I wish, we still

1.4K 163 22
                                    

Jangan lupa voment juseyo ❤️🥰✨
——————————————————————-

Jangan lupa voment juseyo ❤️🥰✨——————————————————————-

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

———————————————————————-

Hening mengambil alih suasana. Tak ada yang bicara. Baik Haechan dan Jaemin, keduanya bungkam. Sang kakak duduk di kursi, samping bangsal adiknya. Jaemin duduk di tepi bangsal sambil menundukkan kepala.


"Hyungie.."


Suara panggilan lirih adiknya, tak mampu membuat Haechan bisa mendongak dan menatap Jaemin. Ia hanya menunduk, meremat kedua tangannya di atas paha dengan mata memanas.


"Maaf hyungie.."

Kalimat sederhana itu berhasil membuat Haechan mendongak. Dengan setetes airmata di pipi, ia memandang sang adik dengan sedih. Ia berdiri dan langsung memeluk Jaemin sangat erat.


Jaemin memejamkan mata saat Haechan mendekapnya. Ia menyembunyikan wajahnya dalam kehangatan pelukan sang kakak. Kedua tangannya terangkat, menyentuh punggung Haechan sambil mengeratkan pelukan mereka.


"Hyungie.. hiks."


Jaemin menangis. Haechan juga. Ia mengusap rambut hitam lebat sang adik dengan penuh kasih. Tak mampu kata-kata keluar dari bibirnya. Yang bisa ia lakukan hanyalah menangis.


Dokter Huang sudah menjelaskan semuanya tadi. Haechan mendapat fakta bahwa cepat atau lambat, Jaemin akan meninggalkannya. Bayangan menakutkan tentang betapa gelapnya hari-hari berlalu tanpa kehadiran Jaemin berhasil menghantui Haechan. Tidak, tak akan bisa ia hidup tanpa sang adik.


"Kamu ga boleh mati, Na..." lirihnya di sela-sela tangis. "Ga boleh."


Jaemin menempelkan dahinya pada dada Haechan. Anak itu menangis keras. Pelukan keduanya yang erat, bahkan tak mampu meredam suara tangis pedih dari Jaemin. Bukan hanya Haechan yang hancur, Jaemin juga. Ia merasa tak terima atas pernyataan Dokter Huang terkait kondisinya.


Kanker otak stadium 2

Ia sehat. Sungguh amat sehat. Tapi mengapa Tuhan tiba-tiba memberinya kenyataan bahwa ia tak akan hidup lama. Penyakit sialan itu akan habis memakan waktunya.


Tapi ia tak boleh mati.


Ya, tak boleh.


"Kalau aku mati, gimana sama Mark hyung ?.. hiks.. aku jahat.. aku.."


Jaemin mengeratkan pelukannya dengan airmata yang semakin deras. Membayangkan sakitnya Mark ketika harus kehilangan orang yang disayanginya lagi, membuat hati Jaemin remuk tanpa ampun. Rasa bersalah tentu menguasai perasaannya. Ia merasa amat berdosa. Ia yang selama ini yakin akan membahagiakan Mark, malah menjadi penyebab laki-laki itu terluka lagi.


Dek Nana : MarkminOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz