BAB 7 Undangan Makan Malam

10 0 0
                                    

Di hari berikutnya, Rosella mendapati dirinya kembali menyusuri koridor istana Putra Mahkota, Istana Komet. Ia sendiri tak menyangka kesempatan untuk bertemu dengan sang pangeran akan datang secepat ini. Gadis itu pun teringat lagi peristiwa yang membawanya ke dalam situasi ini, peristiwa yang dimulai di pagi hari sebelum sarapan.

Saat itu, seperti biasa, Rosella mendatangi kamar Vivianne untuk membacakan jadwal hariannya. Namun tak seperti biasa, saat itu tiba-tiba sang putri memberinya perintah lain yang tak berkaitan dengan jadwalnya.

“Ella, tolong antarkan surat untuk kakakku,” pintanya sambil menyodorkan sebuah surat bersegel. “Aku ingin mengundangnya makan malam besok. Pastikan ia telah membacanya dan kembalilah dengan surat balasan.”

Maka di sinilah ia sekarang, di Istana Komet. Ditemani Ilona, ia berangkat segera setelah sarapan, menunda menulis surat-surat balasan Vivianne demi mengantarkan surat undangan pribadinya untuk sang kakak. Begitu tiba di sana, seorang pengawal segera mengantarkan mereka berdua ke ruang kerja sang pangeran setelah mengetahui bahwa maksud kedatangan mereka adalah untuk mengirimkan surat dari Putri yang perlu segera dibaca dan dibalas.

“Lady Erdheas, masuklah,” sambut sang pangeran. “Kudengar Anda membawa surat dari adikku? Dan harus segera kubalas?”

“Benar, Yang Mulia,” balas Rosella dengan sopan.

“Sepertinya ini surat yang penting,” komentarnya. Kemudian, ia memerintahkan agar ia ditinggal berdua dengan Rosella. Asisten dan pengawalnya segera menyingkir, begitu juga Ilona. Begitu pintu telah tertutup, barulah keduanya memulai percakapan yang sebenarnya, dimulai dari kata sandi.

“Deporter?” tanya sang pangeran.

“Zid,” jawab Rosella tanpa ragu.

Mendengar jawaban yang benar, Aldrich tersenyum. Kemudian, ia mempersilakan tamunya duduk berhadapan dengannya.

“Surat yang harus segera kubalas… apakah ini surat itu?” katanya tanpa basa-basi.

“Benar, Yang Mulia. Surat undangan makan malam.” Rosella meletakkan surat dari sang putri di atas meja yang memisahkan mereka. Aldrich segera mengambil surat itu, memandangnya dengan tatapan tertarik sekaligus penasaran sebelum membuka segelnya dengan pisau yang diambilnya dari meja kerja.

“Dia ingin mengundangku makan malam di istananya besok,” kata sang pangeran meringkas isi dari surat itu sebelum menaruhnya di meja depan Rosella lagi, mengizinkan sang dayang untuk membaca. “Tidakkah kau pikir undangan ini datang terlalu cepat?”

“Jika dibandingkan dengan dulu, ya, Yang Mulia,” jawab Rosella. Ia telah memastikan bahwa apa yang ditulis sang putri memang undangan makan malam untuk besok dan sesungguhnya tak ada yang salah dengan mengundang kakaknya sendiri untuk makan bersamanya, tapi kata-kata sang pangeran memang benar. Undangan itu datang terlalu cepat. Di masa lalu, Vivianne sama sekali tidak mengundangnya sebelum acara penobatan. Ia baru berani mengundangnya selang beberapa minggu setelah sang kakak telah sah menjadi pewaris takhta.

“Jadi, bagaimana dia?” tanya Aldrich lagi. “Apa dia benar-benar transmigrator yang kembali ke masa lalu?”

Rosella mengangguk. Kemudian, ia menjelaskan hasil pengamatannya selama satu hari yang meyakinkannya bahwa putri yang dilayaninya memang transmigrator yang kembali bersama mereka ke masa lalu.

“Surat ini pun bisa dibilang bukti bahwa dia bukan adik Anda,” kata Rosella menambahkan.

“Kau benar,” balas sang pangeran setuju. “Tapi mengapa dia mengundangku sekarang? Mengapa tidak menunggu lebih lama?”

“Saya tak tahu pasti, tapi mungkin… karena dia sudah mengenal Anda,” terka sang dayang. “Saya tahu bahwa dulu dia tak segera mengundang Anda karena amnesianya. Dia harus belajar ulang mengenai etika dan protokol seorang putri, harus mengingat nama-nama penting lagi. Dia belum siap mengundang siapa pun.”

The Princess is a TransmigratorWhere stories live. Discover now