L&B ─ VIII

1.2K 28 0
                                    

JAUH BEBERAPA PULUH TAHUN SILAM

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

JAUH BEBERAPA PULUH TAHUN SILAM.

Seorang lelaki bule memiliki lensa mata kebiruan laut, serta berpostur tinggi nan gagah nampak menggendong seorang balita, sementara istrinya yang berwajah khas Indonesia, tengah menggendong satu balita lagi yang memiliki wajah serupa dengan balita yang tengah digendong suaminya.

Kedua pasangan suami istri tersebut, ialah Van Geithoffer dan Tania, bersama kedua anak kembar mereka yang tak lain, tak bukan adalah Ravael Van Geithoffer dan Revaela Van Geithoffer.

“Aduh~ cucu-cucu nenek...” kata Ibu Tania, menjemput kedatangan keluarga putrinya begitu tiba di halaman rumah. Saat itu Artafa masih berusia 12 Tahun, dan masih duduk di bangku kelas enam sekolah dasar. “Artafaaa, cepat keluar Nak, adik-adikmu sudah datang.” beliau menyarikkan suaranya, guna memanggil Artafa yang membantu sang kakek di kebun belakang rumah.

Begitu mendengar suara sang nenek yang memberitahukan ibunya sudah tiba dari Prancis, Artafa talah menghentikan aktifitasnya, dan berlari menghampiri ibunya. Sang kakek yang juga mendengar kedatangan putri dan menantunya lantas melepas cangkulnya dan menyusul Artafa.

“Mamaaaaa...” Artafa berkeriau gembira, seraya berlari mengabah ke arah ibunya yang sedang menggendong Ravael.

“Jangan lari sayang, nanti jatuh.” kata Tania, menyambut putranya Artafa. Iapun sedikit merukuk, tatkala memberikan kecupan kerinduan di kening Artafa.

Artafa adalah anak pertama dari Tania bersama suami pertamanya yang sudah lama meninggal dunia. Semenjak menikah dengan salah satu anggota keluarga Geithoffer, Tania menitipkan Artafa pada kedua orang tuanya. Meskipun sudah berkeluarga lagi, dan hidup di Prancis karena pekerjaan Van Geithoffer, ia tak pernah absen menghubungi Artafa, atas perintah suaminya tersebut.

Helo, my buddy~” Van Geithoffer mulai mengusap-usap kepala Artafa.

Artafa lantas mendongakkan kepala untuk ayah tirinya tersebut, digiring lekukan diagonal di bibirnya sewaktu dia tersenyum begitu bahagia di hadapan Van Geithoffer.

“Aduh kenapa kalian hanya berdiri diluar, ayo cepat masuk.” spontan Ayah Tania, menyuruh mereka segera masuk ke dalam rumah.

“Cilukkkk bwaaa~” Artafa berusaha menghibur kedua adik kembarnya tersebut, secara bergilir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Cilukkkk bwaaa~” Artafa berusaha menghibur kedua adik kembarnya tersebut, secara bergilir.

Sementara di samping itu, Van Geithoffer tengah berbicara dengan ibu mertuanya. Beruntung lelaki bule itu bisa berbahasa Indonesia, jikalau saja tidak, mungkin dia akan kesulitan tatkala berkomunikasi dengan beliau.

“Maaf, kami baru bisa berkunjung sekarang ke sini.” ucap Van Geithoffer, merasa tak enak.

Ibu Tania tersenyum ramah, dan menjawab ucapan menantunya tersebut, “Eh, tidak apa-apa Nak Van. Bagaimana dengan putramu di Prancis? Kenapa kamu tidak mengajaknya ke sini?”

“Carleon sedang melakukan kunjungan di rumah kakek ibunya yang ada di Inggris.” balas Van Geithoffer. Posisinya Carleon saat itu sama seperti Artafa, hanya saja Carleon kehilangan ibunya, sementara Artafa kehilangan ayahnya.

Ibu Tania lantas berpalis ke arah Artafa yang tengah duduk di atas kasur, melalui pintu kamar yang tersingkap. “Meskipun usia putramu dua tahun di atas Artafa, saya yakin Artafa bisa menjadi teman yang baik buat putramu Carleon, kalau dia juga bisa ke sini.” terang beliau kembali mengelih ke arah Artafa sejenak, “Mereka berdua, bisa menjaga kedua adik kembar mereka bersama-sama.”

Artafa yang tengah menghibur kedua adik kembarnya, nampak mulai disongsong oleh Tania.

“Sayang, kalau lulus SD kamu yakin gamau tinggal di asrama dan sekolah di Prancis aja?” tanya Tania, sembari menyapu-nyapu hangat punggung Artafa.

Artafa yang membungkuk, mulai menegap, tatkala dia menatap ke arah ibunya, “Enggak Ma, aku mau di Indonesia aja, bareng nenek dan Kakek.”

Sedarun Revaela merengek, sehingga mengharuskan Tania membopongnya, guna menenangkannya. “Sayang, kalau Ravael udah besar, kamu mau nggak jagain dan jadiin adik kamu sebagai teman main kamu?”

Tentu saja dengan tangkas Artafa bersedia menjaga adik-adiknya tersebut.

Namun... seiringan waktu, begitu mendengar kabar kematian Van Geithoffer bersama ibunya karena kecelakaan, Artafa tak bisa terbang ke Prancis dan terpaksa harus menetap di Indonesia, dikarenakan kakeknya mengalami serangan jantung tatkala mendapat kabar kecelakaan tersebut.

Semenjak itu pula, Artafa harus menjaga neneknya seorang diri. Terlebih lagi dia mengetahui Ravael dan Revaela hidup bersama Carleon─sosok anak yang hanya dia dengar namanya selama ini, tanpa tahu wujudnya, yang membuatnya terpaksa melepas tanggung jawabnya untuk menjaga adik-adiknya tersebut.

Tak hanya sampai di situ saja, Artafa kembali mendapat kabar, jika Revaela mengalami insiden mengerikan, sehingga neneknya yang mendengar kematian cucunya langsung jatuh struk ringan.

Itu sebabnya... selama ini Nenek Artafa selalu meminta Artafa untuk membawa Ravael ke hadapan beliau, begitu beliau mengetahui Ravael tinggal di Indonesia. Namun yang disayangkan, entah apa alasannya, Artafa tak berani menunjukkan dirinya di hadapan Ravael sebagai sosok seorang kakak. Karena selama ini dia hanya mengawasi adiknya itu dari belakang.

Ravael nampak begitu syok, sewaktu mendengar cerita dari Nenek Artafa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ravael nampak begitu syok, sewaktu mendengar cerita dari Nenek Artafa. Matanya berkernyit kalut. Bagaimana tidak, fakta itu begitu menggoncang hatinya.

“Ja─Jadi... anda adalah ibu dari Miss Tania?” ujar Carleon, dengan raut wajahnya yang nampak ganar. Dia lantas memecal di sekitaran area alis tebalnya.

“Kenapa aku tidak tahu soal ini?! Kenapa hal ini dirahasiakan dariku?!” suara Ravael yang tegas terdengar bergetar. Carleon menyudahi aktifitasnya dan meranggul, refleks mengerling ke arah Ravael yang tengah duduk di sampingnya. Kornea mata Carleon pun mendapati tatapan meluap dari mata Ravael yang berlensa biru sewaktu menatapnya.

“Ra─Ravael....” sang nenek yang melihat ketegangan di wajah cucunya itu, lantas kembali berbicara, agar Ravael bisa lebih tenang, “Jangan salahkan kakakmu Carleon, dia juga tidak tahu soal hal ini. Tidak ada yang dirahasiakan, ibu dan ayah kalian meninggal sebelum memberi tahukan hal ini pada kalian. Nenek dan Artafa juga kesulitan mencari kontak kalian.”

Diiringi dengkusan napas, Ravael spontan membuang muka dari Carleon yang masih menatap tajam ke arahnya. Matanya yang bergenang, ayal menetes.

Aku yang mendengar semuanya, hanya bisa tercengang meneguk ludah. Sungguh takdir ini benar-benar mengenali orang-orang di sekitarku, yang ternyata memiliki ikatan satu sama lain.

THE LITTLE SWEET BIG LOVE [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang