〖1〗ѕíѕtєr

2.6K 292 14
                                    

🌸

Matahari menyinari tanah Miyagi, bersama seorang pria yang larut dalam dentuman musik dekat telinga. Berjalan santai, menarik sebuah koper di perjalanan menuju stasiun.

"Eh?" seru seseorang yang membuat langkah pria itu terhenti. "Tobio?" sambungnya.

Lelaki dalam balutan kaus putih menoleh menuju sumber suara. Mendapati seorang gadis dalam blus cream dan rok coklat selutut. "[Name]?" ujarnya sebelum menorehkan senyum. "Ayo masuk bersama," ajaknya sambil menujuk pintu masuk stasiun.

Sang gadis menggangguk antusias. Menarik kopernya dengan sedikit berlari, agar mencapai sisi Kageyama.

"Aku tidak tahu kau ke Tokyo hari ini, Tobio," kata [Name] mengawali percakapan kecil.

Kageyama hanya menatap depan. "Aku pun tak tahu kau ke Kyoto hari ini. Kebetulan macam apa?"

"Mungkin takdir masih ingin kita bersama~" goda [Name] dengan tawa renyahnya.

"Jangankan takdir, aku pun begitu," jawab Kageyama tanpa intonasi, datar, dan dalam.

Si gadis hanya bersemu di tempat. Menunduk menatap jalan yang tengah dilaluinya, dengan degupan jantung yang memburu.

T U K ! "Ittai~!" [Name] mengaduh, memegang dahinya yang mendapat setilan dari Kageyama. "Kenapa, sih, tiba-tiba!?"

Kageyama berdiri tepat di depannya, membungkuk, membuat [Name] dalam bayangan hingga gadis itu tak merasakan silauan matahari. "Lagi-lagi berwajah seperti itu. Lagi pula bukan berarti kita benar-benar berpisah, [Name]."

Mendengarnya membuat gadis itu mendongak.

"Kita akan sama-sama mencintai apa yang kita sukai, melakukan yang terbaik, dan terus berjuang. Dalam hal ini jangan biarkan siapapun mempengaruhi hatimu. Lakukan apa yang kau suka. Genggam itu dan raih tempat terbaik bersamanya. Semua punya waktu, tak terkecuali kita,--"

"--benang merah antara kita pasti akan mendapatkan waktunya lagi. Jadi, lakukan yang terbaik! Begitu, kan?" [Name] memotong kata-kata Kageyama, lantas tersenyum lebar sembari membalut sebelah tangan Kageyama dengan tangannya.

Melihat senyum itu membuat sang lelaki bernapas lega. Diubahnya posisi tangan itu menjadi sebuah genggaman yang erat. "Setidaknya untuk sekarang, boleh, kan, aku menggandengmu meski aku bukan lagi pacarmu?"

"Aku tidak masalah selama itu Tobio!" seru [Name] dengan penuh kegembiraan.

Keduanya menunggu di kursi tunggu. Melempar tawa atas segala yang dibahas bersama.

"Shinkansen, Tokyo, akan segera memasuki peron satu. Para calon penumpang di mohon mempersiapkan diri dan berdiri di belakang garis kuning. Sekali lagi, Shinkansen, Tokyo---"

Mendengarnya membuat pria itu berdiri. Menghadap sekali lagi ke arah mantan kekasihnya dengan seulas senyum. "Aku pergi dulu. Jaga dirimu baik-baik di sana."

"Tobio mo! Tokyo adalah kota yang menyeramkan dan sangat bebas."

Rasa hangat menjalar dalam hati Kageyama.

Tak berselang lama ia sudah menududuki salah satu kursi di dekat jendela. Menatap seorang gadis yang berdiri dekat garis kuning, sedikit melambai ketika pandang mereka bertemu.

Peluit keberangkatan telah dibunyikan. Tokyo akan menjadi tujuan akhirnya, namun menjadi awal dari segala mimpinya.

'Kami akan bertemu lagi, jadi jangan khawatir,' ujarnya dalam hati. Matanya memberat, tanpa menyadari seorang penumpang lain telah duduk di sampingnya.

rєcσnvєníng | kαgєчαmα tσвíσWhere stories live. Discover now