BAB 1 Pria Misterius

46 1 2
                                    

Kacau. Pikirannya kacau. Dunia seakan-akan mau runtuh. Ia berharap bisa menemukan ketenangan dengan berjalan-jalan di tengah kota mumpung cuaca sedang cerah, namun suasana muram mencekam di sekelilingnya serta gosip-gosip tak sedap tentang adiknya yang disebarkan orang-orang hanya membuatnya merasa semakin tertekan. Tahu begini, ia takkan ke mana-mana, tapi nasi sudah menjadi bubur. Tak ingin merasa semakin buruk, ia pun menyingkir ke gang sepi jauh dari keramaian, berusaha mendapatkan ketenangan. Pengawalnya yang juga sedang menyamar sepertinya tak suka dengan keputusan ini, namun pria itu tak mengatakan apa-apa, hanya mengikuti dengan awas dalam diam.

Tak lama kemudian, ia berhenti. Suara-suara penduduk hanya terdengar samar-samar sekarang, cukup untuk membuatnya merasa lebih baik. Pengawalnya tak berkomentar, lagi-lagi hanya berjaga dalam diam di sisinya. Belum lama mereka beristirahat, tiba-tiba sosok bertudung keluar dari bayang-bayang, memaksa mereka untuk kembali bersiaga penuh.

“Halo,” sapa pria misterius itu ramah. “Mohon maaf mengganggu kenyamanan Anda, Putra Mahkota, tapi kita harus bicara.”

“Berhenti di situ!” seru pengawalnya sambil menghunuskan pedang. Ia pun mulai merasa terancam. Pria misterius itu tahu identitasnya meskipun ia dan pengawalnya tengah menyamar sebagai rakyat biasa. Sungguh mencurigakan.

“Ah, di sini?” pria itu berhenti, namun suaranya terdengar keberatan. “Agak sulit untuk membicarakan hal privat dari sini. Kecuali jika kalian mau mendekat? Jangan khawatir, saya bukan orang jahat.”

Putra Mahkota menyipitkan mata, mengamati pria misterius itu dengan saksama. Tak ada satu pun senjata di tangannya dan ia pun tak memperlihatkan gestur berbahaya. Sepertinya dia tidak ingin cari masalah dan ingin bicara dengan damai, namun pangeran itu masih sangsi. Bagaimana pun juga, pria itu adalah sosok tak dikenal yang entah bagaimana mengenalinya sebagai Putra Mahkota.

“Siapa kau dan apa sebenarnya maumu?” tanyanya was-was tanpa mengizinkan pria itu mendekat barang selangkah pun.

“Nama saya Zid,” jawabnya, “dan saya ingin membantu Anda.”

“Membantu apa?”

Pria itu, Zid, tersenyum lebih lebar. “Membantu menyelesaikan masalah yang Anda hadapi. Saya tahu adik Anda dituduh selingkuh dengan teman Anda dan dihukum mati oleh suaminya. Karena hal ini, hubungan Anda dengan kerajaan ipar anda menjadi retak. Bahkan bukan tidak mungkin perang akan meletus jika Anda sampai salah langkah.”

Putra Mahkota ingin mengutuk orang itu. Berani-beraninya ia menyebut-nyebut kasus yang membuatnya stres berat belakangan ini?! Ia menjauhi keramaian agar tak perlu mendengarkan semua berita buruk itu berulang kali, tapi pria asing itu malah mengungkit-ungkitnya tanpa rasa bersalah di hadapannya.

Tenang, pikirnya segera, tak ingin emosi menguasai dirinya. Ia harus bisa berpikir jernih, terlebih dalam situasi tak terduga seperti sekarang.

“Siapa kau sampai-sampai berani menawarkan bantuan padaku?” tanya sang pangeran lagi. Sungguh aneh. Bagaimana bisa orang itu berani menawarkan bantuannya dalam menangani masalah pelik yang mengancam kerajaan? Siapa dia sebenarnya?

“Mengenai siapa saya, saya tak bisa menjawabnya kecuali Anda sendirian, tapi saat ini kelihatannya hal itu tidak mungkin,” jawab Zid, entah mengapa memberikan kesan bahwa ia mengetahui betapa pentingnya keberadaan pengawal ketika sang pangeran berada di luar istana dan tidak ingin menyalahi kebijakan itu. “Tapi saya berani menawarkan bantuan karena saya yakin saya bisa membantu. Selain itu, bisa dibilang masalah ini sampai terjadi karena kelengahan saya, jadi saya ingin bertanggungjawab, tentunya dengan izin Anda.”

“Karena kelengahanmu?” ulang sang pangeran bingung. “Lengah bagaimana? Apa maksudmu?”

“Untuk menjawab pertanyaan ini, Anda perlu tahu siapa saya, tapi sudah saya bilang, saya hanya bisa memberitahu Anda jika Anda sendirian.”

The Princess is a TransmigratorWhere stories live. Discover now