara siswa yang berebut menjawab pertanyaan dari guru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suasana kelas sebelas A kini tengah ramai dengan suara siswa yang berebut menjawab pertanyaan dari guru. Tidak terkecuali Livi. Gadis itu hingga setengah berdiri karena tangannya tak kunjung dilirik oleh wanita berusia empat puluh tahunan. Zavas yang melihat itu cukup geram dan akhirnya bersuara.

"Lo bisa duduk ngga, sih? Mata gue risih liatnya," cicit Zavas sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Tubuhnya dia senderkan ke kursi. Suara baritonnya membuat gadis yang sedari tadi bersemangat memutar bola matanya malas. Dia berusaha untuk mengabaikan ucapan Zavas dan kembali melakukan hal yang sama. Zavas yang sudah kehilangan kesabaran langsung menendang kursi Livi hingga menubruk meja di sampingnya.

"Livi, ada apa ribut-ribut?" tanya guru sambil memelototkan kedua matanya.

"Bukan saya, Bu. Zavas yang nendang kursinya," jawab Livi berusaha membela diri.

"Jangan berisik. Di sini buat belajar!" tegur guru. Mendengar itu, Livi merasa malu karena saat ini dirinya sudah menjadi pusat perhatian untuk kesalahan yang tidak dia perbuat. Dirinya langsung menatap Zavas dengan tajam. Rea yang merasa suasananya sudah mulai memanas langsung mencegah Livi agar tidak bertindak melakukan keributan. Sedangkan beberapa anak buah Zavas di belakang memantau keduanya seakan menikmati pertunjukan.

Namun, itu tidak berlangsung lama. Karena beberapa anak yang tampaknya merupakan anggota OSIS mengetuk pintu dan meminta izin untuk menyampaikan sebuah pengumuman. Pengumuman itu berisi tentang daftar lomba yang harus diikuti. Anggota OSIS tersebut juga meminta izin untuk menambah ketua kelas ke grup panitia agar bisa membagikan informasi dengan mudah. Seperti yang biasa terjadi, sesaat setelah pengumuman seperti ini pasti semua anak akan heboh dan mulai membagi tugas siapa saja yang akan berpartisipasi.

"Tolong jangan rame dulu, ya. Ini masih jam pelajaran. Buat lombanya bisa dibahas nanti. Sekarang fokus belajar," ucap guru perempuan yang merasa diabaikan.

Kring, suara bel istirahat berbunyi. Hampir saja semua anak tertawa, untung saja mereka dapat menahan tawa. Jika tidak, sudah pasti satu kelas akan dihukum karena dianggap tidak sopan. Usai pembelajaran selesai, tidak lama masuk wali kelas mereka yaitu Bu Gina. Bu Gina meminta Jeysen untuk membantunya memilih siapa saja yang akan mengikuti beberapa perlombaan spesial hari ulang tahun sekolah.

"Pertama, ada lomba pameran IoT. Ini siapa yang mau ikut?" tanya Bu Gina seraya mengamati setiap anak didiknya.

"Sugeng, kamu bisa? Nanti kamu bisa membuat tim. Untuk lomba ini maksimal setiap tim ada lima orang."

"CK! Sugeng, woy ha ha ha." Beberapa anak yang mendengar nama itu sontak terbahak. Membuat sang pemilik nama merasa malu dan segera protes.

"Bisa sih, Bu. Tapi jangan panggil Sugeng dong. Jadul amat," ucap Sugeng tidak terima.

"Nama kamu Jenderal Sugeng Dirgantara, 'kan?"

"Iya, Bu. Tapi bisa dipanggil Dirga," jawabnya lagi masih tidak terima.

"Sama aja. Oke Sugeng dan tim bisa ambil alih untuk lomba ini." Bu Gina memberi kode kepada Jeysen agar dia mencatat ucapannya.

"Kemudian ada lomba ucapan selamat ulang tahun untuk sekolah. Ini ada yang mau mendaftarkan diri?"

Tiba-tiba, dari arah belakang ada yang mengangkat tangan dan berseru, "saya sama Rea Bu."

Rea membelalakkan bola matanya mendengar ucapan Raka. Dia yang tidak terima langsung menolak tegas.

"Ngga. Saya ngga mau Bu. Lo apa-apaan, sih! Asal ngomong tanpa persetujuan," semprot Rea dengan suara bernada tinggi, hingga otot di lehernya terlihat kencang.

"Alasannya apa, Rea?" tanya Bu Gina. Rea yang belum membuat alasan kelabakan dan menjawab dengan ngawur. Bu Gina menggelengkan kepala dan langsung meminta Jeysen untuk menuliskan nama Rea dan Raka. Raka tersenyum penuh kemenangan.

"Gila lo, Ka. Bisa-bisanya main serobot aja. Gamon ya, lo?" tanya Kelvin sambil menepuk bangga bahu Raka.

"Sama-sama gengsi," imbuh Rival singkat.

"Gue cuma mau mastiin, dia masih ada rasa sama gue apa ngga?" dusta Raka. Matanya tidak bisa berbohong, jika dia merindukan Rea yang dulu. Rea hanya bisa pasrah dan berharap ada keajaiban.

"Oke, next ada lomba kelas paling kreatif. Jadi kalian diminta buat menghias kelas ini secantik mungkin. Ibu yakin kalian pasti bisa. Lagi pula ini lomba turun temurun dari kalian masih SMP, 'kan? Untuk lomba ini ibu minta kamu sebagai penanggung jawabnya ya, Jeysen!"

"Ngga ada yang lebih keren, Bu?" Tanpa berani membantah lagi, Jeysen menulis namanya pada cabang lomba yang menurutnya cukup memalukan.

Setelah menghabiskan waktu untuk berdiskusi dan memutuskan siapa saja yang akan mengikuti perlombaan, kini tersisa satu lomba yang masih belum ditemukan talent nya. Bu Gina masih berusaha mencari dua anak yang terlihat cocok untuk menjadi pasangan fashion show.

Bu Gina menyipitkan mata dan terus mengamati seraya membayangkannya satu persatu.

"Oke. Ibu sudah memutuskan bahwa yang akan menjadi pasangan fashion show adalah ...."

Semua menunggu ucapan Bu Gina yang kini masih menganga membuat mereka semakin penasaran. Hampir saja kehabisan napas, Bu Gina akhirnya menyelesaikan kalimatnya.

"Zavas dan Livi. Kalian vibes nya bakalan kaya raja sama ratu. Ibu yakin. Soalnya tinggi badan kalian juga pas. Perfect pokoknya."

Zavas dan Livi sama-sama terkejut. Livi yang hendak menolak langsung diberi kode oleh Bu Gina agar diam dan menerima keputusannya. Livi cukup kecewa. Karena ini semua hanya keputusan Bu Gina. Livi merengut kesal. Bagaimana bisa ini disebut sebagai diskusi jika berpendapat saja tidak bisa? Huh, menyebalkan.

"Inget, ya. Gue mau karena terpaksa," tekan Livi pada Zavas. Cowok itu tersenyum meremehkan seraya memalingkan wajahnya.

"Cih, lo pikir gue mau? Gue juga ogah."

"Nah, lo kan anak berkuasa, tuh. Protes lah. Katanya ngga mau, kok ngga nolak, sih?" Livi masih berusaha membuat Zavas merasa terpojok agar dia bisa terbebas dari lomba menyebalkan ini.

"Kalo gue ngga mau gimana?" tanya Zavas dengan nada rendah seraya mendekatkan wajahnya pada Livi. Melihat respon Livi yang membeku, Zavas tersenyum menang.

"Siapa pun yang ngusulin lomba ini, awas aja dia. Benci banget gue." Napas Livi memburu. Rea yang berada di sampingnya sedikit was-was dibuatnya.

Baru saja akan menenangkan diri, lagi-lagi Zavas membuatnya emosi.

"Mau adat apa, nih?" tanya Zavas menggoda, sedangkan gadis itu sudah mengepalkan tangan siap melayangkannya ke cowok itu.

***

Siapa nih, yang related sama Livi?
Pernah ngga kalian disatuin satu event sama org yang sebenarnya lagi kalian jauhin? Rasanya ngga enak banget, yaa.

Gimana kelanjutan kisah mereka, ya?

Tunggu chapter berikutnya gess❤️

Popularity (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang