11

140 8 0
                                    

Ezra langsung mendekati Leona yang sudah pingsan di antara orang-orang mati terbelah. Ezra langsung menggendong Leona dan menatap pedang yang entah datang dari mana dengan ngeri.

Siapa yang tidak ngeri dengan pedang tipis elastis dan panjang seperti ular itu?

Ezra menaruh Leona, dia ke jok mobil belakang untuk mengambil sesuatu agar bisa menaruh pedang Leona dengan hati-hati.

Ezra menjalankan mobilnya sambil menggenggam tangan Leona yang pingsan itu lalu segera pergi ke rumah sakit.

Baru saja menjalankan mobilnya sekitar 200 meter. Sebuah ledakan besar terdengar begitu saja membuat Ezra mengeremkan mobilnya lalu melihat ke belakang.

Ezra mengernyitkan keningnya, darimana bom itu berasal?

Ezra menggedikkan bahunya lalu dengan segera ke rumah sakit sebelum polisi mengetahui mereka.

Di rumah sakit, Leona masih betah dengan pingsannya. Sekarang Ezra sedang diinteogasi oleh Sean.

"Bagaimana bisa adikku jadi pingsan begini?" Tanya Sean dengan nada geramnya dan menatap Ezra marah.

Ezra menjelaskan secara detail tanpa ditambah atau dikurang sekalipun.

"Sekarang pedang itu dimana?" Tanya Sean.

"Di mobil, kak." Jawab Ezra singkat.

"Oke, nanti kakak ambil pedangnya. Sepertinya mereka suruhan para pesaing papah." Kata Sean dan hanya diangguki Ezra.

Leona membuka matanya lalu bangun secara mendadak.

"Eh?!" Kaget Sean dan Ezra bareng membuat Leona menatap mereka berdua.

"Astaga adek! Kenapa tiba-tiba bangun gitu?!" Tegur Sean dan segera mendekati Leona begitu juga dengan Ezra.

"Aku oke, kak!" Jawab Leona.

"Oke, oke palamu. Kamu baru saja habis pingsan." Sewot Sean sambil mengetuk pelan kening Leona.

"Apasih? Siapa yang pingsan?" Tanya Leona.

"Kamu." Jawab Sean dan Ezra bersamaan.

"Aku? Orang aku cuma tidur kok. Capek tau melawan 4 orang." Ketus Leona.

"Kakak mau tanya. Darimana kamu dapat pedang itu?" Tanya Sean membuat Leona bingung mau menjawab apa.

"Hmm.. gak tau ya, kak. Tiba-tiba itu pedang keluar dari tangan aku. Kayaknya aku punya kekuatan deh kak." Jawab Leona.

"Kita ini berada di dunia realistis. Jadi tolong jawabnya realistis juga." Kata Sean.

"Lah.. itu aku berkata jujur. Ezra sendiri liat kok. Iyakan Ezra?" Tanya Leona sambil menatap Ezra dengan penuh harap.

Ezra yang ditatap begitu hanya bisa mengangguk.

"Lalu ledakan itu darimana?" Tanya Sean.

"Mana aku tau kak.. Aku cuma memikirkan apa yang aku inginkan. Seperti pedang itu aku memikirkannya tiba-tiba dia langsung berada di tanganku. Begitu juga dengan ledakan." Jelas Leona dengan sejujur-jujurnya.

"Kakak masih tidak percaya." Kata Sean.

Bagaimana lagi Leona harus jelaskan? Leona tampak berpikir lalu keluarlah ide cemerlang menurut Leona.

"Pedang!" Seru Leona membuat pedang elastis Leona langsung di tangan Leona.

Ezra dan Sean langsung membelalakan matanya.

"Ba-bagaimana bisa?! Pedangmu aku taruh di mobil." Kata Ezra.

"Adek! Taruh pedang itu!" Perintah Sean.

Leona melingkarkan pedang itu dengan enteng lalu menaruhnya di kasur.

"Bagaimana? Percaya?" Tanya Leona.

Sean masih shock melihat adiknya bisa seperti tadi. Tanpa sadar Sean mengangguk.

"Boleh pulang kan?" Tanya Leona.

"Pulang sana, tu pedang jangan dibawa dulu." Kata Sean sambil mengecup kening adiknya.

"Ezra, jaga adikku. Awas saja kau tidak menjaganya." Peringat Sean dan hanya diangguki Ezra.

Ezra mengulurkan tangannya untuk menyambut tangan Leona malah langsung ditepis Sean.

"Jangan sentuh-sentuh." Kata Sean.

Leona hanya menggelengkan kepalanya dan segera turun dari ranjang. Lalu dia menggandeng erat lengan Ezra.

"Kalau kakak gak bolehin Ezra sentuh. Berarti aku bisa sentuh dong, kak." Kata Leona dengan senyum jahilnya.

"Leona..." peringat Sean.

"Kabur!" Kata Leona sambil menarik Ezra dan berlari keluar ruangan.

Sean yang melihat adiknya kabur itu hanya bisa menggelengkan kepalanya lalu segera mengambil pedang Leona dan langsung menyembunyikannya.

Jujur saja, Sean belum pernah menemukan pedang seperti itu di dunia ini.

Transmigrasi LeonaWhere stories live. Discover now