#1 : Tragedi Stand Fotografi

1.6K 246 15
                                    

Hari ketujuh pengenalan lingkungan sekolah SMA Barakarsa Jakarta diisi dengan demontrasi ekstrakulikuler yang berbasis klub. Satu per satu dari mereka menampilkan semaksimal mungkin agar para adik kelas baru mereka tepana dan akhirnya bergabung ke dalam klub mereka. Berbagai cara dilakukan, mulai dari pertandingan olahraga, pertunjukan drama, menunjukan prestasi, dan masih banyak lagi.

Cara mereka mendemontrasikan sungguhlah apik, tapi sayang bagi seorang Mahes menarik saja tak cukup untuk bergabung dalam sebuah klub. Minat dan bakat adalah faktor utama mengikuti klub agar bisa aktif dan berguna kedepannya. Dari penampilan tadi, belum ada yang dirasa Mahes pantas untuk dititipkan bakatnya disana. Lalu gadis itu pun bosan, ia menunduk sembari memainkan kalungan identitas berlapis plastik sembari mendengarkan.

Demontrasi terus berlanjut, kini saatnya Klub Fotografi menampilkan diri. Mereka seolah bermain drama tentang penggunaan kamera dari masa ke masa, penyampaian yang menarik dan tentu itu menarik Mahes untuk melihat ke depan kembali. Gadis itu menarik senyum, wadah bakat dan minatnya sudah ditemukan setelah membuang waktu melihat demontrasi lainnya.

Seusai demontrasi selesai, para penampil tadi kembali ke stand mereka masing-masing. Gunanya agar jika ada adik kelas yang tertarik, ia bisa mendaftarkan diri, atau yang sekedar bertanya juga dilayani. Mahes menyenggol bahu temannya yang di sebelah, Yupi namanya.

"Yup, kamu mau daftar eskul mana?" tanya Mahes setelah Yupi menatapnya.

"Paduan suara, kamu mau daftar juga?" balas Yupi yang membalik tanya.

Mahes menggeleng cepat, "Nggak, aku mau daftar fotografi."

"Oh, good luck Hes. Aku ke stand padus dulu ya, takut keburu ramai. Kamu hati-hati ya, stand fotografi sudah ramai daritadi." Yupi melangkah pergi meninggalkan Mahes sendiri dengan lambaian tangannya.

Pukul sebelas di Kota Jakarta memang selalu panas, apalagi mentari sedang beranjak naik agar tepat di kepala. Mahes pun keluar dari lapangan timur menuju lapangan barat demi menghampiri stand fotografi, ia berjalan sembari mengedarkan pandang dan benar saja stand fotografi sangat ramai sesuai yang dikatakan Yupi tadi.

Stand fotogragi terletak di ujung lapangan barat, ruangnya sempit, untuk mengantre pun sulit. Lalu yang terjadi adalah para calon anggota klub itu mengantre sesuka hati, tak teratur. Mahes merotasikan netranya sembari mengusap keringat yang menempel di muka, kemudian ia mulai kebingungan harus berbuat apa agar dirinya selamat dari pengantrean sesat ini.

Perlahan, manusia yang mengantre dengan ajaran sesat itu menipis jumlahnya dan Mahes diam-diam menyelinap masuk ke dalam antrean disusul beberapa siswa lain yang ketakutan masuk antrean. Namun nahas, nasibnya buruk karena antrean itu benar-benar sesat dan menyalahi aturan. Tubuhnya terus terdorong ke depan dan ke belakang, itu sungguh membuang energi.

Tampaknya waktu berjalan lama sejak Mahes mengikuti antrean, energinya sudah terlanjur habis. Tanpa sengaja salah satu siswa yang mengantre di sisi kiri menyenggol lengannya, Mahes kehilangan keseimbangan mendadak, kakinya bingung untuk berpijak. Ia ambruk dan menubruk spanduk tinggi yang ada di sebelahnya.

Suara yang tercipta dari ambrukan itu cukup keras, dan itu berhasil menyita seluruh mata manusia yang ada di lapangan barat. Seorang pemuda dari balik stand itu tampak panik spanduknya ambruk, ia berlari dari sisi kemudian mengulurkan tangan untuk gadis Maheswari. Mahes pun bangkit dan spanduk berdiri milik stand fotografi kembali terlihat dengak robekan dimana-mana.

"Terima kasih, Kak." Mahes menunduk, ia tak punya rasa berani melihat pemuda yang statusnya kakak kelas di depannya.

"Kenapa bisa jatuh? Kalian tidak bisa mengantre dengan benar?" tanya pemuda itu beruntun.

Bidadari BarakarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang