Bab 8 | Kecelakaan?

6 0 0
                                    

Hai gesss!!!
Gimana weekend nya? Ke mana aja? Ngapain aja? Seru, ngga?

Makasih buat kalian yg udh mau mampir ke ceritaku, ya. Semoga suka sama bab ini😁

Livi berjalan seorang diri melewati sebuah lapangan basket

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Livi berjalan seorang diri melewati sebuah lapangan basket. Langkahnya pelan, tetapi pesonanya mampu membuat semua anak menatap kagum. Dia menenteng tas sambil terus mengunyah permen karet di dalam mulutnya. Gadis itu melirik sinis pada anak-anak yang masih setia menatapnya. Livi terus berjalan dan mengabaikan mereka.

Livi melipat kedua tangannya di depan dada. Di pandangnya sebuah foto berukuran sedang dengan ekspresi datar. Melihat fotonya saja langsung terbayang bagaimana dia harus belajar siang dan malam untuk bisa meraih juara 1 Olimpiade Sains Nasional satu tahun yang lalu.

"Gue baru nyadar, ternyata gue sehebat itu. Belajar sampe subuh, tidur satu jam, mandi, berangkat sekolah, dan sekarang masih hidup. Keren." Dirinya yang terlihat baik-baik saja pun, sebenarnya sering mengeluhkan kepalanya yang sakit. Hanya saja tidak dia pedulikan.

"Woi, Li!" pekik Leo yang baru keluar dari ruang OSIS. Cowok itu melambaikan tangan dan tersenyum lebar, lalu berlari menghampiri Livi.

"Oh, lagi ngeliatin muka gue, nih," ledek Leo.

"Najis! Gue ngeliat muka gue sendiri, lah," ketus Livi. Pantas saja Leo mengatakan itu, pasalnya gadis itu mengikuti lomba bersama Leo. Iya, keduanya adalah partner olimpiade.

"Tapi kita keliatan cocok ngga sih, Li? Kayak kakak adek."

Bodo bodo bodo! Kalimat lo nyaris bikin gue terbang, bego! teriak Livi dalam hati.

Livi yang sudah mengepalkan tangannya langsung berjalan mendahului Leo. Livi benar-benar harus membentengi perasaannya, agar persahabatan mereka tetap terjaga.

***

"Tolol!" maki seseorang yang kesal karena harus mengulang take video berkali-kali.

"Gue udah berusaha, bego! Ini narasinya panjang, gue lupa!

Sudah tahu, 'kan, siapa kedua manusia ini? Si manusia super sabar, lemah lembut, dan tidak pernah berkata kasar. Iya, Rea dan Raka. Jangan ditanya bagaimana wajah Rea saat ini. Sudah pasti seteduh langit yang nyaris menurunkan air hujan dan ... sambaran petir.

"Ini yang katanya sepuluh besar peringkat paralel? Ngafalin gitu doang lemot." Mulut runcing Raka berhasil membangkitkan singa dalam tubuh Rea. Sepertinya gadis itu sudah siap memasang kuda-kuda dan ingin menyerang saat ini juga.

"Cih, You say I'm stupid? Then what about you?"

Raka maju beberapa langkah untuk menatap Rea lebih dekat. Tatapannya tajam pada iris coklat mata Rea, sedangkan yang ditatap bukannya takut justru balas menatap. Kini keduanya saling beradu pandang.

Popularity (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang