〖20〗вєgín

170 12 2
                                    

🌸

Malam datang, mengiringi hari yang begitu panjang dan melelahkan. Kepalanya penuh dengan segala pikiran. Tubuhnya berputar, menghadap keluar pintu apartemen mungilnya, menatap mata seorang pria yang menatapnya dengan penuh lara.

"Kau tahu, aku tidak akan mundur sebelum kau benar-benar lepas dari genggamanku." Kata-katanya terdengar optimis untuk seseorang yang baru saja dipatahkan hatinya, entah untuk keberapa kalinya.

Sang gadis hanya terdiam, tidak menyahut dan menunjukkan senyum seperti yang biasa ia lakukan.

"Jaa, jangan menghindar besok. Masuklah seperti biasa." Peringatan itu menjadi akhir interaksi mereka. Miya Osamu menjauh, menghela napas panjang dalam diamnya.

"Miya-san." Panggilan itu menghentikan langkah si bungsu Miya, dengan segera berbalik sejenak. "Terima kasih, karena selalu ada untukku. Kupikir... Perasaanmu jauh lebih tulus dari dugaanku..." sambungnya yang terdengar sedikit menggantung. Miya Osamu diam, teringin mendengar lanjutan dari kata-kata itu. "... Sepertinya, terlalu jahat bagiku untuk mendorongmu lagi dan lagi. Bahkan setelah kejadian sore ini... Apakah... Aku masih bisa mengoreksi jawabanku?" tanyanya dengan nada yang lirih.

Manik kelabunya melebar, derap langkahnya terdengar begitu saja. "Tentu. Tanpa kau minta, aku akan selalu mengizinkannya."

Manik [e/c] yang indah itu berkaca-kaca. Perasaannya goyah. Perhatian yang tiada habisnya, kesabaran yang tiada ujungnya, dan keterikatan dengan masa lalu begitu mencekiknya. Ia goyah, ia rapuh. Karenanya, ia bersiap untuk runtuh, runtuh dalam dekapan yang hangat lagi menenangkan. Memberi kesempatan pada dirinya untuk mencari sosok kenyamanan lain.

"Ku harap... Aku bisa... Membahagiakanmu.... Miya-san..." Senyumnya sedikit terkembang, dengan hati yang terus ia dorong, dengan segala pikiran baik yang ia paksakan. Raganya kini mendekat dan meraih sang lelaki, bersatu dalam dekapan erat sepanjang malam.

🏐

Pagi ini terasa berbeda. Di mejanya sudah tersaji beberapa makanan dengan aroma memikat.

"Aku tak ingat mempekerjakan asisten rumah tangga. Ini tidak perlu kubayar, kan?" guraunya dengan wajah kebingungan setelah terbasuh air.

"Jahatnya, kau bilang pacarmu asisten rumah tangga?" Osamu menggelengkan kepalnya, lantas ia datang dengan ocha hangatnya. "Makanlah."

"Yah... Salahnya tiba-tiba datang terus masak... Kau bahkan menyempatkan belanja? Aku tak ingat aku punya bahan makanan yang cukup..." lanjutnya sembari mengambil mangkok nasi yang sudah disiapkan.

"Tentu. Kau tidur terlalu lama karena semalam kelelahan." Tawa kecilnya terdengar mengiringi.

"Memangnya karena siapa hingga aku kelelahan?" tatapan menantang [Name] pun melayang.

"Jangan membuatnya terdengar seakan kita baru melakukan 'malam pertama', [Name]." Goda Osamu yang setelahnya menyesap tehnya dengan nikmat.

[Name] tersentak di tempat dengan wajah memerah, tanpa ragu melayangkan tinjuan ke lengan Osamu. "Jangan terlalu vulgar. Ini baru hari pertama hubungan kita!"

Osamu terkekeh melihat reaksi kekasih barunya. "Hai', hai', gomennasai, [Name]-hime..." Tangan Osamu tiba-tiba terangkat dan mencubit pipi [Name].

Gadis itu hanya termenung, baru kali ini ia merasakan sentuhan kakak kelasnya selain di tangan. Osamu menangkap ekpresi kebingungan [Name], ia tersenyum. Cubitannya berubah menjadi elusan kecil yang lembut. "Biasakan ya, aku akan sering melakukannya padamu." Tawa kecilnya terdengar lagi. "Ayo makan, ittadakimasu." Tangan Osamu turun dan mulai menikmati sarapannya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 20, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

rєcσnvєníng | kαgєчαmα tσвíσWhere stories live. Discover now