#13 : Pengirim Yang Sama

147 26 3
                                    

Hari ini sudah menjadi pekan ketiga untuk Mahes berperan sebagai penyiar di klubnya. Setelah merasakan empat kali siaran dalam dua pekan bersama kakak kelasnya, tiba saatnya untuk Mahes membawakan suatu program sendirian. Malam menuju Rabu yang mana terdapat program Korek Bakar akan dibawakan oleh Mahes pada pekan ini, sedangkan pekan selanjutnya dibawakan oleh Ayu dalam Penyiar Kelabunya.

Terdapat dua program yang dipegang Mahes saat ini, yang utama yakni Korek Bakar dan sisanya adalah program yang penyiarnya tidak tetap. Ada suatu program milik Radio Barakarsa yang tidak pernah memiliki penyiar tetap, sistem pemilihan penyiarnya diadakan secara dadakan berdasarkan nama yang keluar dari hasil pengundian acak. Apapun itu program yang didapatkannya, Mahes berusaha menikmati untuk membawakannya.

Setelah skrip singkatnya selesai dibuat, Mahes masuk ke dalam ruangannya. Ini kali pertamanya melakukan siaran sendirian, tetapi Mahes berusaha untuk tetap tenang. Ia tidak ingin program yang dibawakannya kali ini menjadi berantakan hanya karena dirinya tidak tenang.

Headset sudah terpasang rapi di sisi telinga. Satu tarikan napas dihembuskan, Mahes siap untuk memulai siaran.

"Program selanjutnya Korek Bakar—"

🐸🐰

"Selamat malam Kota Jakarta, dari ujung Kebayoran Lama, Radio Barakarsa mengudara. Halo Sobat Bakar, gimana nih kabarnya? Semoga kalian sehat selalu ya. Kali ini bersama Bidadari kita akan memasuki program yang paling dinanti secret admirer, apalagi kalau bukan Korek Bakar. Yuk yang mau diem-diem perhatian ke doi—"

"Ngirim begituan pasti dibaca nggak sih, Jen?" celetuk Sandi tiba-tiba kala sang penyiar dalam radio menyapa.

Jendra mengalihkan pandangan dari layar ponselnya, kemudian ia mengalihkannya pada Sandi. "Kayaknya, iya deh. Lagian yang kirim begituan nggak mungkin ada banyak," balas Jendra.

"Nggak banyak begitu, tapi lu salah satunya," terang Sandi.

Jendra dibuat terdiam dengan apa yang telah dikatakan Sandi. Tiada yang salah dengan apa yang dikatakan oleh Sandi, tetapi ia tidak ingin mengakui. Jendra menghela napas, ponselnya diletakkan, dan ia berjalan menghampiri radionya yang bertengger di meja belajar. Suaranya seiring membesar begitu tombol kendali volume diputarnya.

Jendra kemudian menarik kursi meja belajar, ia berpindah tempat duduk di sana. Sembari mendengarkan penyiar Korek Bakar melakukan sapaan panjang, ia melirik jendelanya yang menampilkan langin semakin menghitam. Ia pun menoleh pada Sandi dan bertanya, "Lo nggak mau pulang, San?" tanyanya seolah-olah menggiring topik baru.

"Nanti dulu lah, masih hujan. Dingin juga," jawab Sandi. "By the way, tadi gue ketemu Mahes di perpus."

Seketika mata Jendra melebar setelah Sandi berucap demikian. Rasa penasarannya tiba-tiba mencuat ketika Sandi menyebutkan nama Mahes. Jendra pun turun dari kursinya, ia bergabung dengan Sandi yang duduk di lantai sambil bersandar ranjang.

"Terus?" sahut Jendra antusias oleh Sandi untuk melanjutkan ceritanya.

Sandi memiringkan kepala seakan ia berpikir sebentar. "Terus, nggak sengaja tabrakan waktu lagi cari buku," lanjut Sandi sambil tersenyum lebar. Kayak drama-drama romance gitu nggak sih?" tambah Sandi sebelum ia terkikik dengan pemikirannya sendiri.

Jendra hanya diam dan terus menatap Sandi dari samping matanya. Setelahnya, Sandi berhenti terkikik sebab tatapan Jendra yang aneh. Ia melanjutkan ceritanya. "Habis itu Mahes bilang; Kak Sandi, maaf ya... Aku nggak bisa ikut hunting foto besok Sabtu," ujar Sandi sambil menyamakan intonasi suaranya seperti saat Mahes berbicara dengannya di perpustakaan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 01, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bidadari BarakarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang