BAB 15. (Di culik?)

47 14 26
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak dan vote, jangan jadi pembaca Goib!

Sebelum membaca kita bershalawat dahulu, "Allahuma sholi ala Muhammad, Wa ala ali Muhammad"

Terimakasih sudah mampir!

"Jangan kembali, jika pada akhirnya kau kembali mengingatkanku pada masa lalu yang pernah terjadi diantara kita."

Happy reading!!
*********

Waktu sudah berlalu kini jarum jam menunjukkan pukul tujuh pagi. Khatar tengah membawa nampan berisi makanan, untuk istrinya Hanna sarapan yang tengah berada di dalam kamar.

Khatar membuka pintu, lalu masuk menuju Hanna yang tengah berbaring di atas kasur.

"Shalihah, sarapan dulu ...," titah Khatar setelah berada di dekat Istrinya, pria itu duduk di samping Hanna.

Hanna mengangguk kecil, lalu mengambil alih nampan yang tengah Khatar pegang. "Hanna bisa makan sendiri," ucapnya kemudian menyantap nasi goreng buatan suaminya.

Khatar tersenyum, "Maaf, apakah masih sakit?" tanya Khatar khawatir dengan kondisi istrinya.

"Uhuk!" Hanna terbatuk-batuk ketika mendengar pertanyaan Khatar yang membuatnya kembali mengingat kejadian semalam.

"Pelan-pelan makannya, Shalihah," tegur Khatar sambil mengambilkan air minum di atas laci.

Hanna bernafas lega saat sudah meneguk air hingga tandas. Matanya kembali melirik suaminya yang tengah menatapnya penuh Khawatir.

"Mas, sudah sana berangkat kerja! Pasti taksinya sudah datang," ujar Hanna beralasan, perempuan itu kembali canggung ketika dekat dengan suaminya sebab kejadian semalam.

Khatar mengangguk, pria yang sudah memakai seragam lengkap itu bangkit lalu berdiri tegap. Tatapannya mengarah pada sang istri yang tengah sarapan, bibirnya terangkat menerbitkan senyum tipis karena melihat pipi istrinya yang bersemu merah.

"Mas berangkat kerja, ya? Satu Minggu Mas pergi melaut, maaf jika mas selalu meninggalkanmu," ucap Khatar lalu pria itu mencodong tubuhnya pada sang istri lalu kecupan lembut mendarat di kening Hanna.

Hanna terpaku lalu menatap Khatar, yang tengah tersenyum manis padanya. "Maaf, hari ini Hanna tidak bisa mengantarkan Mas, sampai ke depan rumah," ucap Hanna pelan kemudian menunduk.

"Tidak apa-apa, saya mengerti. Jangan paksakan berjalan, jika mau apa-apa bisa minta tolong Umma untuk hari ini, bilang saja jika kamu sakit." pesan Khatar.

Hanna menggeleng, "Enggak mau ngerepotin Umma. Hanna, masih bisa kok berjalan!" kilah Hanna pipinya memerah ketika suaminya sudah membahas sakit pada kakinya.

Kekehan kecil keluar dari mulut pria itu, "Semoga Allah, selalu melindungi kamu dan Umma. Selama saya tidak ada di dekat kalian, jika ada apa-apa beritahu saya!"

"Iya Mas."

Hanna menyodorkan tangannya ke hadapan Khatar yang tengah berdiri di sisi kasur, Khatar yang mengerti dengan uluran tangan itupun menggenggam tangan istrinya, lalu Hanna mencium takzim tangan suaminya.

"Mas pergi dulu, Assalamualaikum ...," pamit Khatar.

"Waalaikumsalam. Hati-hati Mas!" seru Hanna.

Khatar mengangguk sambil tersenyum lalu pria itu melangkah dengan membawa koper miliknya, pria itu pergi keluar menuju taksi yang sudah menunggunya.

Helaan napas panjang dari perempuan itu, terdengar lega di sertai dengan pipinya sedari tadi bersemu merah. Hanna kembali melanjutkan sarapannya, hingga tiba-tiba dering ponsel miliknya berbunyi jika ada sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya.

Pria Laut Sang Nahkoda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang