〖2〗 ѕєníσr

1.8K 250 40
                                    

🌸

Hentakan-hentakan kaki dekat pintu apartemen membangunkan Miwa dari tidur. Dilihatnya sang adik sudah siap dalam pakaian training dan sepatu olahraganya.

"Hei, ini masih jam lima. Kau baru tidur tiga jam, baka," ujar Miwa, mengkhawatirkan sang adik.

"Urusai," jawab lelaki itu cepat. "Aku tidak bisa bangun lebih siang. Sudah panggilan alam."

J E G R E K ! Dibukanya pintu apartemen kakaknya, dan Kageyama Tobio berlari kecil di lorong menuju lift. Sang kakak hanya geleng-geleng, tak percaya dengan stamina mengerikan milik adiknya. Ia putuskan untuk kembali tidur, sebelum bersiap bekerja pukul tujuh nanti.

Kageyama Tobio berlari di sepanjang trotoar. Merasakan dinginnya Tokyo di penghujung musim semi, di tengah keheningan yang melanda. Dengan kecepatan konstan ia memerhatikan bangunan di sekitar. Bangunan pencakar langit yang jelas berbeda dengan yang ia lihat di Miyagi.

Rasa kagumnya tak henti-henti meski sudah beberapa kali mengunjungi Tokyo semasa SMA nya.

Dia akan terus mengagumi infrastruktur kota yang hebat ini, jika saja seseorang tak lebih dulu hadir di hadapannya. Ia bawa kedua kakinya untuk mendekat, menuju seseorang yang ia temui tanpa sengaja di jogging paginya.

"Kageyama Tobio," ucap orang itu saat jarak mereka kian menipis. "Kerja bagus di semi final Spring High lalu."

"Uissu," sahut Kageyama cepat. Sungguh tak disangka ia akan berpapasan dengan calon rekan satu timnya sebelum mendatangi timnya secara resmi. "Arigatou gozaimasu, Ushijima-san."

"Jika kau sudah di Tokyo, berarti kau akan segera masuk, kan? Kami menantikanmu." Ushijima hanya bicara dengan nada datar, lantas kembali berlari setelah memberi tepukan kecil di bahu Kageyama.

"Yoroshiku onegaishimasu!" seru Kageyama tiba-tiba sambil membungkuk ke arah Ushijima yang kian menjauh. Bagaimana pun ia adalah seniornya di tim yang baru.

Kageyama kembali berlari, merasakan sinar matahari mulai mucul di ufuk timur, dan keadaan jalan semakin ramai. Ia hanya fokus pada lari hingga ponselnya bergetar.

Matanya mengerling saat tahu siapa yang menelponnya pagi-pagi begini. "Apa?" tanyanya.

Si penelpon berkacak pinggang di tempat. "Dasar! Bisa mampir ke minimarket saat pulang? Belikan susu dan telur. Lagi ada diskon. Kau bawa uang, kan?"

Kageyama merogoh isi kantong trainingnya. Menemukan dua lembar seribu yen. "Dua ribu yen cukup?"

"Lebih dari cukup. Kembalilah sebelum pukul tujuh." T U T ! Miwa memutus sambungan telepon dan membuat adiknya berdecih tak suka di tempat.

Saat ia mengembalikan tampilan layar ponselnya ke tampilan utama, sesaat ia tertegun. Layar utama yang menampilkan wajah seorang gadis yang begitu cantik dalam yukata bunga sakura. Senyum yang terkembang sangat lebar, bersama dirinya yang hanya memakai kaus lengan panjang biasa.

'Sepertinya aku harus segera mengganti wallpaperku.' Rasa bersalah menggalayut dalam dirinya. Segera ia cari gambar di gallery dan menyetelnya sebagai wallpaper. 'Aku merasa tidak sopan jika aku terus memasang foto itu sementara kami sudah putus.'

🏐

Hari demi hari berlalu. Dengan penuh percaya diri lelaki itu keluar dari wilayah apartemen milik kakaknya. Menaiki bis dan turun dua puluh menit kmeudian. Ia bawa kembali raganya menyusuri trotoar Tokyo. Mencari di mana tempat yang menjadi tujuannya kali ini.

Lima belas menit berlalu, dan tak ada satupun gedung yang sesuai dengan gambar yang terpampang di ponselnya. Halte bis. Ini adalah halte bis keduanya selama menyusuri jalan.

rєcσnvєníng | kαgєчαmα tσвíσTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang