BAB 2 Deporter dan Transmigrator

23 0 0
                                    

Sore itu, seorang gadis bangsawan turun dari kereta kudanya di depan istana. Dengan gugup, ia memandang gerbang yang telah terbuka untuknya, bertanya-tanya dalam hati apa gerangan yang diinginkan Putra Mahkota yang memanggilnya ke sana. Ia bukannya tak punya dugaan sama sekali. Ada kemungkinan-kemungkinan yang terlintas di kepalanya, namun tak ada satu pun kemungkinan yang membuatnya merasa nyaman. Ia tahu bahwa apapun alasan sang pangeran, kedatangannya ke istana kali ini bukanlah perkara ringan.

Gadis itu pun melangkah masuk setelah memantapkan hati. Seorang pengawal istana mengantarnya ke ruang kerja Putra Mahkota sementara pengawal pribadinya mengikuti dari belakang. Setelah melewati beberapa lorong dan pintu, sampailah mereka ke tempat tujuan yang sudah tak asing di matanya. Tanpa menunggu lama dan tanpa berbasa-basi, pengawal istana segera mengetuk pintu dan mengumumkan kehadiran tamu sang pengeran. Begitu terdengar suara Putra Mahkota yang mempersilahkan mereka untuk masuk, pengawal itu pun membuka pintu dan mengizinkan gadis itu untuk masuk ruangan.

Ia hampir saja hendak masuk tanpa pikir panjang, namun melihat sosok asing di dalam ruangan, gadis itu pun terhenti. Putra Mahkota tidak sendiri. Ada seorang pria bersamanya, mengenakan jubah panjang bertudung yang menyembunyikan wajahnya.

"Masuklah, Lady Erdheas," kata Putra Mahkota ramah sebelum memperkenalkan pria asing itu sekilas. "Tuan ini adalah tamu penting yang akan berdiskusi dengan kita berdua hari ini."

"Oh, salam kenal, Tuan," sapanya sesopan mungkin. Ia tak pernah merasa nyaman berada di dekat pria yang bukan dari keluarganya, apa lagi jika pria itu adalah orang tak dikenal. Namun karena orang itu adalah tamu Putra Mahkota, ia pun berusaha sebisa mungkin untuk tidak memperlihatkan ketidaknyamanannya. Lagi pula, ia sudah lama mengenal Putra Mahkota. Ia tahu ia bisa percaya padanya.

Ia pun masuk ke ruangan, namun setelah itu, sang pangeran memberikan perintah untuk tidak membiarkan siapa pun masuk sampai ada arahan lain darinya. Rupanya ia ingin diskusi mereka dirahasiakan dari orang lain yang tidak terlibat. Firasat buruknya saat tiba di istana rupanya benar. Memang kedatangannya kali ini bukan perkara sembarangan.

Tanpa buang-buang waktu, para pengawal segera mematuhi perintah Putra Mahkota. Hanya beberapa detik kemudian, gadis itu mendapati dirinya sudah berada di dalam ruangan hanya ditemani dua pria dan secangkir teh yang masih hangat. Lagi-lagi ia merasa gugup. Ia pun segera duduk di kursi yang telah disediakan untuknya, yang anehnya tepat di samping sang pangeran. Setelah itu, ia hanya bisa diam sambil mencuri pandang pada tamu asing di hadapannya.

"Rosella Erdheas." Tiba-tiba pria itu menyebut namanya sebelum berpaling pada sang Putra Mahkota. "Nona ini yang Anda pilih."

"Ya. Lady Erdheas dapat lebih banyak membantu. Ia juga teman lama dan dayang adikku," balas Putra Mahkota.

"Hmm... masuk akal," katanya seolah-olah telah membaca pikiran sang pewaris takhta. "Kalau begitu, saya akan ulangi penjelasan saya supaya Lady Erdheas mengerti."

"Tolong lakukan itu, Tuan." Rosella setuju. Ia tak tahu apa-apa tentang topik diskusi mereka kali ini selain bahwa diskusi ini akan membahas hal penting yang sepertinya berkaitan dengan adik sang putra mahkota yang juga adalah temannya, Putri Vivianne. Belakangan ini, apa pun yang menyangkut sang putri adalah berita penting. Bagaimana tidak? Baru beberapa minggu yang lalu ia dihukum mati oleh suaminya, pewaris takhta kerajaan tetangga, karena ketahuan selingkuh dengan seorang petualang. Lebih parahnya lagi, pria itu adalah orang kepercayaan Putra Mahkota, teman sepermainan saat kecil dulu sebelum ia tinggal di istana. Kejahatan mereka menimbulkan konflik dua negara yang bisa berujung perang.

The Princess is a TransmigratorWhere stories live. Discover now