BAB 21 (Kedatangan Hania dan Heri)

36 4 2
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak dan vote, jangan jadi pembaca Goib!

Sebelum membaca kita bershalawat dahulu, "Allahuma sholi ala Muhammad, Wa ala ali Muhammad"

Terimakasih sudah mampir!!

"Dari sekian banyak rasa kecewa, kenapa rasa itu harus datang pada cinta pertama seorang anak perempuan."
-Hanna Azali Ouarda

HAPPY READING!!!

********

Tepukan pelan terasa di bahu perempuan yang tengah terlelap. Perempuan itu terusik, lalu membuka perlahan kedua netranya, sorot lampu membuat netra perempuan itu mengerjap.

"Shalihah?"

Suara lembut menyapanya, suara yang sangat familiar bagi dirinya membuatnya mengalihkan pandangannya ke arah sosok pria yang baru saja memanggilnya.

"Bangun Shalihah? Lihat, ada Ayah dan Bunda datang menjengukmu," beritahunya membuat Hanna tersenyum tipis.

Namun, perempuan itu amat enggan untuk mengalihkan pandangannya dari sang suami. Meskipun terdengar orang tuanya memanggilnya dengan suara pelan, Hanna masih memandang suaminya dengan binar mata yang sulit diartikan.

"Hanna? Bunda dan Ayah datang, maaf telat menjengukmu sayang," Terdengar jelas suara penyesalan dari wanita yang telah melahirkannya.

"Apa kamu marah sayang?" Kali ini bukan suara dari seorang wanita, melainkan suara pria yang tidak jauh di dekat brankar milik Hanna.

Hanna memejamkan kedua netranya, entah kenapa perasaan perempuan pucat itu mendadak sakit. Nyeri, dadanya kembali bergemuruh menahan rasa sakit yang di pendamnya sendiri.

"Shalihah, ada apa?" tanya Khatar sambil mengusap pucuk kepala istrinya dengan pelan. Pria itu Keheranan melihat sikap istrinya yang tampak berbeda malam ini, seperti ada yang disembunyikan oleh istrinya.

Helaan napas kekecewaan di hembuskan oleh Bunda Hania. Tatapannya mengarah pada sang putri yang terbaring mengabaikan keberadaannya. Sakit, itu yang tengah di rasakan oleh wanita itu.

Ayah Heri termangu dengan wajah penuh kebingungan. Perasaannya tidak enak, seperti akan ada sesuatu yang terjadi. Tetapi, pria paruh baya itu mencoba menepis semua anggapan buruk pada pikirannya.

"Bunda, Mas khatar? Tolong tinggalkan aku berdua dengan ayah? Aku ingin berbicara dengannya sebentar, boleh?" pinta Hanna tiba-tiba dengan raut serius menatap keduanya.

Keduanya terdiam, berbeda dengan Ayah Heri yang tampak bingung dengan ucapan putrinya. Pikirannya menerka-nerka, apa yang ingin dibicarakan sang putri padanya. Sampai-sampai, Hanna nya ingin berbicara berdua dengannya tanpa ingin suami dan bundanya tahu.

"Baiklah. Bunda dan Khatar akan menunggu di luar. Tapi janji? Setelah berbicara dengan Ayah, Bunda boleh berbicara denganmu sepuasnya?" ujar Bunda Hania memandang putrinya dengan senyum mengembang.

Hanna mengangguk kecil, lalu setelah itu ia memandang kepergian sang suami dan Bundanya pergi dari ruangan tempatnya di rawat.

Suasana di ruangan itu tampak sunyi, senyap. Ayah Heri menunggu sang putri berbicara, begitupun Hanna yang tengah menarik napas panjang.

"A-ayah?"

Ayah Heri tersenyum lalu mengangguk, menunggu kembali sang putri melanjutkan ucapannya.

"Kenapa? Kenapa Ayah harus berbohong?!"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 09 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Pria Laut Sang Nahkoda Where stories live. Discover now