(15)

131 29 2
                                    

"Kakak ngelamar aku? Jam Empat subuh begini?" Gilanya terlalu parah, Ngelamar? Gue gitu? Atas dasar apa?

"Kalau kamu setuju, ini beneran akan jadi hari lamaran kamu." Sambungnya lagi.

Gue terdiam cukup lama memikirkan pernyataan Kak Shua sekarang, seketika otak gue langsung dipaksa berpikir keras, apa ada yang salah dari otaknya Kak Shua? Apa gue ngelakuin sesuatu makanya otak Kak Shua makin geser begini? Omongannya beneran diluar perkiraan.

"Kak! Kakak suka sama aku?" Tanya gue nggak kalah gila sekarang, ya gimana enggak ikutan gila kalau pekara modelan begini yang mau diomongin sama gue, dadakan pula.

"Suka? Yang bisa Kakak pastikan sekarang cuma satu hal, Kakak yakin kalau kamu adalah pilihan terbaik." Dan jawabannya bikin gue mual, gue bukan tipe perempuan yang bisa di rayu cuma pakai omongan manis.

"Kakak nggak cocok ngomong begitu, beneran." Gue mengingatkan.

"Kakak memang beneran serius sekarang Sya." Tampangnya juga beneran meyakinkan.

Wah, kepala gue beneran pusing sekarang, beneran harus gue ajak berpikir keras, apa yang bisa gue jawab? Mikir punya hubungan sama Kak Shua aja gue nggak pernah, rada ngeri sendiri tapi sekarang malah diajak nikah sekalian? Mimpi apa gue kemarin malam?

"Kakak yakin kalau aku pilihan terbaik? Liat aku baik-baik, apa yang bisa jadi hal lebih dari aku sampai bikin Kakak mikir kaya gitu?" Pasti ada alasannya Kak Shua mikir gue bisa jadi pilihan terbaik.

Seingat gue, selama ini gue sama dia itu seringnya ribut, jarang akur, ngomong baik-baik aja kudu ada sebabnya dulu, ini gue ngubah panggilan aja baru beberapa jam yang lalu tapi sekarang malah Kak Shua bersikap begini ke gue? Perempuan mana yang masih waras kalau ada diposisi gue sekarang?

"Semua yang ada dalam diri kamu bisa Kakak terima, kamu bisa bebas melakukan apapun yang kamu mau, kamu bisa ikut Kakak dan hidup bahagia sesuai keinginan kamu." Sekarang gue yang terdiam, Kak Shua kenapa? Apa hidup gue terlalu menyedihkan sampai harus dikasihani begini?

"Apa Kakak mendadak ngelamar aku karena kasian sama aku? Kakak kasian karena tahu kalau aku selalu tertekan dirumah? Apa karena itu? Kalau iya, Kakak nggak perlu bertindak sejauh ini." Gue nggak akan nerima laki-laki yang cuma ngerasa kasian sama gue.

"Kakak akui kalau Kakak cukup tahu keadaan kamu sekarang." Benerkan tebakan gue.

"Lah terus? Kalau Kakak tahu ngapa_"

"Kakak tahu kamu tertekan tapi bukan itu alasannya, kamu bisa bertahan dengan sangat baik Syia, ini bukan karena rasa kasian, Kakak belum terlalu bodoh sampai nggak bisa membedakan mana rasa kasian dan mana rasa tertarik, Kakak milih kamu." Kak Shua bahkan masih bisa menyungingkan senyumannya.

"Kakak bisa berhenti senyum kaya gitu nggak?" Pinta gue cepat, senyumannya itu bikin gue makin oleng, gue jadi mikir kalau Kak Shua beneran serius ngomong kaya gini sama gue sekarang.

"Kenapa?" Pakai ditanya lagi kenapa? Pokoknya jangan senyum.

"Kakak serius sama ucapan Kakak sekarang jadi pertimbangkan baik-baik." Kak Shua masih nerusin juga, apa yang bisa gue pertimbangin?

"Kalau kamu butuh waktu untuk mikir, Kakak keluar dulu se_"

"Kak! Boleh aku nanya sesuatu?" Potong gue cepat, kalau memang Kak Shua serius, ada hal yang harus gue pastikan.

"Kamu udah nanya banyak dari tadi, sekarang apa?" Senyumnya bener-bener bikin gue mau nimpuk, gue capek disenyumin terus.

"Kakak pernah pacaran? Karena Kakak bilang kalau Kakak serius, aku juga akan menganggap itu serius, ada satu hal penting, aku cuma mau jadi yang pertama dan terakhir." Ucap gue tegas, Kak Shua harusnya juga tahu masalah ini.

"Kakak pastikan nggak akan ada masa lalu Kakak yang akan menggganggu masa depan kita nanti." Kak Shua juga terlihat sangat tegas sama ucapannya.

"Heum, Kakak udah selesaikan? Abang Han udah bisa masuk?" Ini juga penting, seketika gue langsung paham sama reaksi Abang Han tadi begitu Kak Shua mau ngomong cuma berdua sama gue, Kak Shua udah ngomong duluan sama Abang, itu pasti.

"Kakak panggilin." Masih menatap Kak Shua nggak percaya, Abang Han masuk dengan tatapan pura-pura begonya, udahlah Bang, kelakuan Abang udah gue hafal, nggak usah pasang muka bodoh begitu, akal-akalan Abang udah ketahuan.

"Kak! Boleh aku ngomong sama Abang sebentar? Cuma berdua." Gue mengulang pertanyaan Kak Shua untuk Abang Han tadi.

"Kakak tunggu diluar." Jawab Kak Shua suka rela, begitu Kak Shua nutup pintunya, gue udah natap Abang Han tajam, sekarang apa?

"Abang udah tahukan?" Gue yang nanya lebih dulu jadi jawab pertanyaan gue lebih dulu juga, jangan malah nanya balik, gue lagi nggak buka sesi tanya jawab.

"Tentang apa? Joshua ngelamar kamu?" Dan ternyata beneran tahu, udah ketebak sama gue memang, Abang Han sama Kak Shua itu otaknya sama, sama-sama gila.

"Iya ngelamar jam empat subuh bahkan tanpa cincin, udah gitu muka pucat aku juga pelengkap, kurang romatis apa coba?" Kesal gue, Abang Han kadang juga nggak kira-kira, mereka berdua ngomongin apaan sebenernya?

"Jam, tempat, cincin sama muka kamu itu nggak penting, yang penting niatnya Joshua, bahkan yang jauh lebih penting sekarang itu jawaban kamu." Abang gue bahkan masih belum ngerasa ada yang salah sama sikapnya.

"Jawaban apa? Aku gantung yang ada." Gimana bisa gue ngasih jawaban kalau otak gue aja belum balik di tempat.

"Joshua kamu gantung? Yang bener Dek." Apa muka gue keliatan kalau gue lagi becanda sekarang?

"Aku serius Abang, Kak Shua sebenernya ngomong apa sama Abang? Dia beneran serius mau ngelamar aku?" Abang Han sahabatnya jadi harusnya dia tahu Kak Shua serius atau enggak.

"Mana Abang tahu, kamu ta_"

"Aku serius Bang, makin lama Abang jawab, makin lama aku gantung jawabannya untuk Kak Shua." Orangnya bahkan masih didepan sekarang, malam gue berlalu dengan sangat kacau.

"Oke, Abang serius, tadi setelah kamu tidur, Joshua memang izin ke Kakak untuk ngelamar kamu, jangan tanya lebih, Kakak juga sama kagetnya." Lah, masa begitu doang, katanya sahabat, masa nggak tahu.

"Dan Abang jawab apa pas Kak Shua ngomong begitu?" Nggak mungkin cuma diem doangkan?

"Ceritanya panjang tapi yang pasti, Joshua berhasil meyakinkan Abang kalau menyerahkan kamu untuk Joshua bukan pilihan buruk." Tatapan serius Abang Han sekarang juga nambah nggak karuan detak jantung gue.

"Abang kenapa malah ngomong begitu? Jadi makin bingungkan." Gue jadi makin yakin kalau Kak Shua serius sama ucapannya tadi.

"Bingung kenapa? Kamu kenal Joshua juga udah lamakan? Walaupun kata kamu dia separuh gila, ta_"

"Bukan separuh tapi beneran gila." Potong gue geram.

"Ya apapun itu terserah kamu, cuma segila-gilanya Joshua, dia masih termasuk laki-laki baik yang bertanggungjawab, Joshua bakalan ngejagain kamu dengan baik, bahkan mungkin jauh lebih baik dari Abang sekarang." Abang bahkan mengusap kepala gue, kenapa respon Abang Han malah bikin gue makin yakin?

"Tapi gimanapun, keputusannya tetap sama kamu, nolak ataupun enggak, Abang nggak akan maksa, ini hidup kamu jadi cari keputusan terbaik, untuk diri kamu sendiri." Gue paham tapi gue masih mikir, gimana coba?

"Heum." Gumam gue mengiakan.

"Jadi?" Jangan tanya tatapan Abang Han, kaya lagi nunggu pengumuman kelulusan.

"Jadi apanya?" Gue nepuk lengan Abang kuat.

"Jawabannya, terima atau enggak?" Abang Han memperjelas pertanyaannya.

"Kalau menurut Abang baik, lamaran Kak Shua aku terima, itupun kalau Ayah sama Bunda setuju ya." Ini jawaban gue.

"Joshuaaa!" Teriak Abang Han tiba-tiba, seketika gila Abang gue ikutan kumat juga kayanya, ini rumah sakit woi Bang, subuh-subuh pula.

"Kenapa?" Kak Shua masuk dengan raut wajah panik.

"Lo diterima." Lah, kan kata gue kalau Ayah sama Bunda setuju juga.

AKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang