06

149 9 0
                                    

Kita semua berkumpul di ruang keluarga. Saat ini aku sedang mengerjakan pr ku sambil memakan cemilan.

"Siapa yang mengajarimu tentang meretas, nak?" Tanya mamah sambil mengelus rambutku.

"Otodidak mah, sisanya Leona mengasahnya dan itu menjadi bakat." Jawabku tanpa menatap mamah karena fokus mengerjakan pr.

"Hm.. Seperti itu ternyata.." kata mamah lagi.

"Berarti adik menuruni bakat kakek dong, pah?" Tanya kak Sean.

"Kau benar Sean, adikmu menuruni bakat kakek." Kata papah.

Kakek hacker juga? Sejak kapan aku menulis di novel kalau Leona punya kakek hacker?

"Sudah jam sepuluh, adik harus segera tidur." Kata kak Sean lalu bangun dan mengemasi buku-bukuku dan membawanya naik ke atas menuju kamarku.

"Selamat malam papah, mamah." Salamku lalu mencium kedua pipi papah dan mamah.

Kebetulan aku sudah selesai mengerjakan pr. Jadi aku mengikuti kak Sean dari belakang.

Di kamar aku dari tadi hanya menonton apa yang kak Sean lakukan untukku. Dari menyiapkan mata pelajaran untuk besok, memasukkannya dalam tas, meraut pensilku dan memasukkan alat tulisku ke tempat pensil.

Ini kak Sean seperti ibu-ibu rempong yang tidak boleh ada yang ketinggalan saja.

"Tidur sana." Perintah kak Sean.

Ternyata kak Sean sadar daritadi aku menontonnya. Baiklah, aku akan tidur..

Aku berbaring, kak Sean menyelimutiku sambil mencium keningku.

"Tidur ya, awas saja kalau kau bergadang." Kata kak Sean lalu pergi dari kamarku.

Tidak lupa dia mematikan lampu di kamarku.

Keesokan harinya, aku sudah wangi bayi..

Ulah siapa? Ini semua perbuatan mamah. Memakaikan minyak telon pada tangan dan tengkukku. Dan untuk parfumnya mamah memberikan parfum yang wanginya segar seperti bayi.

Untung saja di dunia nyata aku sering memakai wangi bayi.

Rambutku juga ditata mamah sebagian dicepol dan sebagian diurai rapi.

Setelah sarapan tadi papah memasangkan helm untukku.

Aku seperti anak yang baru masuk sekolah SD saja.

"Anak gadis papah, hati-hati di jalan. Mengendarai sepedanya juga harus hati-hati jangan ngebut." Nasihat papah yang ku jawab dengan anggukan saja.

Aku menyalami kedua orang tuaku, lalu pergi berangkat sekolah.

Sesampainya di parkiran sekolah, hampir semua mata tertuju padaku.

Apasih? Aku tau kalau aku itu cantik.

Aku menstandard sepeda listrikku lalu menguncinya agar tidak ada yang mencurinya nanti.

"Ekhem!" Dehem seseorang membuatku langsung menoleh padanya.

Ternyata itu Ezra...

Dia membuka helm fullfacenya sambil sedikit mengacak rambutnya.

Wahh.. ganteng sekali..

Eh? Aku barusan bilang apa?

Dia menatapku sambil meletakkan helmnya di kaca spion. Karena dia menatapku, jadi aku mengalihkan tatapanku saja.

Berniat ingin mengambil tas malah keduluan si Ezra yang ambil tasku.

Dia juga melepas helmku lalu meletakkannya di keranjang sepeda listrikku.

Sepertinya hari ini pun aku tidak bisa lepas dari Ezra..

Aku menghela nafasku sambil mengikuti Ezra dari belakang.

"Di sampingku, bukan di belakangku." Tegur Ezra.

Aku menyamai langkah Ezra agar bisa berjalan di sampingnya.

"Eh ada si caper." Kata seseorang.

Sepertinya itu perempuan centil yang suka pada Ezra.

"Lihat bahkan dia menyuruh Ezra membawakan tasnya. Memangnya Ezra babunya."

Hhhh.. padahal Ezra sendiri yang bawa tasku.

"Kalian iri kan ya? Tidak bisa seperti aku kan ya? Kan hanya aku yang bisa dekat dengan Ezra. Bahkan aku bisa menggandengnya kapanpun. Sedangkan kalian tidak bisa kan.. Makanya kalian menjelekkan aku karena kalian tidak bisa." Balasku pada mereka sambil bergelayut manja di lengan Ezra.

Aku menjulurkan lidahku ke mereka lalu melanjutkan jalan kami ke kelas.

Semua orang yang berada di koridor hanya menertawakan mereka yang sudah mengusikku tadi.

Aku melepas gelayutanku pada Ezra.

"Kenapa dilepas?" Tanya Ezra.

"Terserah aku." Jawabku.

"Gandeng aja lagi." Kata Ezra sambil terkekeh.

Aku jadi salfok sama senyuman dan kekehannya. GANTENG BANGET SIHH!!!

Transmigrasi LeonaOnde histórias criam vida. Descubra agora